18. Nasihat Kedelapanbelas:
Hakikat Ubudiyah |
||
Kemudian kamu bertanya padaku tentang
ubudiyyah (ibadah), yaitu ada tiga macam : pertama
adalah menjaga perintah syariat, kedua adalah ridlo dengan qadla, qadar, dan
pembagian Allah SWT, dan ketiga adalah meninggalkan ridlo dirimu sendiri demi
mencari ridlo Allah Yang Maha Luhur. |
|
ثُمَّ
إِنَّكَ
سَأَلْتَنِيْ
عَنِ
الْعُبُوْدِيَّةِ
وَهِيَ
ثَلَاثَةُ
أَشْيَاءَ :
أَحَدُهَا
مُحَافَظَةُ
أَمْرِ
الشَّرْعِ
وَثَانِيْهَا
الرِّضَاءُ
بِالْقَضَاءِ
وَالْقَدَرِ
وَقِسْمَةِ
اللّٰهِ
تَعَالٰى
وَثَالِثُهَا
تَرْكُ
رِضَاءِ
نَفْسِكَ فِيْ
طَلَبِ
رِضَاءِ
اللّٰهِ
تَعَالٰى |
|
|
|
Kemudian, Anda bertanya kepada saya
tentang penghambaan, yang terdiri dari tiga hal. Yang pertama: menjaga
perintah syariat dan melaksanakannya secara terus-menerus tanpa
meninggalkannya atau meremehkannya. |
|
(ثُمَّ
إِنَّكَ
سَأَلْتَنِي
عَنِ
الْعُبُودِيَّةِ
وَهِيَ
ثَلَاثَةُ
أَشْيَاءٍ
أَحَدُهَا :
مُحَافَظَةُ
أَمْرِ
الشَّرْعِ)
وَالْمُدَاوَمَةُ
عَلَيْهِ
بِلَا
تَرْكٍ وَلَا
هَوَانٍ، |
|
|
|
Yang kedua: menerima qadha, yaitu
hukum Ilahi, dan qadar, yaitu ketentuan Ilahi, serta pembagian Allah,
khususnya dalam hal rezeki. Bagi para sufi, terdapat perbedaan antara qadha
dan qadar, tetapi dalam konteks ini, keduanya dianggap sama. |
|
وَثَانِيهَا
: الرِّضَا
بِالْقَضَاءِ)
أَيِ الْحُكْمِ
الْإِلٰهِىِّ
(وَالْقَدَرِ)
أَيِ
التَّقْدِيرِ
الْإِلٰهِىِّ،
وَلِلْقَوْمِ
وُجُوهٌ
بِالْفَرْقِ
بَيْنَهُمَا
وَلَكِنَّ
الْمُنَاسِبَ
هُنَا
اتِّحَادُهُمَا
(وَقِسْمَةِ
(اللهِ) خُصُوصًا
فِي أَمْرِ
الرِّزْقِ، |
|
|
|
Yang ketiga: meninggalkan kepuasan
diri sendiri dalam rangka mencari keridhaan Allah. Sebab, menentang nafsu
adalah dasar hubungan antara hamba dan Allah Ta ala. Maka, janganlah lalai
dari mengingat Allah dengan menyibukkan diri demi kepentingan nafsu dan
mengikuti hawa nafsu. |
|
وَثَالِثُهَا
: تَرْكُ
رِضَا
نَفْسِكَ
فِي طَلَبِ
رِضَا اللهِ
تَعَالَى؛
لِأَنَّ
مُخَالَفَةَ
النَّفْسِ
أَسَاسُ
الْأَمْرِ
بَيْنَ
الْعَبْدِ
وَبَيْنَ
اللهِ
تَعَالَى، فَلَا
تَغْفَلْ
عَنْ اللهِ
تَعَالَى
بِالِاشْتِغَالِ
عَلَى حَظِّ
النَّفْسِ
وَالِاتِّبَاعِ
عَلَى
هَوَاهَا. |
|
|
|
Dikatakan bahwa, "Siapa yang
memanjakan dirinya, maka ia akan hilang dari Raja yang Maha Suci."
Al-Qusyairi mengatakan bahwa dasar mujahadah adalah menahan diri dari kebiasaan
dan mengarahkan diri untuk selalu menentang hawa nafsu. |
|
وَقِيلَ :
مَنْ
رَخَّصَ
النُّفُوسَ
غَابَ عَنِ
الْمَلِكِ
الْقُدُّوسِ.
قَالَ
الْقُشَيْرِيُ
: أَصْلُ
الْمُجَاهَدَةِ
فَطْمُ النَّفْسِ
عَنِ
الْمَأْلُوفَاتِ،
وَحَمْلُهَا
عَلَى
خِلَافِ
هَوَاهَا
فِي عُمُومِ
الْأَوْقَاتِ. |
|
|
|
Note: |
|
|
Dalil-dalil terkait: 1.
Menjaga Perintah Syariat: QS.
Al-Baqarah (2): 208
"Wahai
orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan,
dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia adalah
musuh yang nyata bagimu." 2. Ridha terhadap takdir (qadha dan qadar): QS. At-Taubah (9): 51
"Katakanlah,
tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami.
Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah hendaknya orang-orang beriman
bertawakal." 3. Mengorbankan Keinginan Diri
Demi Ridha Allah: Hadis Nabi SAW.
"Barang siapa yang mencari ridha Allah dengan
kemarahan manusia, maka Allah akan mencukupkan keperluannya dari
manusia." (HR. Tirmidzi). |
||
|
||
Kesimpulan: Ubudiyah (penghambaan) sejati kepada
Allah terdiri dari tiga aspek utama:
Saran:
Harapan: Semoga setiap Muslim dapat menjalankan
ubudiyah ini dengan sempurna, sehingga hidupnya diberkahi dan diridhai oleh
Allah. Dengan istiqamah menjaga syariat, menerima qadha dan qadar, serta
selalu mendahulukan Allah di atas segalanya, semoga Allah memasukkan kita ke
dalam golongan hamba-hamba-Nya yang saleh dan bertakwa. |
*Di sampaikan pada Kajian rutin MATAWALI malm jemah legi 14 Nov. 2024