17. Nasihat Ketujuhbelas: Intisari Ilmu Tasawuf |
||
Kemudian ketahuilah bahwa tasawuf memiliki 2 karakter, yaitu
istiqomah terhadap Allah Yang Maha Luhur dan tenang (tentram) dari makhluk.
Lalu barang siapa yang beristiqomah terhadap Allah Yang Maha Mulia lagi Maha
Agung, memperbaiki akhlaqnya terhadap manusia, dan berinteraksi dengan
mereka, maka dia adalah seorang sufi. Istiqomah adalah apabila seseorang
menebus jatah dirinya sendiri (mengorbankan kepentingan diri sendiri) untuk
melakukan perintah Allah Yang Maha Luhur. Berakhlaq yang baik terhadap
manusia adalah apabila kamu tidak membawa (memaksa) manusia pada keinginan
dirimu sendiri, tetapi membawa dirimu pada keinginan mereka selama mereka
tidak bertentangan dengan syariat. |
|
ثُمَّ
اعْلَمْ
أَنَّ
التَّصَوُّفَ
لَهُ خَصْلَتَانِ
:
الْإِسْتِقَامَةُ
مَعَ اللّٰهِ
تَعَالٰى
وَالسُّكُوْنُ
عَنِ
الخَلْقِ،
فَمَنْ اسْتَقَامَ
مَعَ اللّٰهِ
عَزَّ
وَجَلَّ
وَأَحْسَنَ
خُلُقَهُ
مَعَ
النَّاسِ
وَعَامَلَهُمْ
بِالْحِلْمِ
فَهُوَ
صُوْفِيٌّ،
وَالْإِسْتِقَامَةُ
أَنْ
يَفْدِيَ
حَظَّ نَفْسِهِ
عَلٰى
أَمْرِ اللّٰهِ
تَعَالٰى،
وَحُسْنُ
الْخُلُقِ
مَعَ
النَّاسِ
أَنْ لَا
تَحْمِلَ
النَّاسَ
عَلٰى
مُرَادِ
نَفْسِكَ
بَلْ
تَحْمِلَ
نَفْسَكَ
عَلٰى
مُرَادِهِمْ
مَا لَمْ
يُخَالِفُوْا
الشَّرْعَ |
|
|
|
Note: |
||
1.
Al-Qur'an: "Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: 'Tuhan kami ialah Allah,' kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka (istiqomah), maka malaikat akan turun kepada
mereka dengan mengatakan: 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu
bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah
dijanjikan kepadamu.'" (QS. Fussilat: 30) |
|
1.
Al-Qur'an (QS. Fussilat:
30): إِنَّ
الَّذِينَ
قَالُوا
رَبُّنَا
اللَّهُ
ثُمَّ
اسْتَقَامُوا
تَتَنَزَّلُ
عَلَيْهِمُ
الْمَلَائِكَةُ
أَلَّا
تَخَافُوا
وَلَا
تَحْزَنُوا
وَأَبْشِرُوا
بِالْجَنَّةِ
الَّتِي
كُنْتُمْ
تُوعَدُونَ |
|
|
|
2.
Hadis: Rasulullah SAW bersabda: "Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada,
dan ikutilah kejahatan dengan kebaikan, niscaya ia akan menghapuskannya,
serta bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik." (HR. Tirmidzi) |
|
2.
Hadis (HR. Tirmidzi): اتَّقِ
اللَّهَ
حَيْثُمَا
كُنْتَ،
وَأَتْبِعِ
السَّيِّئَةَ
الْحَسَنَةَ
تَمْحُهَا،
وَخَالِقِ
النَّاسَ
بِخُلُقٍ
حَسَنٍ |
|
||
Kesimpulan: 1.
Dengan landasan dalil ini, ilmu tasawuf yang ditekankan dalam materi
mencakup aspek spiritual dan sosial yang sama-sama penting untuk diraih oleh
seorang Muslim. 2.
Materi ini menegaskan bahwa inti dari
ilmu tasawuf terletak pada dua hal utama:
istiqomah kepada
Allah dan ketentraman dari makhluk. Istiqomah
berarti keteguhan dalam menaati perintah Allah, meskipun harus mengorbankan kepentingan pribadi. Sementara itu, ketenangan dari makhluk berarti seseorang tidak memaksa orang lain mengikuti kehendaknya, tetapi berusaha memahami dan memenuhi keinginan mereka selama tidak bertentangan dengan syariat. Dengan demikian, seorang sufi adalah
orang yang teguh dalam ketaatan kepada Allah dan berakhlak baik dalam interaksi
dengan sesama manusia. Saran: 1.
Tingkatkan keistiqamahan: Hendaknya
kita terus memperkuat keteguhan dalam menjalankan perintah Allah, dengan mengutamakan perintah-Nya di atas kepentingan pribadi. 2.
Perbaiki akhlak terhadap sesama: Bersikap sabar
dan lembut dalam berinteraksi dengan orang lain, serta menghindari paksaan kehendak pribadi terhadap mereka, selama tidak bertentangan dengan syariat. 3.
Latih ketenangan jiwa: Menjaga hati dari gangguan emosi atau keinginan
untuk mengontrol orang lain, demi terciptanya hubungan yang harmonis dengan sesama. Harapan: Harapannya, kita bisa menjadi pribadi yang lebih istiqomah dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan memiliki akhlak mulia dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan begitu, kita dapat mencapai ketenangan batin dan kehidupan yang lebih berkah. |
||
|
||
Kisah Hikmah
Dari Para Ulama Besar Berikut beberapa kisah hikmah dari para ulama besar
seperti Imam Al-Ghazali, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, dan Imam Al-Junaidi
yang relevan dengan konsep istiqomah kepada Allah dan berakhlak baik kepada
sesama dalam ilmu tasawuf: 1. Imam Al-Ghazali – Istiqomah dalam Mencari Kebenaran Imam Al-Ghazali dikenal dengan perjalanan spiritualnya yang penuh pencarian. Setelah menjadi seorang ulama besar yang dikenal dunia, Al-Ghazali meninggalkan jabatannya sebagai profesor di Madrasah Nizhamiyah,
merasa bahwa ilmu yang dia ajarkan belum mengantarkannya pada kedekatan sejati dengan Allah. Dia kemudian mengasingkan diri untuk mendekatkan
diri kepada Allah melalui ibadah, mujahadah, dan tasawuf. Setelah bertahun-tahun, dia menemukan ketenangan dalam kesederhanaan dan keikhlasan, serta kembali ke masyarakat untuk mengajarkan ilmu dengan penuh
kebijaksanaan. Hikmah: Kisah Al-Ghazali ini mengajarkan
pentingnya istiqomah dalam mencari ridha Allah meskipun harus mengorbankan hal-hal duniawi, seperti status sosial dan jabatan. Sejalan dengan materi, Imam Al-Ghazali juga mengutamakan ketenangan hati dan akhlak yang baik dalam hubungan
dengan Allah dan manusia. 2. Syekh Abdul Qadir
Al-Jailani – Mengutamakan
Ketaatan dan Kesabaran Suatu hari, Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani sedang bepergian dengan murid-muridnya. Di tengah perjalanan, mereka kehabisan makanan dan minuman.
Para murid mulai mengeluh karena lapar dan haus.
Abdul Qadir tetap tenang dan menasihati
murid-muridnya agar bersabar,
karena Allah akan mencukupi kebutuhan mereka. Tidak lama kemudian, datang seseorang yang membawa makanan dan minuman
untuk mereka. Syekh Abdul Qadir berkata kepada murid-muridnya, "Lihatlah,
ketika kita tetap bersabar dan istiqomah dalam menghadapi ujian, Allah memberikan pertolongan-Nya tepat pada waktunya." Hikmah: Kisah ini menunjukkan istiqomah dalam menghadapi ujian dan cobaan,
serta pentingnya kesabaran. Ini relevan dengan ajaran tasawuf yang mengutamakan ketenangan dan tidak tergesa-gesa
dalam menghadapi ujian, serta menjaga akhlak dan sikap baik
terhadap sesama. 3. Imam Al-Junaidi – Ketenangan dalam Menghadapi Makhluk Imam Al-Junaidi adalah salah satu tokoh
besar tasawuf yang menekankan pentingnya kesabaran dan kerendahan hati. Suatu ketika, ada seorang murid
yang bertanya kepada beliau tentang makna tasawuf. Imam Al-Junaidi menjawab, "Tasawuf adalah bahwa engkau tidak membawa manusia pada keinginanmu, tetapi membawa dirimu pada keinginan mereka selama itu tidak melanggar
syariat." Beliau menambahkan bahwa seorang sufi sejati adalah mereka yang dapat tetap tenang dalam menghadapi orang lain, bahkan dalam
situasi yang sulit, dan tidak mengharapkan
apa-apa dari manusia, melainkan hanya dari Allah. Hikmah: Pelajaran dari Imam Al-Junaidi ini sangat relevan
dengan materi tentang tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, tetapi menyesuaikan diri dengan keinginan
mereka selama tidak bertentangan dengan syariat. Ini menunjukkan pentingnya keseimbangan antara hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia. Ketiga kisah ini memperkuat prinsip tasawuf yang menekankan istiqomah kepada Allah dan kebaikan akhlak terhadap sesama. |