Kamis, 10 Oktober 2024

Tanda-Tanda Kebaikan || Tanda Jujur

Penjelasan Tentang Tanda-Tanda Kebaikan ||Tanda Jujur

Wahai Sahabat Ali, kejujuran memiliki 3 tanda, yaitu menyembunyikan ibadah, menyembunyikan shodaqoh, dan menyembunyikan musibah.

 

يَا عَلِيُّ لِلصِّدْقِ ثَلَاثُ عَلَامَاتٍ كِتْمَانُ الْعِبَادَةِ وَكِتْمَانُ الصَّدَقَةِ وَكِتْمَانُ الْمُصِيْبَةِ

 

 

 

Pembukaan

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan kita nikmat iman dan Islam. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, yang telah memberikan kita petunjuk menuju jalan kebenaran. Pada kesempatan ini, kita akan membahas salah satu dawuh (sabda) Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم kepada Sayyidina Ali رضي الله عنه tentang tanda-tanda kejujuran, di mana kejujuran tidak hanya berkaitan dengan ucapan tetapi juga dengan sikap dan tindakan.

 

Pembahasan

Dawuh Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepada Sayyidina Ali رضي الله عنه menyebutkan tiga tanda kejujuran:

 

1. Menyembunyikan Ibadah

Kejujuran seseorang dapat dilihat dari bagaimana ia menjaga amal ibadahnya hanya untuk Allah, tanpa mencari pujian atau pengakuan dari manusia. Menyembunyikan ibadah adalah salah satu cara untuk menjaga niat agar ibadah tersebut murni karena Allah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an:

 

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

"Padahal mereka hanya diperintahkan untuk menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya dalam menjalankan agama yang lurus."
(QS. Al-Bayyinah: 5)

Menjaga ibadah tetap tersembunyi menunjukkan bahwa seseorang melakukan ibadah dengan penuh kejujuran, tanpa riya' (pamer) yang justru bisa merusak nilai amal.

 

2. Menyembunyikan Sedekah

Sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi lebih utama daripada yang dilakukan terang-terangan, karena hal itu menjaga niat untuk hanya berharap ridha Allah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyebutkan:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ ... وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ

"Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari kiamat, salah satunya adalah seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Menyembunyikan sedekah adalah bukti kejujuran karena seseorang hanya mengharap balasan dari Allah, bukan dari manusia.

 

3. Menyembunyikan Musibah

Orang yang jujur juga akan menyembunyikan musibah atau cobaan yang menimpa dirinya, karena ia bersabar dan hanya berharap pertolongan dari Allah. Hal ini merupakan bentuk tawakkal dan keyakinan bahwa Allah yang Maha Mengetahui akan memberikan pahala dan jalan keluar atas musibah yang dihadapinya. Allah سبحانه وتعالى berfirman:

 

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas."
(QS. Az-Zumar: 10)

Menyembunyikan musibah bukan berarti tidak boleh meminta bantuan ketika benar-benar membutuhkan, melainkan bentuk kesabaran dan keyakinan bahwa setiap cobaan adalah ujian dari Allah.

 

Kesimpulan

Dari dawuh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم kepada Sayyidina Ali رضي الله عنه, kita memahami bahwa kejujuran bukan hanya soal berkata benar, tetapi juga melibatkan tindakan yang ikhlas, jauh dari riya'. Menyembunyikan ibadah, sedekah, dan musibah adalah tiga tanda kejujuran yang menunjukkan bahwa seseorang melakukan segala amalnya hanya untuk Allah سبحانه وتعالى. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga niat agar setiap perbuatan baik yang kita lakukan murni karena Allah.

 

Saran

Untuk menjaga kejujuran dalam setiap amal kita, penting untuk melatih diri agar tidak mencari pujian dari manusia. Berikut adalah beberapa saran yang bisa diterapkan:

  1. Luruskan Niat: Sebelum memulai suatu amal, pastikan niatnya adalah semata-mata untuk Allah.
  2. Jaga Keikhlasan: Biasakan beribadah dan bersedekah secara tersembunyi, agar hanya Allah yang mengetahui amal kita.
  3. Latih Kesabaran: Ketika menghadapi musibah, tahan diri untuk tidak mengeluh berlebihan kepada manusia, tetapi berserah diri kepada Allah dan meminta pertolongan-Nya.

 

Harapan

Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang-orang yang jujur, yang mampu menjaga keikhlasan dalam setiap amal perbuatan. Semoga Allah سبحانه وتعالى memudahkan kita untuk terus memperbaiki niat dan amal, sehingga amal kita diterima dan mendapatkan balasan kebaikan di dunia maupun akhirat. Aamiin.

 

Berikut adalah tiga kisah hikmah dari para ulama besar, yaitu Imam Al-Ghazali, Imam Al-Junaidi Al-Baghdadi, dan Imam Asy-Syafi'i, yang relevan dengan tema kejujuran, keikhlasan, dan menyembunyikan amal kebaikan.

1. Kisah Imam Al-Ghazali: Menjaga Keikhlasan dalam Ibadah

Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama besar yang sangat menekankan pentingnya keikhlasan dalam setiap amal. Dalam bukunya, Ihya Ulumuddin, ia pernah menceritakan kisah dirinya yang sengaja meninggalkan majlis ilmu selama beberapa waktu untuk menghindari pujian dari orang-orang. Al-Ghazali menyadari bahwa pujian dari manusia bisa merusak niat yang tulus kepada Allah.

Dalam suatu majlis, Al-Ghazali menjelaskan, "Barang siapa beramal karena manusia, maka ia akan mendapatkan balasan dari manusia. Namun, barang siapa beramal karena Allah, maka Allah akan memberikan balasan yang lebih baik di dunia dan akhirat." Dengan menyembunyikan ibadah dan menghindari pujian, seseorang menjaga kejujurannya kepada Allah, tanpa riya' atau pamer.

Hikmah: Menyembunyikan ibadah adalah tanda keikhlasan, karena pujian manusia bisa menggoda hati dan merusak niat yang seharusnya murni untuk Allah.

2. Kisah Imam Al-Junaidi Al-Baghdadi: Menyembunyikan Sedekah

Imam Al-Junaidi adalah seorang sufi besar yang sangat hati-hati dalam menjaga keikhlasan amal. Suatu ketika, ada seorang faqir (orang miskin) datang kepada Imam Al-Junaidi meminta sedekah. Imam Al-Junaidi dengan lembut memberikan sedekahnya, namun beliau melakukannya dengan cara yang sangat tersembunyi, bahkan si faqir tersebut tidak tahu siapa yang memberinya sedekah. Ketika ditanya mengapa beliau menyembunyikan pemberian tersebut, Imam Al-Junaidi menjawab, "Aku tidak ingin amalku diketahui oleh manusia, karena hanya kepada Allah aku berharap balasan."

Imam Al-Junaidi meneladani hadits Nabi صلى الله عليه وسلم tentang menyembunyikan sedekah, agar tangan kiri tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanan. Ini adalah salah satu bentuk kejujuran dalam amal sedekah.

Hikmah: Menyembunyikan sedekah menjaga amal tetap ikhlas karena sedekah yang dilakukan tanpa diketahui orang lain akan lebih murni dan jauh dari riya'.

3. Kisah Imam Asy-Syafi'i: Menyembunyikan Musibah

Imam Asy-Syafi'i, seorang ulama besar dalam ilmu fiqh, memiliki banyak kisah tentang kesabaran menghadapi musibah tanpa mengeluh kepada manusia. Salah satu kisah yang terkenal adalah ketika beliau jatuh sakit dan tetap mengajar murid-muridnya seperti biasa, tanpa pernah mengeluhkan rasa sakit yang dirasakannya. Ketika ditanya mengapa beliau tidak meminta pertolongan dari orang lain, Imam Asy-Syafi'i menjawab, "Aku tidak ingin musibah yang menimpaku diketahui oleh orang lain, karena aku ingin bergantung sepenuhnya kepada Allah."

Beliau selalu berusaha menyembunyikan kesulitan dan musibah yang menimpanya, karena yakin bahwa kesabaran dalam menghadapi cobaan adalah tanda kejujuran iman dan tawakkal kepada Allah.

Hikmah: Menyembunyikan musibah menunjukkan kesabaran dan kejujuran dalam menghadapi ujian Allah, karena kita meyakini bahwa hanya Allah yang dapat memberikan pertolongan dan pahala.

 

Kesimpulan

Ketiga kisah di atas mengajarkan kepada kita pentingnya menjaga kejujuran dan keikhlasan dalam beramal, baik dalam ibadah, sedekah, maupun menghadapi musibah. Para ulama besar seperti Imam Al-Ghazali, Imam Al-Junaidi, dan Imam Asy-Syafi'i telah mencontohkan betapa berharga amal yang disembunyikan dan dilakukan dengan niat murni hanya untuk Allah سبحانه وتعالى. Semoga kita bisa mengambil hikmah dan teladan dari kisah-kisah tersebut.