Penjelasan
Tentang Tanda-Tanda Kebaikan ||Tanda Jujur |
||
Wahai Sahabat Ali, kejujuran memiliki 3 tanda, yaitu menyembunyikan ibadah, menyembunyikan shodaqoh, dan menyembunyikan musibah. |
|
يَا
عَلِيُّ
لِلصِّدْقِ
ثَلَاثُ
عَلَامَاتٍ
كِتْمَانُ
الْعِبَادَةِ
وَكِتْمَانُ
الصَّدَقَةِ
وَكِتْمَانُ
الْمُصِيْبَةِ |
|
|
|
Pembukaan
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan kita nikmat iman
dan Islam. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad صلى الله
عليه وسلم, yang telah memberikan kita petunjuk menuju jalan kebenaran. Pada kesempatan ini, kita akan
membahas salah satu dawuh (sabda)
Nabi Muhammad صلى
الله عليه
وسلم
kepada Sayyidina Ali رضي الله
عنه tentang tanda-tanda kejujuran, di mana kejujuran tidak hanya berkaitan dengan ucapan tetapi juga dengan
sikap dan tindakan. Pembahasan
Dawuh Rasulullah
صلى الله
عليه وسلم kepada Sayyidina Ali رضي
الله عنه menyebutkan tiga
tanda kejujuran: 1. Menyembunyikan Ibadah
Kejujuran seseorang
dapat dilihat dari bagaimana ia menjaga amal
ibadahnya hanya untuk Allah, tanpa mencari pujian atau pengakuan dari manusia. Menyembunyikan ibadah adalah salah satu cara untuk
menjaga niat agar ibadah tersebut murni karena Allah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an: وَمَا
أُمِرُوا
إِلَّا
لِيَعْبُدُوا
اللَّهَ
مُخْلِصِينَ
لَهُ
الدِّينَ
حُنَفَاءَ "Padahal mereka hanya diperintahkan untuk menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya dalam menjalankan agama yang lurus." Menjaga ibadah tetap tersembunyi menunjukkan bahwa seseorang melakukan ibadah dengan penuh kejujuran, tanpa riya' (pamer) yang justru bisa merusak nilai amal. 2. Menyembunyikan Sedekah
Sedekah yang dilakukan
secara sembunyi-sembunyi lebih utama daripada
yang dilakukan terang-terangan,
karena hal itu menjaga niat
untuk hanya berharap ridha Allah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah صلى الله
عليه وسلم menyebutkan: سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمُ
اللَّهُ فِي
ظِلِّهِ
يَوْمَ لَا
ظِلَّ
إِلَّا
ظِلُّهُ ...
وَرَجُلٌ
تَصَدَّقَ
بِصَدَقَةٍ
فَأَخْفَاهَا
حَتَّى لَا
تَعْلَمَ
شِمَالُهُ
مَا
تُنْفِقُ يَمِينُهُ "Ada
tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari kiamat, salah satunya
adalah seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya hingga tangan
kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya." Menyembunyikan sedekah
adalah bukti kejujuran karena seseorang hanya mengharap balasan dari Allah, bukan dari manusia. 3. Menyembunyikan Musibah
Orang yang jujur
juga akan menyembunyikan musibah atau cobaan yang menimpa dirinya, karena ia bersabar
dan hanya berharap pertolongan dari Allah. Hal ini merupakan bentuk tawakkal dan keyakinan bahwa Allah yang Maha Mengetahui akan memberikan pahala dan jalan
keluar atas musibah yang dihadapinya. Allah
سبحانه
وتعالى berfirman: إِنَّمَا
يُوَفَّى
الصَّابِرُونَ
أَجْرَهُم
بِغَيْرِ
حِسَابٍ "Sesungguhnya
hanya orang-orang yang bersabarlah
yang disempurnakan pahalanya
tanpa batas." Menyembunyikan musibah
bukan berarti tidak boleh meminta
bantuan ketika benar-benar membutuhkan, melainkan bentuk kesabaran dan keyakinan bahwa setiap cobaan adalah ujian dari Allah. Kesimpulan
Dari dawuh Nabi Muhammad صلى
الله عليه
وسلم kepada Sayyidina Ali رضي
الله عنه, kita memahami bahwa kejujuran bukan hanya soal
berkata benar, tetapi juga melibatkan tindakan yang ikhlas, jauh dari riya'.
Menyembunyikan ibadah, sedekah, dan musibah adalah tiga tanda kejujuran yang
menunjukkan bahwa seseorang melakukan segala amalnya hanya untuk Allah سبحانه
وتعالى. Hal ini menunjukkan
betapa pentingnya menjaga niat agar setiap perbuatan baik yang kita lakukan murni karena Allah. Saran
Untuk menjaga kejujuran dalam setiap amal kita, penting
untuk melatih diri agar tidak mencari pujian dari manusia. Berikut adalah beberapa saran yang bisa diterapkan:
Harapan
Semoga kita semua termasuk
dalam golongan
orang-orang yang jujur, yang mampu
menjaga keikhlasan dalam setiap amal perbuatan. Semoga Allah سبحانه
وتعالى memudahkan kita
untuk terus memperbaiki niat dan amal, sehingga
amal kita diterima dan mendapatkan balasan kebaikan di dunia maupun akhirat. Aamiin. Berikut adalah tiga
kisah hikmah dari para ulama besar, yaitu Imam Al-Ghazali, Imam Al-Junaidi
Al-Baghdadi, dan Imam Asy-Syafi'i, yang relevan dengan tema kejujuran,
keikhlasan, dan menyembunyikan amal kebaikan. 1. Kisah
Imam Al-Ghazali: Menjaga Keikhlasan dalam Ibadah Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama besar yang sangat menekankan pentingnya keikhlasan dalam setiap amal. Dalam bukunya,
Ihya Ulumuddin,
ia pernah menceritakan kisah dirinya yang sengaja meninggalkan majlis ilmu selama beberapa
waktu untuk menghindari pujian dari orang-orang. Al-Ghazali menyadari bahwa pujian dari manusia
bisa merusak niat yang tulus kepada Allah. Dalam suatu majlis, Al-Ghazali menjelaskan, "Barang siapa beramal karena manusia, maka ia akan
mendapatkan balasan dari manusia. Namun, barang siapa beramal karena Allah, maka Allah akan memberikan balasan yang lebih baik di dunia dan akhirat." Dengan menyembunyikan ibadah dan menghindari
pujian, seseorang menjaga kejujurannya kepada Allah, tanpa riya' atau pamer. Hikmah: Menyembunyikan
ibadah adalah tanda keikhlasan, karena pujian manusia bisa menggoda hati dan merusak niat
yang seharusnya murni untuk Allah. 2. Kisah
Imam Al-Junaidi Al-Baghdadi: Menyembunyikan
Sedekah Imam Al-Junaidi adalah seorang sufi besar yang sangat hati-hati dalam menjaga keikhlasan amal. Suatu ketika, ada seorang faqir
(orang miskin) datang kepada Imam Al-Junaidi meminta sedekah. Imam Al-Junaidi dengan lembut memberikan sedekahnya, namun beliau melakukannya dengan cara yang sangat tersembunyi, bahkan si faqir
tersebut tidak tahu siapa yang memberinya sedekah. Ketika ditanya mengapa beliau menyembunyikan pemberian tersebut, Imam Al-Junaidi menjawab, "Aku tidak ingin amalku
diketahui oleh manusia, karena hanya kepada Allah aku berharap balasan." Imam Al-Junaidi meneladani hadits Nabi صلى
الله عليه
وسلم
tentang menyembunyikan sedekah, agar tangan kiri tidak mengetahui
apa yang diberikan oleh tangan kanan.
Ini adalah salah satu bentuk
kejujuran dalam amal sedekah. Hikmah: Menyembunyikan
sedekah menjaga amal tetap ikhlas
karena sedekah yang dilakukan tanpa diketahui orang lain akan lebih murni dan
jauh dari riya'. 3. Kisah Imam Asy-Syafi'i: Menyembunyikan Musibah Imam
Asy-Syafi'i, seorang ulama besar dalam
ilmu fiqh, memiliki banyak kisah tentang kesabaran menghadapi musibah tanpa mengeluh kepada manusia. Salah satu kisah yang terkenal adalah ketika beliau jatuh sakit dan tetap
mengajar murid-muridnya seperti biasa, tanpa pernah mengeluhkan rasa sakit yang dirasakannya. Ketika ditanya mengapa beliau tidak meminta pertolongan dari orang lain, Imam Asy-Syafi'i menjawab, "Aku tidak ingin
musibah yang menimpaku diketahui oleh orang lain, karena aku ingin
bergantung sepenuhnya kepada Allah." Beliau selalu berusaha menyembunyikan kesulitan dan musibah yang menimpanya, karena yakin bahwa kesabaran dalam menghadapi cobaan adalah tanda kejujuran iman dan tawakkal
kepada Allah. Hikmah: Menyembunyikan
musibah menunjukkan kesabaran dan kejujuran dalam menghadapi ujian Allah, karena kita meyakini
bahwa hanya Allah yang dapat memberikan pertolongan dan pahala. Kesimpulan Ketiga kisah di atas mengajarkan kepada kita pentingnya
menjaga kejujuran dan keikhlasan dalam beramal, baik dalam ibadah,
sedekah, maupun menghadapi musibah. Para ulama besar seperti
Imam Al-Ghazali, Imam Al-Junaidi,
dan Imam Asy-Syafi'i telah mencontohkan betapa berharga amal yang disembunyikan dan dilakukan dengan niat murni
hanya untuk Allah سبحانه
وتعالى. Semoga kita
bisa mengambil hikmah dan teladan
dari kisah-kisah tersebut. |
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|