Minggu, 06 Oktober 2024

Batasan penyakit yang disunnahkan untuk dijenguk || Irsyadul Ibad || Iyyadzul Maridz

 
Batasan penyakit yang disunnahkan untuk dijenguk

Batasan penyakit yang disunnahkan untuk dijenguk adalah penyakit yang membolehkan seseorang meninggalkan shalat Jumat, walaupun hanya sakit mata. Yakni, apabila keluar rumah dan berjalan menjadi sulit, seperti kesulitan berjalan di atas lumpur. Maka, sakit kepala atau sakit gigi ringan tidak memiliki pengaruh (untuk membolehkan meninggalkan shalat Jumat).

 

وَضَابِطُ الْمَرَضِ الَّذِي يُسَنُّ الْعِيَادَةُ مِنْهُ مَا يُبِيحُ تَرْكَ الْجُمُعَةِ وَلَوْ رَمَدًا، بِأَنْ يَكُونَ مَشَقَّةُ الْخُرُوجِ وَالْمَشْيِ مَعَهُ كَمَشَقَّةِ الْمَشْيِ فِي الْوَحْلِ، فَلَا أَثَرَ لِصُدَاعٍ وَوَجَعِ ضِرْسٍ خَفِيفَيْنِ.

 

 

 

Para ulama belakangan dari kalangan madzhab kami mengatakan bahwa menjenguk orang sakit pada hari Jumat lebih utama daripada hari-hari lainnya. Disunnahkan bagi yang menjenguk untuk menghibur hati si sakit dengan menyebutkan sebagian pahala sakit dan kesabaran atasnya, serta berusaha memberikan makanan yang diinginkannya jika tidak membahayakan. Hendaknya juga tidak melarang si sakit untuk mengeluh (merintih). Mereka yang secara mutlak melarang mengeluh telah keliru. Ya, jika memungkinkan untuk menasihati dengan lembut bahwa dzikir lebih utama, maka lakukanlah. Hendaknya juga meminta doa dari si sakit untuk kesehatan dirinya, berdasarkan hadits yang menyebutkan tentang anjuran hal tersebut, serta bahwa doa orang sakit sebanding dengan doa para malaikat. Juga shahih bahwa Rasulullah shallallahualaihi wasallam, ketika masuk menjenguk orang sakit, beliau bersabda, "Tidak apa-apa, insya Allah penyakit ini adalah penyuci dosa." [HR. Bukhari no. 5656].

 

وَقَالَ مُتَأَخِّرُو أَئِمَّتِنَا: إِنَّ الْعِيَادَةَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَفْضَلُ مِنْهَا فِي غَيْرِهِ. وَيُسَنُّ لِلْعَائِدِ أَنْ يُطَيِّبَ نَفْسَهُ بِذِكْرِ بَعْضِ ثَوَابِ الْمَرَضِ وَالصَّبْرِ عَلَيْهِ، وَأَنْ يَحْصُلَ مُشْتَهَاهُ إِنْ لَمْ يَضُرَّهُ، وَأَنْ لَا يَعْتَرِضَ عَلَيْهِ فِي الْأَنِينِ. وَقَدْ غَلِطُوا مَنْ أَطْلَقَ كَرَاهَتَهُ. نَعَمْ، إِنْ أَمْكَنَهُ أَنْ يُرْشِدَهُ بِلُطْفٍ إِلَى أَنَّ الذِّكْرَ أَوْلَى فَعَلَ، وَأَنْ يَسْأَلَ الْمَرِيضَ الدُّعَاءَ لَهُ لِصِحَّتِهِ الْخَبَرِ بِالْأَمْرِ بِهِ وَأَنَّهُ كَدُعَاءِ الْمَلَائِكَةِ، وَصَحَّ أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا دَخَلَ عَلَى مَرِيضٍ قَالَ: لَا بَأْسَ طَهُورٌ إِنْ شَاءَ اللهُ، أَي مَرَضُكَ يُطَهِّرُ مِنَ الذُّنُوبِ. [الْبُخَارِي رَقْم 5656].

 

 

 

Juga shahih bahwa barangsiapa yang mengucapkan, "Aku memohon kepada Allah Yang Maha Agung, RabbArsy yang agung, agar menyembuhkanmu," sebanyak tujuh kali di hadapan orang yang sakit dan belum datang ajalnya, maka Allah akan menyembuhkannya dari sakitnya. [HR. Abu Dawud no. 3106, Tirmidzi no. 2083]. Hendaknya membaca Fathah pada huruf "kaf" (pada kata "ka Khitob") dalam konteks perempuan sesuai dengan lafadz yang diriwayatkan.

 

وَصَحَّ أَيْضًا أَنَّ مَنْ قَالَ: أَسْأَلُ اللهَ الْعَظِيمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ أَنْ يُعَافِيَكَ وَيَشْفِيَكَ سَبْعَ مَرَّاتٍ عِنْدَ مَرِيضٍ لَمْ يَحْضُرْهُ أَجَلُهُ، عَافَاهُ اللهُ مِنْ مَرَضِهِ. [أَبُو دَاوُد رَقْم 3106، التِّرْمِذِي رَقْم 2083]. وَيَنْبَغِي فَتْحُ الْكَافِ فِي الْمُؤَنَّثِ لِاتِّبَاعِ اللَّفْظِ الْوَارِدِ.