المسألة
الرابعة وَهِيَ
أَنَّ
الرُّوحَ
هَلْ
تَمُوتُ
أَمِ الْمَوْتُ
لِلْبَدَنِ
وَحْدَهُ؟ |
|
Masalah Keempat: Apakah roh itu
mati atau kematian hanya untuk tubuh saja? |
|
|
|
اِخْتَلَفَ
النَّاسُ
فِي هَذَا،
فَقَالَتْ
طَائِفَةٌ
تَمُوتُ
الرُّوحُ
وَتَذُوقُ الْمَوْتَ
لِأَنَّهَا
نَفْسٌ، وَكُلُّ
نَفْسٍ
ذَائِقَةُ
الْمَوْتِ. |
|
Orang-orang berbeda pendapat mengenai hal ini. Beberapa mengatakan bahwa roh mengalami kematian dan merasakan kematian karena roh adalah "nafs" (jiwa), dan setiap jiwa akan
merasakan kematian. |
|
|
|
قَالُوا:
وَقَدْ
دَلَّتِ
الأَدِلَّةُ
عَلَى
أَنَّهُ لاَ
يَبْقَى
إِلَّا
اللَّهُ
وَحْدَهُ،
قَالَ
تَعَالَى:
﴿كُلُّ مَنْ
عَلَيْهَا
فَانٍۢ وَيَبْقَىٰ
وَجْهُ
رَبِّكَ ذُو
ٱلْجَلَٰلِ
وَٱلْإِكْرَامِ﴾ وَقَالَ
تَعَالَى:
﴿كُلُّ
شَيْءٍۢ
هَالِكٌ إِلَّا
وَجْهَهُۥ﴾. |
|
Mereka juga berargumen bahwa dalil menunjukkan tidak ada yang kekal kecuali Allah saja, sebagaimana firman-Nya: "Setiap yang ada di bumi itu
akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan"
(QS. Ar-Rahman: 26-27). Dan Allah juga berfirman:
"Segala sesuatu pasti
binasa kecuali
Wajah-Nya" (QS. Al-Qashash: 88). |
|
|
|
قَالُوا:
وَإِذَا
كَانَتِ
الْمَلَائِكَةُ
تَمُوتُ
فَالنُّفُوسُ
الْبَشَرِيَّةُ
أَوْلَى
بِالْمَوْتِ،
قَالُوا:
وَقَدْ
قَالَ تَعَالَى
عَنْ أَهْلِ
النَّارِ
إِنَّهُمْ قَالُوا:
﴿رَبَّنَآ
أَمَتَّنَا
ٱثْنَتَيْنِ
وَأَحْيَيْتَنَا
ٱثْنَتَيْنِ﴾ فَالْمَوْتَةُ
الْأُولَى
هَذِهِ
الْمَشْهُودَةُ
وَمِي
لِلْبَدَنِ
وَالأُخْرَى
لِلرُّوحِ. |
|
Mereka juga berargumen, jika malaikat saja mengalami kematian, maka jiwa manusia
lebih layak mengalami kematian. Mereka mengatakan bahwa Allah berfirman tentang penghuni neraka: "Ya Tuhan kami, Engkau
telah mematikan kami dua
kali dan telah menghidupkan
kami dua kali" (QS. Ghafir: 11). Maka kematian pertama adalah kematian yang disaksikan untuk tubuh, dan yang kedua untuk roh. |
|
|
|
وَقَالَ
آخَرُونَ: لاَ
تَمُوتُ
الأَرْوَاحُ،
فَإِنَّهَا
خُلِقَتْ
لِلْبَقَاءِ؛
وَإِنَّمَا
تَمُوتُ الأَبْدَانُ.
قَالُوا:
وَقَدْ
دَلَّتْ
عَلَى هَذَا
الأَحَادِيثُ
الدَّالَّةُ
عَلَى نَعِيمِ
الأَرْوَاحِ
وَعَذَابِهَا
بَعْدَ الْمُفَارَقَةِ
إِلَى أَنْ
يَرْجِعَهَا
اللَّهُ فِي
أَجْسَادِهَا،
وَلَوْ
مَاتَتِ الأَرْوَاحُ
لَانْقَطَعَ
عَنْهَا
النَّعِيمُ
وَالْعَذَابُ، |
|
Namun, pendapat lain mengatakan bahwa roh tidak
mati karena diciptakan untuk kekal. Hanya tubuh saja yang mati. Mereka berargumen bahwa ada hadis
yang menunjukkan adanya kenikmatan dan azab bagi roh setelah
berpisah dari tubuh hingga Allah mengembalikannya ke tubuh mereka. Jika roh itu mati,
maka kenikmatan dan azab tersebut akan terputus. |
|
|
|
وَقَدْ
قَالَ
تَعَالَى:
﴿وَلاَ
تَحْسَبَنَّ
الَّذِينَ
قُتِلُوا
فِي سَبِيلِ
اللَّهِ أَمْوَاتًا
بَلْ
أَحْيَاءٌ
عِندَ
رَبِّهِمْ
يُرْزَقُونَۚ فَرِحِينَ
بِمَآ
ءَاتَىٰهُمُ
اللَّهُ مِن
فَضْلِهِۦ
وَيَسْتَبْشِرُونَ
بِٱلَّذِينَ
لَمْ
يَلْحَقُواْ
بِهِم﴾. هَذَا
مَعَ
الْقَطْعِ
بِأَنَّ
أَرْوَاحَهُمْ
قَدْ
فَارَقَتْ
أَجْسَادَهُمْ
وَقَدْ ذَاقَتِ
الْمَوْتَ. |
|
Dan Allah Ta'ala telah berfirman: "Dan janganlah kamu mengira orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati; sebenarnya
mereka itu hidup di sisi Tuhan mereka dengan diberi rezeki, mereka bergembira dengan karunia yang Allah berikan kepada mereka dan mereka juga menanti-nantikan orang-orang yang belum
menyusul mereka."
Ini dengan keyakinan bahwa ruh mereka
telah meninggalkan jasad mereka dan mereka telah merasakan kematian. |
|
|
|
وَالصَّوَابُ
أَنْ
يُقَالَ: مَوْتُ
النُّفُوسِ
هُوَ
مُفَارَقَتُهَا
لِأَجْسَادِهَا
وَخُرُوجُهَا
مِنْهَا. فَإِنْ
أُرِيدَ
بِمَوْتِهَا
هَذَا
الْقَدْرُ فَهِيَ
ذَائِقَةُ
الْمَوْتِ،
وَإِنْ أُرِيدَ
أَنَّهَا
تَعْدِمُ
وَتَضْمَحِلُّ
وَتَصِيرُ
عَدَمًا
مَحْضًا
فَهِيَ لاَ
تَمُوتُ
بِهَذَا
الِاعْتِبَارِ
بَلْ هِيَ
بَاقِيَةٌ
بَعْدَ
خَلْقِهَا
فِي نَعِيمٍ
أَوْ فِي عَذَابٍ
كَمَا
سَيَأْتِي
إِنْ شَاءَ
اللَّهُ
تَعَالَى
بَعْدَ
هَذَا
وَكَمَا
صَرَّحَ بِهِ
النَّصُّ
إِنَّهَا
كَذَلِكَ
حَتَّى يَرُدَّهَا
اللَّهُ فِي
جَسَدِهَا. |
|
Kesimpulan yang
benar adalah: Kematian roh adalah perpisahannya dari tubuh dan keluarnya dari tubuh. Jika yang dimaksud dengan kematian roh adalah hal
ini, maka roh memang merasakan
kematian. Tetapi jika yang dimaksud adalah roh itu
lenyap dan menjadi ketiadaan mutlak, maka roh tidak
mati dalam pengertian ini. Sebaliknya, roh akan tetap ada
setelah diciptakan, dalam kenikmatan atau azab, sebagaimana
akan dijelaskan lebih lanjut, hingga Allah mengembalikannya ke tubuhnya. |
|
|
|
وَقَدْ
نَظَمَ
أَحْمَدُ
بْنُ
الْحُسَيْنِ
الْكِنْدِيُّ
هَذَا
الِاخْتِلَافَ
فِي قَوْلِهِ: |
|
Dan Imam Ahmad bin Al-Husain Al-Kindi telah menggubah perselisihan ini dalam syairnya: |
|
|
|
تَنَازَعَ
النَّاسُ
حَتَّى لاَ
اتِّفَاقَ لَهُمْ
|
# |
إِلَّا
عَلَى
شَجَبٍ
وَالْخُلْفُ
فِي الشَّجَبِ |
"Manusia
berselisih pendapat hingga tidak ada kesepakatan di antara mereka, |
|
Kecuali dalam keadaan
takdir, dan perbedaan pendapat ada dalam masalah takdir |
|
|
|
فَقِيلَ
تَخْلُصُ
نَفْسُ
الْمَرْءِ
سَالِمَةً |
# |
وَقِيلَ
تُشْرِكُ
جِسْمَ
الْمَرْءِ
فِي الْعَطَبِ |
Dikatakan bahwa jiwa seseorang akan selamat |
|
Dan dikatakan
bahwa tubuh seseorang juga akan terkena kerusakan." |
|
|
|
فَإِنْ
قِيلَ: فَعِنْدَ
النَّفْخِ
فِي
الصُّورِ
هَلْ تَبْقَى
الأَرْوَاحُ
حَيَّةً
كَمَا هِيَ
أَمْ تَمُوتُ
ثُمَّ
تَحْيَا؟
قِيلَ: قَدْ
قَالَ تَعَالَى:
﴿وَنُفِخَ
فِي
ٱلصُّورِ
فَصَعِقَ مَن
فِي
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
وَمَن فِي
ٱلْأَرْضِ
إِلَّا مَن
شَآءَ
ٱللَّهُ﴾
فَقَدِ
اسْتَثْنَى
اللَّهُ
سُبْحَانَهُ
بَعْضَ مَن
فِي السَّمَاوَاتِ
وَمَن فِي
الأَرْضِ
مِنْ هَذَا
الصَّعْقِ. |
|
Maka, jika dikatakan: Ketika tiupan sangkakala (terompet) ditiup, apakah roh tetap
hidup seperti adanya ataukah mati kemudian hidup kembali? Dikatakan bahwa Allah berfirman: "Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah semua yang di langit dan yang di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah" (QS. Az-Zumar: 68). Maka, Allah mengecualikan sebagian dari mereka yang ada di langit dan di bumi dari kematian
ini. |
|
|
|
فَقِيلَ:
هُمْ
الشُّهَدَاءُ؛
هَذَا
قَوْلُ أَبِي
هُرَيْرَةَ،
وَابْنِ
عَبَّاسٍ،
وَسَعِيدِ
بْنِ
جُبَيْرٍ. وَقِيلَ:
هُمْ
جِبْرِيلُ
وَمِيكَائِيلُ
وَإِسْرَافِيلُ
وَمَلَكُ
الْمَوْتِ؛
وَهَذَا
قَوْلُ
مُقَاتِلٍ،
وَغَيْرِهِ. |
|
Dikatakan bahwa mereka yang dikecualikan adalah para syuhada; ini adalah pendapat Abu Hurairah,
Ibnu Abbas, dan Said bin Jubair. Ada juga yang mengatakan
bahwa mereka adalah Jibril, Mikail, Israfil, dan Malaikat
Maut; dan ini adalah pendapat Muqatil dan lainnya. |
|
|
|
وَقِيلَ:
هُمْ
الَّذِينَ
فِي
الْجَنَّةِ
مِنَ
الْحُورِ
الْعِينِ،
وَغَيْرِهِمْ،
وَمِنَ
النَّارِ
مِنْ أَهْلِ
الْعَذَابِ
وَخَزَنَتِهَا؛
قَالَهُ:
أَبُو
إِسْحَاقَ
بْنُ شَاقِلًا
مِنْ
أَصْحَابِنَا. |
|
Ada pula yang mengatakan bahwa mereka adalah para bidadari surga dan selain mereka, serta penjaga neraka dan para malaikat azab. Abu Ishaq bin Shaqila dari kalangan pengikut kami mengatakan demikian. |
|
|
|
وَقَدْ
نَصَّ
الإِمَامُ
أَحْمَدُ
عَلَى أَنَّ
الْحُورَ
الْعِينِ
وَالْوِلْدَانَ
لاَ
يَمُتْنَ
عِنْدَ
النَّفْخِ
فِي
الصُّورِ؛
وَقَدْ
أَخْبَرَ
سُبْحَانَهُ
أَنَّ أَهْلَ
الْجَنَّةِ
لاَ
يَذُوقُونَ
فِيهَا الْمَوْتَ
إِلَّا
الْمَوْتَةَ
الأُولَى
وَهَذَا
نَصٌّ عَلَى
أَنَّهُمْ
لاَ
يَمُوتُونَ
غَيْرَ
تِلْكَ
الْمَوْتَةِ
الأُولَى
فَلَوْ
مَاتُوا
مَرَّةً
ثَانِيَةً
لَكَانَتْ
مَوْتَتَانِ؛
وَأَمَّا
قَوْلُ
أَهْلِ
النَّارِ:
﴿رَبَّنَآ
أَمَتَّنَا
ٱثْنَتَيْنِ
وَأَحْيَيْتَنَا
ٱثْنَتَيْنِ﴾
فَتَفْسِيرُ
هَذِهِ
الآيَةِ
الَّتِي فِي
الْبَقَرَةِ
وَهِيَ
قَوْلُهُ
تَعَالَى:
﴿كَيْفَ
تَكْفُرُونَ
بِاللَّهِ
وَكُنتُمْ
أَمْوَٰتًۭا
فَأَحْيَاكُمْ
ثُمَّ
يُمِيتُكُمْ
ثُمَّ
يُحْيِيكُمْ﴾
فَكَانُوا
أَمْوَاتًا
وَهُمْ
نُطَفٌ فِي أَصْلاَبِ
آبَائِهِمْ،
وَفِي
أَرْحَامِ
أُمَّهَاتِهِمْ،
ثُمَّ
أَحْيَاهُمْ
بَعْدَ ذَلِكَ،
ثُمَّ
أَمَاتَهُمْ،
ثُمَّ
يُجِيبُهُمْ
يَوْمَ
النُّشُورِ؛
وَلَيْسَ
فِي ذَلِكَ
إِمَاتَةُ
أَرْوَاحِهِمْ
قَبْلَ
يَوْمِ
الْقِيَامَةِ
وَإِلَّا
كَانَتْ
ثَلاَثَ
مَوْتَاتٍ؛ وَصَعْقُ
الأَرْوَاحِ
عِنْدَ
النَّفْخِ فِي
الصُّورِ
لاَ
يَلْزَمُ
مِنْهُ
مَوْتُهَا؛
فَفِي
الْحَدِيثِ
الصَّحِيحِ:
أَنَّ النَّاسَ
يُصْعَقُونَ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ،
فَأَكُونُ
أَوَّلَ
مَنْ
يُفِيقُ،
فَإِذَا مُوسَى
آخِذٌ
بِقَائِمَةِ
الْعَرْشِ
فَلاَ
أَدْرِي
أَفَاقَ
قَبْلِي
أَمْ
جُوزِيَ بِصَعْقَتِهِ
يَوْمَ
الطُّورِ. |
|
Imam Ahmad menyatakan bahwa para bidadari surga dan anak-anak tidak mati ketika ditiup
sangkakala. Allah juga telah
mengabarkan bahwa penghuni surga tidak merasakan kematian kecuali kematian pertama. Ini adalah nash yang menunjukkan bahwa mereka tidak mati kecuali sekali itu saja;
jika mereka mati lagi, maka
ada dua kematian. Sedangkan firman Allah tentang penghuni neraka: "Ya Tuhan kami, Engkau
telah mematikan kami dua
kali dan menghidupkan kami dua kali" (QS. Ghafir: 11). Penafsiran ayat ini yang ada di Surah Al-Baqarah, yaitu firman-Nya: "Bagaimana kamu bisa kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu, kemudian Dia menghidupkan kamu kembali" (QS. Al-Baqarah: 28). Artinya, mereka dahulu mati ketika masih
berupa nutfah di tulang sulbi bapak-bapak mereka dan rahim ibu-ibu mereka. Kemudian Allah menghidupkan mereka setelah itu, lalu mematikan mereka, kemudian menghidupkan mereka lagi pada hari kebangkitan. Tidak ada dalam hal ini
kematian roh sebelum hari kiamat, kalau tidak, maka akan
ada tiga kematian. Dan tiupan sangkakala roh tidak harus
berarti kematian mereka; dalam hadis sahih disebutkan bahwa manusia tersengat pada hari kiamat, dan aku adalah yang pertama kali tersadar. Ternyata Musa memegang salah satu tiang arsy; aku
tidak tahu apakah dia tersadar
sebelum aku atau dia diberi
ganti rugi dengan tersengatnya dia pada hari gunung Sinai. |
|
|
|
فَهَذَا
صَعْقٌ فِي
مَوْقِفِ
الْقِيَامَةِ
إِذَا جَاءَ
اللَّهُ
تَعَالَى
لِفَصْلِ الْقَضَاءِ،
وَأَشْرَقَتِ
الأَرْضُ
بِنُورِهِ،
فَحِينَئِذٍ
تَصْعَقُ
الْخَلاَئِقُ
كُلُّهُمْ، قَالَ
تَعَالَى:
﴿فَذَرْهُمْ
حَتَّىٰ
يُلَٰقُواْ
يَوْمَهُمُ
ٱلَّذِى
فِيهِ
يُصْعَقُونَۖ﴾
وَلَوْ
كَانَ هَذَا
الصَّعْقُ
مَوْتًا
لَكَانَتْ
مَوْتَةً
أُخْرَى؛
وَقَدْ تَنَبَّهَ
لِهَذَا
جَمَاعَةٌ
مِنَ
الْفُضَلَاءِ
فَقَالَ
أَبُو
عَبْدِ
اللَّهِ
الْقُرْطُبِيُّ:
ظَاهِرُ
هَذَا
الْحَدِيثِ
أَنَّ
هَذِهِ
صَعْقَةُ
غَشْيٍ
تَكُونُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ
لاَ
صَعْقَةُ
الْمَوْتِ
الْحَادِثَةِ
عَنْ نَفْخِ
الصُّورِ. |
|
Ini adalah sengatan dalam posisi kiamat ketika Allah datang untuk memutuskan penghakiman, dan bumi bersinar dengan cahaya-Nya, maka makhluk semuanya tersengat. Allah berfirman: "Maka biarkanlah
mereka sampai mereka menemui hari mereka yang padanya mereka tersengat." (QS. At-Tur: 45). Jika sengatan ini adalah kematian, maka itu adalah
kematian lain; dan sekelompok
orang bijak telah menyadari hal ini. Abu Abdullah Al-Qurtubi mengatakan
bahwa tampaknya hadis ini menunjukkan
bahwa ini adalah sengatan pingsan yang terjadi pada hari kiamat, bukan sengatan mati yang terjadi karena tiupan sangkakala. |
|
|
|
قَالَ:
وَقَدْ
قَالَ
شَيْخُنَا
أَحْمَدُ بْنُ
عَمْرٍو:
ظَاهِرُ
حَدِيثِ
النَّبِيِّ
الله
يَدُلُّ
عَلَى أَنَّ
هَذِهِ
الصَّعْقَةَ
إِنَّمَا
هِيَ بَعْدَ
النَّفْخَةِ
الثَّانِيَةِ،
نَفْخَةِ
الْبَعْثِ؛
وَنَصُّ الْقُرْآنِ
يَقْتَضِي
أَنَّ
ذَلِكَ
الِاسْتِثْنَاءَ
إِنَّمَا
هُوَ بَعْدَ
نَفْخَةِ الصَّعْقِ؛
وَلَمَّا
كَانَ هَذَا
قَالَ بَعْضُ
الْعُلَمَاءِ:
يُحْتَمَلُ
أَنْ يَكُونَ
مُوسَى
مِمَّنْ
لَمْ يَمُتْ
مِنَ
الأَنْبِيَاءِ؛
وَهَذَا
بَاطِلٌ. |
|
Dia berkata: Dan guru kami Ahmad bin Amru
mengatakan bahwa tampaknya hadis Nabi menunjukkan bahwa sengatan ini hanya setelah tiupan kedua, tiupan kebangkitan; dan nash Al-Quran menunjukkan bahwa pengecualian itu hanya setelah
tiupan sengatan; dan ketika hal ini
dikatakan, sebagian ulama
mengatakan bahwa mungkin Musa termasuk di antara nabi-nabi yang tidak mati; dan ini salah. |
|
|
|
وَقَالَ
الْقَاضِي
عِيَاضٌ:
يُحْتَمَلُ
أَنْ
يَكُونَ
الْمُرَادُ
بِهَذِهِ
صَعْقَةَ فَزَعٍ
بَعْدَ
النُّشُورِ
حِينَ
تَنْشَقُّ
السَّمَوَاتُ
وَالأَرْضُ، |
|
Al-Qadhi Iyadh berkata bahwa mungkin yang dimaksud dengan sengatan ini adalah sengatan
ketakutan setelah kebangkitan ketika langit dan bumi terbelah. |
|
|
|
قَالَ:
فَتَسْتَقِلُّ
الأَحَادِيثُ
وَالآثَارُ.
وَرَدَّ
عَلَيْهِ
أَبُو
الْعَبَّاسِ
الْقُرْطُبِيُّ
فَقَالَ:
يُرَدُّ
هَذَا قَوْلُهُ
فِي
الْحَدِيثِ
الصَّحِيحِ:
إِنَّهُ
حِينَ
يَخْرُجُ
مِنْ
قَبْرِهِ
يَلْقَى مُوسَى
آخِذًا
بِقَائِمَةِ
الْعَرْشِ؛ قَالَ:
وَهَذَا
إِنَّمَا
عِنْدَ
نَفْخَةِ الْفَزَعِ. |
|
Dia berkata: Maka hadits-hadits dan
atsar-atsar ini berpisah. Dan Abu Al-Abbas Al-Qurtubi menanggapi
dengan berkata: Ini adalah jawaban yang keliru dalam hadis sahih: Ketika dia keluar dari kuburnya,
dia menemui Musa memegang salah satu tiang arsy; dia
berkata: Dan ini hanya ketika tiupan ketakutan. |
|
|
|
قَالَ
أَبُو
عَبْدِ
اللَّهِ:
وَقَالَ
شَيْخُنَا
أَحْمَدُ
بْنُ
عَمْرٍو:
الَّذِي
يُزِيحُ
هَذَا
الإِشْكَالَ
إِنْ شَاءَ
اللَّهُ تَعَالَى
أَنَّ
الْمَوْتَ
لَيْسَ
بِعَدَمٍ مَحْضٍ
وَإِنَّمَا
هُوَ
انْتِقَالٌ
مِنْ حَالٍ
إِلَى
حَالٍ؛
وَيَدُلُّ
عَلَى
ذَلِكَ أَنَّ
الشُّهَدَاءَ
بَعْدَ
قَتْلِهِمْ
وَمَوْتِهِمْ
أَحْيَاءٌ
عِنْدَ
رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
فَرِحِينَ
مُسْتَبْشِرِينَ؛
وَهَذِهِ
صِفَةُ
الأَحْيَاءِ
فِي الدُّنْيَا. |
|
Abu Abdullah berkata: Dan guru kami Ahmad bin Amru
berkata: Yang menghilangkan
keraguan ini Insya Allah Ta'ala adalah bahwa kematian bukanlah ketiadaan mutlak melainkan transisi dari satu keadaan
ke keadaan lain; dan menunjukkan hal ini bahwa para syuhada setelah mereka dibunuh dan mati mereka hidup
di sisi Tuhan mereka, diberi rezeki, bahagia dan gembira; dan ini adalah sifat
dari kehidupan di dunia. |
|
|
|
وَإِذَا
كَانَ هَذَا
فِي
الشُّهَدَاءِ
كَانَ
الأَنْبِيَاءُ
بِذَلِكَ
أَحَقَّ
وَأَوْلَى؛
مَعَ
أَنَّهُ
قَدْ صَحَّ
عَنِ النَّبِيِّ
الله أَنَّ
الأَرْضَ
لاَ
تَأْكُلُ
أَجْسَادَ
الأَنْبِيَاءِ،
وَأَنَّهُ
الله اجْتَمَعَ
بِالأَنْبِيَاءِ
لَيْلَةَ
الإِسْرَاءِ
فِي بَيْتِ
الْمَقْدِسِ،
وَفِي السَّمَاءِ،
وَخُصُوصًا
بِمُوسَى، |
|
Dan jika ini berlaku
untuk para syuhada, maka para nabi lebih layak dan lebih utama; meskipun telah dikonfirmasi dari Nabi bahwa bumi tidak
memakan tubuh para nabi, dan bahwa Allah mengumpulkan para nabi pada malam Isra di Baitul Maqdis,
dan di langit, terutama
Musa, |
|
|
|
وَقَدْ
أَخْبَرَ
بِأَنَّهُ
مَا مِنْ
مُسْلِمٍ
يُسَلِّمُ
عَلَيْهِ
إِلَّا
رَدَّ اللَّهُ
عَلَيْهِ
رُوحَهُ
حَتَّى
يَرُدَّ
عَلَيْهِ
السَّلاَمَ،
إِلَى
غَيْرِ
ذَلِكَ مِمَّا
يَحْصُلُ
مِنْ
جُمْلَتِهِ
الْقَطْعُ بِأَنَّ
مَوْتَ
الأَنْبِيَاءِ
إِنَّمَا هُوَ
رَاجِعٌ
إِلَى أَنَّ
غُيِّبُوا
عَنَّا بِحَيْثُ
لاَ
نُدْرِكُهُمْ
وَإِنْ
كَانُوا مَوْجُودِينَ، |
|
dan telah diberitakan bahwa tidak ada
seorang Muslim pun yang memberikan
salam kepadanya kecuali Allah mengembalikan rohnya untuk membalas salam kepadanya, dan banyak lagi, yang kesemuanya menunjukkan bahwa kematian para nabi adalah kembali kepada kenyataan bahwa mereka tersembunyi dari kita, sehingga kita tidak bisa
melihat mereka meskipun mereka ada. |
|
|
|
جَاءُوا
ذَلِكَ
كَالْحَالِ
فِي
الْمَلاَئِكَةِ
فَإِنَّهُمْ
أَحْيَاءٌ
مَوْجُودُونَ
وَلاَ
تَرَاهُمْ،
وَإِذَا
تَقَرَّرَ
أَنَّهُمْ
أَحْيَاءٌ
فَإِذَا
نُفِخَ فِي
الصُّورِ
نَفْخَةَ
الصَّعْقِ
صُعِقَ
كُلُّ مَنْ
فِي
السَّمَاوَاتِ
وَمَنْ فِي
الأَرْضِ. إِلَّا
مَنْ شَاءَ
اللَّهُ، |
|
Ini mirip dengan keadaan malaikat, karena mereka hidup dan ada tetapi kita tidak
melihat mereka, dan ketika hal ini
ditetapkan bahwa mereka hidup, ketika tiupan sengatan ditiup, semua yang ada di langit dan di bumi akan tersengat kecuali siapa yang Allah kehendaki. |
|
|
|
فَأَمَّا
صَعْقُ
غَيْرِ
الأَنْبِيَاءِ
فَمَوْتٌ،
وَأَمَّا
صَعْقُ
الأَنْبِيَاءِ
فَالأَظْهَرُ
أَنَّهُ
غَشْيَةٌ،
فَإِذَا نُفِخَ
فِي
الصُّورِ
نَفْخَةَ
الْبَعْثِ
فَمَنْ
مَاتَ
أُحْيِيَ
وَمَنْ
غُشِيَ
عَلَيْهِ
أَفَاقَ،
وَلِذَلِكَ
قَالَ
اللَّهُ فِي الْحَدِيثِ
الْمُتَّفَقِ
عَلَى
صِحَّتِهِ:
فَأَكُونُ
أَوَّلَ
مَنْ
يُفِيقُ ،
فَنَبِيُّنَا
أَوَّلُ
مَنْ
يَخْرُجُ
مِنْ قَبْرِهِ
قَبْلَ
جَمِيعِ
النَّاسِ
إِلَّا
مُوسَى. |
|
Sedangkan sengatan selain para nabi adalah kematian,
dan sengatan para nabi
yang lebih jelas adalah pingsan, dan ketika tiupan kebangkitan ditiup, mereka yang mati dihidupkan kembali dan mereka yang pingsan sadar. Karena itu, dalam hadis yang disepakati keabsahannya, "Akulah yang pertama kali sadar", maka Nabi kita adalah yang pertama kali keluar dari kuburnya sebelum semua orang kecuali Musa. |
|
|
|
فَإِنَّهُ
حَصَلَ
فِيهِ
تَرَدُّدٌ:
هَلْ بُعِثَ
قَبْلَهُ
مِنْ
غَشْيَتِهِ
أَوْ بَقِيَ
عَلَى
الْحَالَةِ
الَّتِي
كَانَ
عَلَيْهَا
قَبْلَ
نَفْخَةِ
الصَّعْقِ
مُفِيقًا لِأَنَّهُ
حُوسِبَ
بِصَعْقَةِ
يَوْمِ
الطُّورِ؟
وَهَذَا
فَضِيلَةٌ
عَظِيمَةٌ
الْمُوسَى،
وَلاَ
يَلْزَمُ
مِنْ
فَضِيلَةٍ
وَاحِدَةٍ
أَفْضَلِيَّتُهُ
عَلَى
نَبِيِّنَا
مُطْلَقًا
لأَنَّ
الشَّيْءَ
الْجُزْئِيَّ
لاَ يُوجِبُ
أَمْرًا
كُلِّيًّا،
انْتَهَى. |
|
Untuk Musa, ada keraguan apakah dia dibangkitkan
sebelum dia dari sengatannya atau tetap dalam
kondisi yang ada sebelum tiupan sengatan, sadar karena dia telah
diadili dengan sengatan pada hari gunung Sinai? Ini adalah keutamaan besar Musa, dan tidak berarti bahwa satu keutamaan
menjadikannya lebih utama dari Nabi kita secara mutlak
karena sesuatu yang bersifat parsial tidak memerlukan sesuatu yang bersifat keseluruhan. |
|
|
|
قَالَ
أَبُو
عَبْدِ
اللَّهِ
الْقُرْطُبِيُّ:
إِنْ حُمِلَ
الْحَدِيثُ
عَلَى
صَعْقَةِ الْخَلْقِ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
فَلاَ إِشْكَالَ،
وَإِنْ
حُمِلَ
عَلَى
صَعْقَةِ
الْمَوْتِ
عِنْدَ
النَّفْخِ
فِي
الصُّورِ
فَيَكُونُ
ذِكْرُ
يَوْمِ
الْقِيَامَةِ
يُرَادُ
بِهِ
أَوَائِلُهُ،
فَالْمَعْنَى
إِذَا نُفِخَ
فِي
الصُّورِ
نَفْخَةَ
الْبَعْثِ كُنْتُ
أَوَّلَ
مَنْ
يَرْفَعُ
رَأْسَهُ
فَإِذَا
مُوسَى
آخِذٌ
بِقَائِمَةٍ
مِنْ قَوَائِمِ
الْعَرْشِ،
فَلاَ
أَدْرِي
أَفَاقَ قَبْلِي
أَمْ
جُوزِيَ
بِصَعْقَةِ
الطُّورِ. |
|
Abu Abdullah
Al-Qurtubi mengatakan: Jika hadis
diambil pada sengatan makhluk pada hari kiamat, maka tidak ada masalah;
dan jika diambil pada sengatan mati saat tiupan sangkakala,
maka penyebutan hari kiamat dimaksudkan
permulaannya, jadi artinya ketika tiupan kebangkitan ditiup, aku adalah
yang pertama kali mengangkat
kepalaku, kemudian Musa memegang salah satu tiang arsy, aku
tidak tahu apakah dia sadar
sebelum aku atau diberi ganti
rugi dengan sengatannya pada hari gunung Sinai. |
|
|
|
قُلْتُ:
وَحَمْلُ
الْحَدِيثِ
عَلَى هَذَا
لاَ يَصِحُّ
لأَنَّهُ
الله
تَرَدَّدَ
هَلْ أَفَاقَ
مُوسَى
قَبْلَهُ
أَمْ لَمْ
يُصْعَقْ
بَلْ
جُوزِيَ
بِصَعْقَةِ
الطُّورِ،
فَالْمَعْنَى
لاَ أَدْرِي
أَصُعِقَ
أَمْ لَمْ يُصْعَقْ، |
|
Aku berkata: Dan membawa hadis ini seperti
itu tidak benar karena Allah tidak tahu apakah
Musa sadar sebelum dia atau tidak
pingsan tetapi diberi ganti rugi dengan sengatannya
pada hari gunung Sinai, jadi artinya tidak tahu apakah
dia pingsan atau tidak pingsan. |
|
|
|
وَقَدْ
قَالَ فِي
الْحَدِيثِ:
فَأَكُونُ
أَوَّلَ
مَنْ
يُفِيقُ ؛
وَهَذَا
يَدُلُّ
عَلَى
أَنَّهُ لاَ
يُصْعَقُ
فِيمَنْ
يُصْعَقُ، وَأَنَّ
التَّرَدُّدَ
حَصَلَ فِي
مُوسَى هَلْ
صُعِقَ
وَأَفَاقَ
قَبْلَهُ
مِنْ صَعْقَتِهِ
أَمْ لَمْ
يُصْعَقْ؛
وَلَوْ
كَانَ الْمُرَادُ
بِهِ
الصَّعْقَةَ
الأُولَى -
وَهِيَ
صَعْقَةُ
الْمَوْتِ -
لَكَانَ
لَقَدْ جَزَمَ
بِمَوْتِهِ
وَتَرَدَّدَ
هَلْ مُوسَى
أَمْ لَمْ
يَمُتْ؛
وَهَذَا
بَاطِلٌ
لِوُجُوهٍ
كَثِيرَةٍ، |
|
Dan dia berkata dalam
hadis: "Akulah yang pertama kali sadar"; ini menunjukkan bahwa dia tidak
tersengat di antara yang tersengat, dan keraguan terjadi pada Musa apakah dia tersengat dan sadar sebelum dia dari sengatannya
atau tidak tersengat; dan jika yang dimaksud adalah sengatan pertama - yang merupakan sengatan mati - maka pasti
dia telah menegaskan kematiannya dan meragukan apakah Musa mati atau tidak;
ini tidak benar untuk banyak
alasan, |
|
|
|
فَعُلِمَ
أَنَّهَا
صَعْقَةُ
فَزَعٍ لاَ
صَعْقَةُ
مَوْتٍ،
وَحِينَئِذٍ
فَلاَ
تَدُلُّ
الآيَةُ
عَلَى أَنَّ
الأَرْوَاحَ
كُلَّهَا
تَمُوتُ
عِنْدَ
النَّفْخَةِ
الأُولَى، نَعَمْ
تَدُلُّ
عَلَى أَنَّ
مَوْتَ
الْخَلاَئِقِ
عِنْدَ
النَّفْخَةِ
الأُولَى، وَكُلُّ
مَنْ لَمْ
يَذُقِ
الْمَوْتَ
قَبْلَهَا
فَإِنَّهُ
يَذُوقُهُ
حِينَئِذٍ. |
|
maka diketahui bahwa ini adalah sengatan
ketakutan bukan sengatan mati, dan karenanya ayat itu tidak menunjukkan
bahwa semua roh mati pada tiupan pertama, ya, itu menunjukkan
bahwa kematian makhluk terjadi pada tiupan pertama, dan setiap orang yang belum merasakan kematian sebelum itu maka
dia merasakannya saat itu. |
|
|
|
وَأَمَّا
مَنْ ذَاقَ
الْمَوْتَ
أَوْ مَنْ لَمْ
يُكْتَبْ
عَلَيْهِ
الْمَوْتُ
فَلاَ تَدُلُّ
الآيَةُ
عَلَى مَاتَ
أَنَّهُ
يَمُوتُ
مَوْتَةً
ثَانِيَةً؛
وَاللَّهُ
أَعْلَمُ. |
|
Dan untuk mereka yang telah merasakan kematian atau yang tidak diwajibkan mati, ayat itu
tidak menunjukkan bahwa mereka mati untuk kedua
kalinya; Allah lebih tahu. |
|
|
|
فَإِنْ
قِيلَ:
فَكَيْفَ
تَصْنَعُونَ
بِقَوْلِهِ
فِي
الْحَدِيثِ:
إِنَّ
النَّاسَ
يُصْعَقُونَ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
فَأَكُونُ
أَوَّلَ
مَنْ
تَنْشَقُّ
عَلَيْهِ
الأَرْضُ، فَأَجِدُ
مُوسَى
بَاطِشًا
بِقَائِمَةِ
الْعَرْشِ ؟ |
|
Jika dikatakan: Bagaimana dengan firman-Nya dalam hadis: "Manusia tersengat pada hari kiamat, lalu aku adalah yang pertama kali tanahnya terbelah, lalu aku melihat Musa memegang salah satu tiang arsy"? |
|
|
|
قِيلَ:
لاَ رَيْبَ
أَنَّ هَذَا
اللَّفْظَ
قَدْ وَرَدَ
هَكَذَا
وَمِنْهُ
نَشَأَ
الإِشْكَالُ،
وَلَكِنَّهُ
دَخَلَ
عَلَى
الرَّاوِي حَدِيثٌ
فِي حَدِيثٍ
فَرَكَّبَ
بَيْنَ اللَّفْظَيْنِ
فَجَاءَ
هَذَا.
وَالْحَدِيثَانِ
هَكَذَا: |
|
Dikatakan: Tidak diragukan lagi bahwa lafadz ini datang seperti
ini dan dari situlah munculnya masalah, tetapi ada campur aduk
dalam narasi. Hadits-hadits ini adalah sebagai berikut: |
|
|
|
(أَحَدُهُمَا)
أَنَّ
النَّاسَ
يُصْعَقُونَ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
فَأَكُونُ
أَوَّلَ مَنْ
يُفِيقُ. (وَالثَّانِي)
هَكَذَا:
أَنَا
أَوَّلُ
مَنْ تَنْشَقُّ
عَنْهُ
الأَرْضُ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
فَأَجِدُ
مُوسَى
آخِذًا
بِقَائِمَةِ
الْعَرْشِ،
فَلاَ
أَدْرِي
أَفَاقَ
قَبْلِي
أَمْ
جُوزِيَ
بِصَعْقَتِهِ
يَوْمَ الطُّورِ. |
|
(1) Bahwa manusia akan pingsan pada Hari Kiamat, dan aku (Nabi Muhammad) akan menjadi orang pertama yang sadar kembali. (2) Demikian: Aku adalah orang pertama yang bumi akan terbelah untuknya pada Hari Kiamat, dan aku akan menemukan
Musa sedang memegang
salah satu tiang Arsy. Aku tidak tahu apakah ia
sadar sebelumku atau apakah ia
diberi pengecualian dari pingsan pada Hari Gunung Thursina. |
|
|
|
وَإِذَا
كَانَ
الرَّاوِي
قَدْ
حَفِظَهُمَا
وَرَكَّبَ
بَيْنَهُمَا،
وَإِذَا
كَانَ كَذَلِكَ
لَمْ يَكُنْ
فِي
الْحَدِيثِ
دَلِيلٌ
عَلَى
أَنَّهُ لاَ
يُفِيقُ
أَحَدٌ
بَعْدَ
نَفْخَةِ
الْبَعْثِ
غَيْرُ
نَبِيِّنَا
فَإِنَّهُ
لاَ يَجُوزُ
أَنْ
يُقَالَ فِي
ذَلِكَ
أَفَاقَ
قَبْلَهُ
أَوْ لَمْ
يُصْعَقْ لَكِنْ
يَقُولُ
أَفَاقَ
قَبْلَهُ
فَيَكُونُ
صَعْقُهُ
غَشْيًا لاَ
مَوْتًا،
وَإِنْ كَانَ
قَدْ
أَفَاقَ
بَعْدَهُ
أَوْ لَمْ
يُصْعَقْ
كَانَ قَدْ
جُوزِيَ
بِصَعْقَتِهِ
يَوْمَ
الطُّورِ
وَلاَ
يَلْزَمُ
مِنْ
قَوْلِهِ: وَأَنَا
أَوَّلُ
مَنْ يُفِيقُ
أَنَّهُ
أَوَّلُ
مَنْ
يُحْيَا. |
|
Jika perawi telah menghafalnya dan menggabungkannya,
dan jika demikian halnya, maka tidak ada dalam
hadits yang menunjukkan bahwa tidak ada
yang sadar kembali setelah tiupan kebangkitan kecuali Nabi kita. Tidak boleh dikatakan dalam hal ini apakah
ia sadar sebelumnya atau tidak pingsan, tetapi ia mengatakan
ia sadar sebelumnya sehingga pingsannya adalah kehilangan kesadaran, bukan kematian. Dan jika ia sadar
setelahnya atau tidak pingsan, maka ia telah
diberi pengecualian dari pingsan pada Hari Thursina, dan tidak mesti dari perkataannya,
Aku adalah orang pertama
yang sadar kembali, bahwa ia adalah
orang pertama yang dihidupkan
kembali. |
|
|
|
الْحَدِيثُ
عَلَى
صَعْقَةِ
الْخَلْقِ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
فَلاَ
إِشْكَالَ،
وَإِنْ
حُمِلَ
عَلَى
صَعْقَةِ
الْمَوْتِ
عِنْدَ النَّفْخِ
فِي
الصُّورِ
فَيَكُونُ
ذِكْرُ يَوْمِ
الْقِيَامَةِ
يُرَادُ
بِهِ أَوَائِلُهُ،
فَالْمَعْنَى
إِذَا
نُفِخَ فِي
الصُّورِ
نَفْخَةَ
الْبَعْثِ
كُنْتُ
أَوَّلَ مَنْ
يَرْفَعُ
رَأْسَهُ
فَإِذَا
مُوسَى آخِذٌ
بِقَائِمَةٍ
مِنْ
قَوَائِمِ
الْعَرْشِ،
فَلاَ
أَدْرِي
أَفَاقَ
قَبْلِي
أَمْ جُوزِيَ
بِصَعْقَةِ
الطُّورِ. |
|
Hadits ini berkaitan dengan pingsannya makhluk pada Hari Kiamat, maka tidak ada
masalah, dan jika diartikan pada pingsannya kematian saat tiupan di sangkakala, maka penyebutan Hari Kiamat dimaksudkan bagian awalnya. Maka maknanya adalah ketika ditiup sangkakala tiupan kebangkitan, aku adalah orang pertama yang mengangkat kepalanya, dan ketika itu Musa sedang memegang salah satu tiang Arsy.
Aku tidak tahu apakah ia sadar
sebelumku atau diberi pengecualian dari pingsan pada Hari Thursina. |
|
|
|
قُلْتُ:
وَحَمْلُ
الْحَدِيثِ
عَلَى هَذَا
لاَ يَصِحُّ
لأَنَّهُ
الله
تَرَدَّدَ
هَلْ أَفَاقَ
مُوسَى
قَبْلَهُ
أَمْ لَمْ
يُصْعَقْ
بَلْ
جُوزِيَ
بِصَعْقَةِ
الطُّورِ،
فَالْمَعْنَى
لاَ أَدْرِي
أَصُعِقَ
أَمْ لَمْ يُصْعَقْ، |
|
Aku berkata: Memahami hadits dengan cara ini tidak
benar karena terdapat keraguan apakah Musa sadar sebelum Nabi atau tidak pingsan tetapi diberi pengecualian dari pingsan pada Hari Thursina.
Maka maknanya adalah aku tidak tahu
apakah ia pingsan atau tidak pingsan. |
|
|
|
وَقَدْ
قَالَ فِي
الْحَدِيثِ:
فَأَكُونُ
أَوَّلَ
مَنْ
يُفِيقُ ؛
وَهَذَا
يَدُلُّ
عَلَى
أَنَّهُ لاَ
يُصْعَقُ
فِيمَنْ
يُصْعَقُ، وَأَنَّ
التَّرَدُّدَ
حَصَلَ فِي
مُوسَى هَلْ
صُعِقَ
وَأَفَاقَ
قَبْلَهُ
مِنْ صَعْقَتِهِ
أَمْ لَمْ
يُصْعَقْ؛
وَلَوْ
كَانَ الْمُرَادُ
بِهِ
الصَّعْقَةَ
الأُولَى -
وَهِيَ
صَعْقَةُ
الْمَوْتِ -
لَكَانَ
لَقَدْ جَزَمَ
بِمَوْتِهِ
وَتَرَدَّدَ
هَلْ مُوسَى
أَمْ لَمْ
يَمُتْ؛ |
|
Dan Nabi berkata dalam hadits: Aku adalah orang pertama yang sadar kembali. Ini menunjukkan bahwa ia tidak
termasuk di antara mereka yang pingsan, dan bahwa keraguan terjadi pada Musa apakah ia pingsan dan sadar sebelum Nabi atau tidak pingsan;
jika maksudnya adalah pingsan yang pertama, yaitu pingsan kematian, maka pasti Musa telah mati dan terdapat keraguan apakah Musa mati atau tidak. |
|
|
|
وَهَذَا
بَاطِلٌ
لِوُجُوهٍ
كَثِيرَةٍ،
فَعُلِمَ
أَنَّهَا
صَعْقَةُ
فَزَعٍ لاَ
صَعْقَةُ
مَوْتٍ،
وَحِينَئِذٍ
فَلاَ
تَدُلُّ الآيَةُ
عَلَى أَنَّ
الأَرْوَاحَ
كُلَّهَا تَمُوتُ
عِنْدَ
النَّفْخَةِ
الأُولَى، |
|
Ini tidak benar karena
banyak alasan. Oleh karena itu, jelas
bahwa itu adalah pingsan ketakutan, bukan pingsan kematian. Dan karena itu, ayat
tersebut tidak menunjukkan bahwa semua roh mati
pada tiupan pertama. |
|
|
|
نَعَمْ
تَدُلُّ
عَلَى أَنَّ
مَوْتَ
الْخَلاَئِقِ
عِنْدَ
النَّفْخَةِ
الأُولَى،
وَكُلُّ
مَنْ لَمْ
يَذُقِ
الْمَوْتَ
قَبْلَهَا
فَإِنَّهُ
يَذُوقُهُ
حِينَئِذٍ.
وَأَمَّا
مَنْ ذَاقَ
الْمَوْتَ
أَوْ مَنْ
لَمْ يُكْتَبْ
عَلَيْهِ
الْمَوْتُ
فَلاَ
تَدُلُّ الآيَةُ
عَلَى مَاتَ
أَنَّهُ
يَمُوتُ
مَوْتَةً
ثَانِيَةً؛
وَاللَّهُ
أَعْلَمُ. |
|
Ya, itu menunjukkan bahwa kematian makhluk terjadi pada tiupan pertama, dan siapa saja yang belum merasakan kematian sebelumnya, maka ia akan
merasakannya saat itu. Adapun siapa saja yang telah merasakan kematian atau siapa yang tidak ditetapkan kematian baginya, maka ayat tersebut
tidak menunjukkan bahwa ia akan
mati lagi untuk kedua kalinya.
Dan Allah lebih mengetahui. |
|
|
|
فَإِنْ
قِيلَ
فَكَيْفَ
تَصْنَعُونَ
بِقَوْلِهِ
فِي
الْحَدِيثِ:
إِنَّ
النَّاسَ
يُصْعَقُونَ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
فَأَكُونُ أَوَّلَ
مَنْ
تَنْشَقُّ
عَلَيْهِ
الأَرْضُ،
فَأَجِدُ
مُوسَى
بَاطِشًا
بِقَائِمَةِ
الْعَرْشِ؟ |
|
Jika ada yang berkata, bagaimana Anda akan menyikapi perkataan dalam hadits: Bahwa manusia akan pingsan pada Hari Kiamat, dan aku adalah orang pertama yang bumi akan terbelah
untuknya, dan aku akan menemukan Musa sedang memegang salah satu tiang Arsy? |
|
|
|
قِيلَ
لاَ رَيْبَ
أَنَّ هَذَا
اللَّفْظَ
قَدْ وَرَدَ
هَكَذَا
وَمِنْهُ
نَشَأَ
الإِشْكَالُ،
وَلَكِنَّهُ
دَخَلَ
عَلَى
الرَّاوِي
حَدِيثٌ فِي
حَدِيثٍ
فَرَكَّبَ
بَيْنَ اللَّفْظَيْنِ
فَجَاءَ
هَذَا. |
|
Dikatakan: Tidak diragukan lagi bahwa lafaz ini
telah disebutkan demikian, dan dari sinilah timbul kerancuan, tetapi ada hadits yang bercampur dalam hadits lain sehingga menghasilkan kalimat seperti ini. |
|
|
|
وَالْحَدِيثَانِ
هَكَذَا:
(أَحَدُهُمَا)
أَنَّ
النَّاسَ
يُصْعَقُونَ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
فَأَكُونُ
أَوَّلَ
مَنْ
يُفِيقُ. (وَالثَّانِي)
هَكَذَا:
أَنَا
أَوَّلُ
مَنْ تَنْشَقُّ
عَنْهُ
الأَرْضُ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ. |
|
Kedua hadits tersebut adalah sebagai berikut: (1) Bahwa manusia akan pingsan pada Hari Kiamat, dan aku akan menjadi orang pertama yang sadar kembali. (2) Demikian: Aku adalah orang pertama yang bumi akan terbelah untuknya pada Hari Kiamat. |
|
|
|
فَفِي
التِّرْمِذِيِّ
وَغَيْرِهِ
مِنْ حَدِيثِ
أَبِي
سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ
قَالَ: قَالَ
رَسُولُ
اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ:
أَنَا
سَيِّدُ
وَلَدِ آدَمَ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
وَلَا
فَخْرَ،
وَبِيَدِي
لِوَاءُ
الْحَمْدِ
وَلَا
فَخْرَ، وَمَا
مِنْ
نَبِيٍّ
يَوْمَئِذٍ
آدَمَ
فَمَنْ سِوَاهُ
إِلَّا
تَحْتَ
لِوَائِي،
وَأَنَا أَوَّلُ
مَنْ
تَنْشَقُّ
عَنْهُ
الأَرْضُ وَلَا
فَخْرَ.
|
|
Dalam Tirmidzi dan lainnya dari hadits Abu Sa id
al-Khudri, ia berkata:
Rasulullah SAW bersabda: Aku adalah
pemimpin anak cucu Adam pada Hari Kiamat, dan
aku tidak berbangga, dan di tanganku bendera pujian, dan aku tidak berbangga.
Dan tidak ada seorang nabi pun pada hari itu, mulai
dari Adam dan seterusnya,
kecuali mereka berada di bawah panjiku. Dan aku adalah orang pertama yang bumi akan terbelah
untuknya, dan aku tidak berbangga. |
|
|
|
قَالَ
التِّرْمِذِيُّ:
هَذَا
حَدِيثٌ
حَسَنٌ
صَحِيحٌ. فَدَخَلَ
عَلَى
الرَّاوِي
هَذَا
الْحَدِيثُ
فِي
الْحَدِيثِ
الآخَرِ
وَكَانَ
شَيْخُنَا
أَبُو
الْحَجَّاجِ
الْحَافِظُ
يَقُولُ
ذَلِكَ.
|
|
Tirmidzi berkata: Ini adalah hadits yang hasan shahih. Perawi salah memahami hadits ini dalam
hadits lain. Syeikh kami, Abu al-Hajjaj al-Hafidz, berkata
demikian. |
|
|
|
فَإِنْ
قِيلَ فَمَا
تَصْنَعُونَ
بِقَوْلِهِ:
فَلاَ
أَدْرِي
أَفَاقَ
قَبْلِي
أَمْ كَانَ
مِمَّنِ
اسْتَثْنَى
اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ؟
وَالَّذِينَ
اسْتَثْنَاهُمْ
اللَّهُ
إِنَّمَا
هُمْ
مُسْتَثْنَوْنَ
مِنْ صَعْقَةِ
النَّفْخَةِ
لاَ مِنْ
صَعْقَةِ
يَوْمِ
الْقِيَامَةِ،
كَمَا قَالَ
اللَّهُ
تَعَالَى:
وَنُفِخَ
فِي
الصُّورِ
فَصَعِقَ
مَنْ فِي
السَّمَاوَاتِ
وَمَنْ فِي
الأَرْضِ إِلَّا
مَنْ شَاءَ
اللَّهُ. |
|
Jika ada yang bertanya, bagaimana Anda menyikapi perkataannya: Aku tidak tahu apakah ia
sadar sebelumku atau termasuk di antara yang dikecualikan oleh
Allah SWT? Mereka yang dikecualikan
oleh Allah hanya dikecualikan
dari pingsan tiupan, bukan dari pingsan pada Hari Kiamat, seperti yang Allah SWT firmankan: Dan ditiuplah sangkakala, maka pingsanlah siapa saja yang di langit dan di bumi kecuali siapa saja yang Allah kehendaki. |
|
|
|
قِيلَ:
هَذَا
وَاللَّهُ
أَعْلَمُ
غَيْرُ مَحْفُوظٍ،
وَهُوَ
وَهْمٌ مِنْ
بَعْضِ
الرُّوَاةِ؛
وَالْمَحْفُوظُ
مَا
تَوَاطَأَتِ
الرِّوَايَاتُ
الصَّحِيحَةُ
مِنْ
قَوْلِهِ:
فَلاَ
أَدْرِي
أَفَاقَ
قَبْلِي
أَمْ جُوزِيَ
بِصَعْقَةِ
الطُّورِ،
فَظَنَّ
بَعْضُ الرُّوَاةِ
أَنَّ
هَذِهِ
الصَّعْقَةَ
هِيَ
صَعْقَةُ
النَّفْخَةِ،
وَأَنَّ
مُوسَى دَاخِلٌ
فِيمَنْ
اسْتُثْنِيَ
مِنْهَا؛
وَهَذَا لاَ
يَلْتَئِمُ
عَلَى
مَسَاقِ
الْحَدِيثِ
قَطْعًا،
فَإِنَّ
الإِفَاقَةَ
حِينَئِذٍ
هِيَ
إِفَاقَةُ
الْبَعْثِ، |
|
Dikatakan: Ini, Allah lebih mengetahui, tidak terjaga, dan ini adalah kekeliruan
dari beberapa perawi. Yang terjaga adalah apa yang disepakati oleh riwayat-riwayat
shahih dari perkataannya: Aku tidak tahu apakah ia
sadar sebelumku atau diberi pengecualian
dari pingsan di Thursina. Beberapa perawi mengira bahwa pingsan ini adalah pingsan
tiupan, dan bahwa Musa termasuk yang dikecualikan darinya. Ini tidak sesuai dengan alur hadits sama
sekali, karena kesadaran saat itu adalah kesadaran
kebangkitan.
|
|
|
|
فَكَيْفَ
يَقُولُ: لاَ
أَدْرِي
أَبُعِثَ قَبْلِي
أَمْ
جُوزِيَ
بِصَعْقَةِ
الطُّورِ؟ فَتَأَمَّلْهُ؛
وَهَذَا
بِخِلاَفِ
الصَّعْقَةِ
الَّتِي
يُصْعَقُهَا
الْخَلَائِقُ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
إِذَا جَاءَ
اللَّهُ
سُبْحَانَهُ
لِفَصْلِ
الْقَضَاءِ
بَيْنَ
الْعِبَادِ،
وَتَجَلَّى
لَهُمْ،
فَإِنَّهُمْ
يُصْعَقُونَ
جَمِيعًا. |
|
Bagaimana ia mengatakan: Aku tidak tahu apakah
ia dibangkitkan sebelumku atau diberi pengecualian dari pingsan di Thursina? Maka pertimbangkanlah
ini; ini berbeda dengan pingsan yang dialami oleh makhluk pada Hari Kiamat ketika Allah SWT datang untuk memutuskan perkara di antara
hamba-hamba-Nya dan menampakkan diri
kepada mereka. Ketika itu, mereka semua
pingsan. |
|
|
|
وَأَمَّا
مُوسَى
عَلَيْهِ
السَّلَامُ
فَإِنْ
كَانَ لَمْ
يُصْعَقْ
مَعَهُمْ
فَيَكُونُ
قَدْ
حُوسِبَ
بِصَعْقَتِهِ
يَوْمَ تَجَلَّى
رَبُّهُ
لِلْجَبَلِ
فَجَعَلَهُ
دَكًّا،
فَجُعِلَتْ
صَعْقَةُ
هَذَا
التَّجَلِّي
عِوَضًا
مِنْ
صَعْقَةِ
الْخَلَائِقِ
لِتَجَلِّي
الرَّبِّ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ. |
|
Adapun Musa AS,
jika ia tidak pingsan bersama mereka, maka ia telah
diberi pengecualian dari pingsannya pada saat Tuhan-nya menampakkan diri kepada gunung dan menjadikannya rata. Pingsan
pada penampakan ini dijadikan pengganti dari pingsan makhluk-makhluk pada Hari Kiamat
karena penampakan
Tuhan. |
|
|
|
فَتَأَمَّلْ
هَذَا
الْمَعْنَى
الْعَظِيمَ.
وَلَوْ لَمْ
يَكُنْ فِي
الْجَوَابِ
إِلَّا
كَشْفُ
هَذَا
الْحَدِيثِ
وَشَأْنُهُ
لَكَانَ
حَقِيقًا
أَنْ
يُعَضَّ
عَلَيْهِ
بِالنَّوَاجِذِ،
وَاللَّهُ
الْحَمْدُ
وَالْمِنَّةُ،
وَبِهِ
التَّوْفِيقُ. |
|
Pertimbangkanlah makna yang agung ini.
Jika tidak ada yang lain dalam jawaban ini selain menjelaskan
hadits ini dan keadaannya, maka sungguh layak untuk dipegang erat-erat, segala puji dan karunia bagi Allah, dan dengan-Nya lah pertolongan. |
*Di Sampaikan dalam Kajian Rutin Muslimat NU
PAC Margomulyo