NASHOIHUL IBAD MAQOLAH KE VII |
||
|
|
|
Maqolah ketujuh (dari Yahya bin Mu adz رضي
الله عنه): "Tidak ada orang yang mulia yang berbuat maksiat kepada Allah." Maksudnya, orang yang terpuji
perbuatannya adalah orang
yang memuliakan dirinya dengan bertakwa dan menjaga diri dari maksiat. "Dan tidak ada orang bijak yang mengutamakan dunia
di atas akhirat. "Maksudnya, orang yang tidak mendahulukan dan mengutamakan
dunia di atas akhirat adalah orang yang bijaksana,
yang bertindak benar dalam perbuatannya, yaitu orang yang mencegah dirinya dari menyalahi akal sehatnya. |
|
(وَ)
المَقَالَةُ
السَّابِعَةُ
(عَنْ يَحْيَى
بْنِ
مُعَاذٍ رضي
الله عنه: مَا
عَصَى اللَّهَ
كَرِيمٌ)
أَيْ
حَمِيدُ
الفِعَالِ،
وَهُوَ مَنْ
يُكْرِمُ
نَفْسَهُ
بِالتَّقْوَى
وَبِالِاحْتِرَاسِ
عَنِ
المَعَاصِي
(وَلَا آثَرَ
الدُّنْيَا)
أَيْ لَا
قَدَّمَهَا
وَلَا
فَضَّلَهَا
عَلَى
الْآخِرَةِ
حَكِيمٌ) أَيْ
مُصِيبٌ فِي
أَفْعَالِهِ،
وَهُوَ مَنْ
يَمْنَعُ
نَفْسَهُ
مِنْ
مُخَالَفَةِ
عَقْلِهِ
السَّلِيمِ. |
|
|
|
Pembahasan Maqolah Ketujuh Teks Maqolah: Dari Yahya bin Mu'adz
رضي الله
عنه: "Tidak
ada orang yang mulia yang
berbuat maksiat kepada Allah." Maksudnya, orang yang terpuji perbuatannya adalah orang yang memuliakan dirinya dengan bertakwa dan menjaga diri dari maksiat. "Dan tidak ada orang bijak yang mengutamakan dunia
di atas akhirat." Maksudnya, orang yang tidak mendahulukan
dan mengutamakan dunia di atas
akhirat adalah orang yang
bijaksana, yang bertindak
benar dalam perbuatannya, yaitu orang yang mencegah dirinya dari menyalahi akal sehatnya. |
||
|
||
مناقشة
المقالة
السابعة نص المقالة: عن يحيى بن
معاذ رضي
الله عنه: "ما
عَصَى اللهَ
كَرِيمٌ" أي حَمِيدُ
الفِعَالِ،
وهو من
يُكْرِمُ
نَفْسَهُ
بِالتَّقْوَى
وَبِالاحْتِرَاسِ
عَنْ
الْمَعَاصِي.
"وَلَا آثَرَ
الدُّنْيَا
عَلَى
الآخِرَةِ
حَكِيمٌ" أي لَمْ
يُقَدِّمْهَا
وَلَمْ
يُفَضِّلْهَا
عَلَى
الآخِرَةِ،
وَهُوَ مَنْ
يَمْنَعُ نَفْسَهُ
مِنْ
مُخَالَفَةِ
عَقْلِهِ
السَّلِيمِ. |
||
|
||
Pembahasan: Maqolah ini menekankan
dua konsep penting: kemuliaan seseorang yang tergantung pada ketakwaannya
dan kebijaksanaan yang tercermin
dalam prioritas akhirat di atas dunia. Orang
yang mulia adalah mereka yang menjaga diri dari maksiat
karena maksiat merendahkan kehormatan seseorang di hadapan Allah. Sedangkan orang yang bijak adalah mereka yang memahami bahwa kehidupan dunia adalah sementara dan kehidupan akhirat adalah yang kekal, sehingga mereka mempersiapkan diri untuk akhirat
dengan beramal shalih. |
||
|
||
مناقشة: تُؤَكِّدُ
هَذِهِ
الْمَقَالَةُ
عَلَى مَفْهُومَيْنِ
مُهِمَّينِ:
كَرَامَةُ
الشَّخْصِ
الَّتِي
تَعْتَمِدُ
عَلَى
تَقْوَاهُ، وَالْحِكْمَةُ
الَّتِي
تَظْهَرُ
فِي تَقْدِيمِ
الآخِرَةِ
عَلَى
الدُّنْيَا.
الشَّخْصُ
الْكَرِيمُ
هُوَ
الَّذِي
يَحْفَظُ
نَفْسَهُ
مِنَ
الْمَعَاصِي
لِأَنَّ
الْمَعَاصِي
تُذِلُّ
الشَّخْصَ
أَمَامَ
اللَّهِ. أَمَّا
الشَّخْصُ
الْحَكِيمُ
فَهُوَ
الَّذِي
يُدْرِكُ
أَنَّ
الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا
مُؤَقَّتَةٌ
وَالْحَيَاةَ
الْآخِرَةَ
هِيَ
الْبَاقِيَةُ،
فَيَسْتَعِدُّ
لِلْآخِرَةِ
بِالْأَعْمَالِ
الصَّالِحَةِ. |
||
|
||
Referensi Dalil dari Al-Qur an:
"Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa." Ayat ini menegaskan bahwa kemuliaan seseorang di sisi Allah diukur dengan ketakwaannya, bukan dengan harta atau status duniawinya. |
||
|
||
الأدلة من
القرآن
الكريم: القرآن
الكريم،
سورة
الحجرات،
الآية 13: "إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ
عِندَ
اللَّهِ
أَتْقَاكُمْ." تُؤَكِّدُ
هَذِهِ
الآيَةُ
أَنَّ
كَرَامَةَ
الشَّخْصِ
عِندَ
اللَّهِ
تُقَاسُ
بِتَقْوَاهُ،
وَلَيْسَ
بِثَرْوَتِهِ
أَوْ مَكَانَتِهِ
الدُّنْيَوِيَّةِ |
||
|
||
"Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bagianmu di
dunia." Ayat ini mengajarkan keseimbangan, namun menekankan bahwa akhirat harus menjadi tujuan utama, sementara dunia hanyalah sarana. |
||
|
||
القرآن
الكريم، سورة
القصص،
الآية 77: "وَابْتَغِ
فِيمَا
آتَاكَ
اللَّهُ
الدَّارَ
الْآخِرَةَ
وَلَا
تَنْسَ
نَصِيبَكَ
مِنَ الدُّنْيَا." تُعَلِّمُنَا
هَذِهِ
الآيَةُ
التَّوَازُنَ،
لَكِنَّهَا
تُؤَكِّدُ
أَنَّ
الآخِرَةَ
يَجِبُ أَنْ
تَكُونَ
الْهَدَفَ
الرَّئِيسِيَّ،
بَيْنَمَا
الدُّنْيَا
مُجَرَّدُ
وَسِيلَةٍ. |
||
|
||
Referensi Hadis:
"Sesungguhnya
Allah tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian." Hadis ini menekankan bahwa kemuliaan seseorang di sisi Allah bergantung pada ketulusan hati dan amal shalih, bukan pada penampilan atau kekayaan duniawi. |
||
|
||
الأدلة من
الأحاديث
النبوية: حديث رواه
مسلم: "إِنَّ
اللَّهَ لَا
يَنْظُرُ
إِلَى
صُوَرِكُمْ
وَأَمْوَالِكُمْ،
وَلَكِنْ
يَنْظُرُ إِلَى
قُلُوبِكُمْ
وَأَعْمَالِكُمْ." يُؤَكِّدُ
هَذَا
الْحَدِيثُ
أَنَّ
كَرَامَةَ
الشَّخْصِ
عِندَ
اللَّهِ
تَعْتَمِدُ
عَلَى
صِدْقِ
قَلْبِهِ
وَأَعْمَالِهِ
الصَّالِحَةِ،
وَلَيْسَ
عَلَى
مَظْهَرِهِ
أَوْ
ثَرْوَتِهِ
الدُّنْيَوِيَّةِ. |
||
|
||
"Dunia adalah
penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir." Hadis ini mengingatkan bahwa kehidupan dunia adalah ujian bagi orang mukmin, yang sebenarnya mempersiapkan mereka untuk kebahagiaan sejati di akhirat. |
||
|
||
حديث رواه
الترمذي: "الدُّنْيَا
سِجْنُ
الْمُؤْمِنِ
وَجَنَّةُ
الْكَافِرِ." يَذْكُرُنَا
هَذَا
الْحَدِيثُ
أَنَّ الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا
هِيَ
امْتِحَانٌ
لِلْمُؤْمِنِ،
وَهِيَ فِي
الْحَقِيقَةِ
تَحْضِيرُهُ
لِلسَّعَادَةِ
الْحَقِيقِيَّةِ
فِي
الآخِرَةِ. |
||
|
||
Kalam Hikmah Ulama:
"Ketahuilah bahwa dunia ini hanyalah tempat untuk menanam, dan akhirat adalah tempat untuk memanen." Imam Al-Ghazali mengingatkan
bahwa kehidupan dunia adalah tempat untuk beramal, dan hasilnya akan dipanen di akhirat. |
||
|
||
كلام
الحكماء: الإمام
الغزالي: "اعْلَمْ
أَنَّ
الدُّنْيَا
مَزْرَعَةُ
الآخِرَةِ." يَذْكُرُنَا
الإِمَامُ
الْغَزَالِيُّ
أَنَّ
الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا
هِيَ
مَكَانٌ لِلْعَمَلِ،
وَنَتَائِجُهَا
سَتَظْهَرُ
فِي
الآخِرَةِ. |
||
|
||
"Orang yang bijak
adalah yang lebih mementingkan akhirat daripada dunia, karena akhirat adalah tempat yang abadi." Imam Al-Junaid menekankan
kebijaksanaan dalam memilih prioritas antara dunia dan akhirat. |
||
|
||
الإمام
الجنيد: "الْحَكِيمُ
هُوَ
الَّذِي
يُقَدِّمُ
الآخِرَةَ
عَلَى
الدُّنْيَا،
لِأَنَّ
الآخِرَةَ
هِيَ
الْبَاقِيَةُ." يُؤَكِّدُ
الإِمَامُ
الْجُنَيْدُ
عَلَى الْحِكْمَةِ
فِي
اخْتِيَارِ
الأَوَّلِيَّاتِ
بَيْنَ
الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ. |
||
|
||
"Janganlah engkau tertipu oleh kilauan dunia, karena dunia hanyalah bayangan sementara yang akan hilang." Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani mengingatkan bahwa dunia ini hanya sementara dan tidak seharusnya menjadi tujuan utama hidup kita. |
||
|
||
الشيخ عبد
القادر
الجيلاني: "لَا
تَغْتَرَّ
بِبَهْجَةِ
الدُّنْيَا،
فَإِنَّ
الدُّنْيَا
ظِلٌّ
زَائِلٌ." يَذْكُرُنَا
الشَّيْخُ
عَبْدُ الْقَادِرِ
الْجِيلَانِيُّ
أَنَّ
الدُّنْيَا
مُؤَقَّتَةٌ
وَلَا
يَنْبَغِي
أَنْ تَكُونَ
هَدَفَنَا
الرَّئِيسِيَّ
فِي الْحَيَاةِ |
||
|
||
Kesimpulan: Maqolah ini menegaskan
bahwa kemuliaan seseorang diukur dari ketakwaannya dan menjaga diri dari maksiat. Seseorang yang bijak adalah yang mengutamakan akhirat di atas dunia. Dalil-dalil dari Al-Qur'an, hadis, dan kalam hikmah para ulama mendukung
pesan ini, menunjukkan pentingnya ketakwaan dan kebijaksanaan dalam menjalani kehidupan yang seimbang antara dunia dan akhirat. |
||
|
|
|
الخلاصة: تُؤَكِّدُ
هَذِهِ
الْمَقَالَةُ
أَنَّ كَرَامَةَ
الشَّخْصِ
تُقَاسُ
بِتَقْوَاهُ
وَحِفْظِهِ
لِنَفْسِهِ
مِنَ
الْمَعَاصِي.
الشَّخْصُ
الْحَكِيمُ
هُوَ
الَّذِي
يُفَضِّلُ
الآخِرَةَ
عَلَى
الدُّنْيَا.
الأَدِلَّةُ
مِنَ
الْقُرْآنِ
الْكَرِيمِ،
وَالأَحَادِيثِ
النَّبَوِيَّةِ،
وَكَلَامِ
الْحُكَمَاءِ
تَدْعَمُ
هَذِهِ
الرِّسَالَةَ،
مَا
يُظْهِرُ
أَهَمِّيَةَ
التَّقْوَى
وَالْحِكْمَةِ
فِي حَيَاةِ
الْمُسْلِمِ
وَتَحْقِيقِ
التَّوَازُنِ
بَيْنَ الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ. |
||
|