Sabtu, 10 Agustus 2024

DAUROH AL-BAQOROH 241|| TAFSIR JALALAIN JUZ I

 

TAFSIR AL-BAQOROH AYAT 241

 

وَلِلْمُطَلَّقٰتِ مَتَاعٌ ۢ بِالْمَعْرُوْفِۗ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ ۝٢٤١

 

 

 

241. Bagi istri-istri yang diceraikan terdapat hak mut‘ah dengan cara yang patut. Demikian ini adalah ketentuan bagi orang-orang yang bertakwa.

 

Tafsir Jalalain:

 

 

241. (Wanita-wanita yang diceraikan hendaklah mendapat mutah), maksudnya diberi mutah (secara patut), artinya menurut kemampuan suami (sebagai suatu kewajiban), 'haqqan' dengan baris di atas sebagai maf`ul mutlak bagi fi`ilnya yang dapat diperkirakan (bagi orang-orang yang takwa). Hal ini diulang kembali oleh Allah agar mencapai pula wanita-wanita yang telah dicampuri, karena ayat yang lalu adalah ayat mengenai yang belum dicampuri.

 

{وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ} يُعْطَيْنَهُ {بِالْمَعْرُوفِ} بِقَدْرِ الإِمْكَانِ {حَقًّا} نُصِبَ بِفِعْلِهِ الْمُقَدَّرِ {عَلَى الْمُتَّقِينَ} اللهَ تَعَالَى كَرَّرَهُ لِيَعُمَّ الْمَمْسُوسَةَ أَيْضًا إِذْ الآيَةُ السَّابِقَةُ فِي غَيْرِهَا.

 

Tafsir Wajiz:

 

 

Ayat ini menjelaskan hukum pemberian mut'ah bagi perempuan yang dicerai. Dan bagi perempuan-perempuan yang diceraikan, baik talak tiga (ba'in) maupun talak satu dan dua tetapi tidak dirujuk, sementara ia sudah dicampuri, maka hendaklah diberi mut'ah yakni pemberian suami di luar nafkah kepada istri yang ditalak tersebut menurut cara yang patut, yakni besar dan kecilnya pemberian itu disesuaikan dengan kemampuan suami, sebagai suatu kewajiban bagi orang yang bertakwa, yakni mereka yang melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

 

Tafsir Tahlili:

 

 

Tiap-tiap perempuan yang dicerai berhak menerima mut'ah sebagai hiburan dari bekas suaminya dengan cara yang baik. Suami yang memberikan hiburan tersebut adalah orang yang bertakwa kepada Allah yang oleh karenanya ia menjadi pemurah memberikan bantuan kepada bekas istrinya dengan ketulusan hati sejalan dengan petunjuk agama yaitu mengambil istri dengan baik atau menceraikannya dengan baik.

 

 

 

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ketika firman-Nya diturunkan, yaitu: Mut'ah menurut yang makruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang berbuat kebajikan. (Al Baqarah:236). Maka seorang lelaki berkata, “Jika aku menghendaki untuk berbuat kebajikan, niscaya aku akan melakukannya. Jika aku suka tidak melakukannya, niscaya aku tidak akan melakukannya.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى‎ menurunkan ayat ini: Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang makruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa.

 

قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ: لَمَّا نَزَلَ قَوْلُهُ: (مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ) [البقرة: 236] قَالَ رَجُلٌ: إِنْ شِئْتُ أَحْسَنْتُ فَفَعَلْتُ وَإِنْ شِئْتُ لَمْ أَفْعَلْ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ هَذِهِ الْآيَةَ: (وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ).

 

 

 

Ayat ini dijadikan dalil oleh orang-orang dari kalangan ulama yang mengatakan bahwa wajib diberikan mut'ah kepada setiap wanita yang diceraikan, baik ia wanita yang memasrahkan jumlah maskawinnya atau telah mendapat ketentuan jumlah maharnya ataupun diceraikan sebelum digauli atau telah digauli. Pendapat inilah yang disampaikan oleh Imam Syafii.

 

وَقَدِ اسْتَدَلَّ بِهَذِهِ الْآيَةِ مَنْ ذَهَبَ مِنَ الْعُلَمَاءِ إِلَى وُجُوبِ الْمُتْعَةِ لِكُلِّ مُطَلَّقَةٍ، سَوَاءٌ كَانَتْ مُفَوَّضَةً أَوْ مَفْرُوضًا لَهَا أَوْ مُطَلَّقًا قَبْلَ الْمَسِيسِ أَوْ مَدْخُولًا بِهَا، وَهُوَ قَوْلٌ عَنْ الشَّافِعِيِّ، رَحِمَهُ اللَّهُ.

 

 

 

Pendapat ini pula yang disampaikan oleh Sa'id ibnu Jubair dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf, dan dipilih oleh Ibnu Jarir.

 

وَإِلَيْهِ ذَهَبَ سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ، وَغَيْرُهُ مِنَ السَّلَفِ وَاخْتَارَهُ ابْنُ جَرِيرٍ.

 

 

 

Sedangkan menurut pendapat orang-orang yang tidak mewajibkan mut'ah secara mutlak, pengertian umum ayat ini di-takhsis oleh firman lainnya, yaitu:

Tidak ada sesuatu pun (mahar) atas kalian, jika kalian menceraikan istri-istri kalian sebelum kalian bercampur dengan mereka dan sebelum kalian menentukan maharnya. Dan hendaklah kalian berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya, dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang melaksanakan kebajikan. (Al Baqarah:236)

 

وَمَنْ لَمْ يُوجِبْهَا مُطْلَقًا يُخَصِّصُ مِنْ هَذَا الْعُمُومِ بِمَفْهُومِ قَوْلِهِ: (لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ)

 

 

 

Golongan yang pertama membantah pendapat ini, bahwa ayat di atas termasuk ke dalam pengertian menuturkan sebagian dari rincian yang umum. Oleh karena itu, tidak ada takhsis menurut pendapat yang terkenal lagi banyak pendukungnya.

 

وَأَجَابَ الْأَوَّلُونَ: بِأَنَّ هَذَا مِنْ بَابِ ذِكْرِ بَعْضِ أَفْرَادِ الْعُمُومِ فَلَا تَخْصِيصَ عَلَى الْمَشْهُورِ الْمَنْصُوصِ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.