Sabtu, 06 Juli 2024

Kajian Rutin Tafsir Jalalain || Surat Al-Baqoroh Ayat 228 ||

 

 

 

وَالْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍۗ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ اَنْ يَّكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللّٰهُ فِيْٓ اَرْحَامِهِنَّ اِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ وَبُعُوْلَتُهُنَّ اَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِيْ ذٰلِكَ اِنْ اَرَادُوْٓا اِصْلَاحًاۗ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌࣖ ۝٢٢٨

 

228. Para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali qurū’ (suci atau haid). Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir. Suami-suami mereka lebih berhak untuk kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan atas mereka. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

 

{وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ} أي لينتظرن {بِأَنفُسِهِنَّ} عن النكاح {ثَلاثَةَ قُرُوءٍ} تَمْضِي مِنْ حِينِ الطَّلَاقِ، جَمْعُ قُرْءٍ بفتح القاف، وَهُوَ الطُّهْرُ أَوِ الحَيْضُ قَوْلَانِ وَهَذَا فِي الْمَدْخُولِ بِهِنَّ أَمَّا غَيْرُهُنَّ فَلاَ عِدَّةَ عَلَيْهِنَّ لِقَوْلِهِ: {فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ} [الأحزاب: 49] وَفِي غَيْرِ الآيِسَةِ وَالصَّغِيرَةِ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَالْحَوَامِلِ فَعِدَّتُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ كَمَا فِي (سورة الطلاق) [الطلاق: 4] وَالإِمَاءُ فَعِدَّتُهُنَّ قُرْآنِ بِالسُّنَّةِ {وَلاَ يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ} مِنَ الْوَلَدِ أَوِ الْحَيْضِ {إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ} أَزْوَاجُهُنَّ {أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ} بِمُرَاجَعَتِهِنَّ وَلَوْ أَبَيْنَ {فِي ذَلِكَ} أَي فِي زَمَنِ التَّرَبُّصِ {إِنْ أَرَادُوا إِصْلاحًا} بَيْنَهُمَا لإِضْرَارِ الْمَرْأَةِ وَهُوَ تَحْرِيضٌ عَلَى قَصْدِهِ لاَ شَرْطٌ لِجَوَازِ الرَّجْعَةِ وَهَذَا فِي الطَّلاَقِ الرَّجْعِيِّ (وأَحَقُّ) لاَ تَفْضِيلَ فِيهِ إِذْ لاَ حَقَّ لِغَيْرِهِمْ فِي نِكَاحِهِنَّ فِي العِدَّةِ {وَلَهُنَّ} عَلَى الأَزْوَاجِ {مِثْلُ الَّذِي} لَهُمْ {عَلَيْهِنَّ} مِنَ الْحُقُوقِ {بِالْمَعْرُوفِ} شَرْعًا مِنْ حُسْنِ الْعِشْرَةِ وَتَرْكِ الإِضْرَارِ وَنَحْوِ ذَلِكَ {وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ} فَضِيلَةٌ فِي الْحَقِّ مِنْ وُجُوبِ طَاعَتِهِنَّ لَهُمْ لِمَا سَاقُوهُ مِنَ الْمَهْرِ وَالإِنْفَاقِ {وَاللَّهُ عَزِيزٌ} فِي مُلْكِهِ {حَكِيمٌ} فِيمَا دَبَّرَهُ لِخَلْقِهِ

 

228. (Dan wanita-wanita yang ditalak hendaklah menunggu) atau menahan (diri mereka) dari kawin (selama tiga kali quru') yang dihitung dari mulainya dijatuhkan talak. Dan quru' adalah jamak dari qar-un dengan mematahkan qaf, mengenai hal ini ada dua pendapat, ada yang mengatakannya suci dan ada pula yang mengatakannya haid. Ini mengenai wanita-wanita yang telah dicampuri. Adapun mengenai yang belum dicampuri, maka tidak ada idahnya berdasarkan firman Allah, "Maka mereka itu tidak mempunyai idah bagimu. Juga bukan lagi wanita-wanita yang terhenti haidnya atau anak-anak yang masih di bawah umur, karena bagi mereka idahnya selama tiga bulan. Mengenai wanita-wanita hamil, maka idahnya adalah sampai mereka melahirkan kandungannya sebagaimana tercantum dalam surah At-Thalaq, sedangkan wanita-wanita budak, sebagaimana menurut hadis, idah mereka adalah dua kali quru' (Dan mereka tidak boleh menyembunyikan apa yang telah diciptakan Allah pada rahim-rahim mereka) berupa anak atau darah haid, (jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan suami-suami mereka) (lebih berhak untuk merujuk mereka) sekalipun mereka tidak mau dirujuk (di saat demikian), artinya di saat menunggu itu (jika mereka menghendaki perbaikan) sesama mereka dan bukan untuk menyusahkan istri. Ini merupakan dorongan bagi orang yang berniat mengadakan perbaikan dan bukan merupakan syarat diperbolehkannya rujuk. Ini mengenai talak raj`i dan memang tidak ada orang yang lebih utama daripada suami, karena sewaktu masih dalam idah, tidak ada hak bagi orang lain untuk mengawini istrinya. (Dan para wanita mempunyai) dari para suaminya (hak-hak yang seimbang) dengan hak-hak para suami (yang dibebankan kepada mereka) (secara makruf) menurut syariat, baik dalam pergaulan sehari-hari, meninggalkan hal-hal yang akan mencelakakan istri dan lain sebagainya. (Akan tetapi pihak suami mempunyai satu tingkat kelebihan) tentang hak, misalnya tentang keharusan ditaati disebabkan maskawin dan belanja yang mereka keluarkan dari kantong mereka. (Dan Allah Maha Tangguh) dalam kerajaan-Nya, (lagi Maha Bijaksana) dalam rencana-Nya terhadap hak-hak-Nya.

 

 

 

 

 

Note:

1. Tafsir Wajiz: Setelah menjelaskan masalah perempuan yang ditalak suaminya, berikut ini Allah menjelaskan idah mereka. Dan para istri yang diceraikan bila sudah pernah dicampuri, belum menopause, dan tidak sedang hamil, wajib menahan diri mereka menunggu selama tiga kali quru', yaitu tiga kali suci atau tiga kali haid. Tenggang waktu ini bertujuan selain untuk membuktikan kosong-tidaknya rahim dari janin, juga untuk memberi kesempatan kepada suami menimbang kembali keputusannya. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, baik berupa janin, haid, maupun suci yang dialaminya selama masa idah. Ketentuan di atas akan mereka laksanakan dengan baik jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka berhak menjatuhkan pilihannya untuk kembali kepada istri mereka dalam masa idah itu, jika mereka menghendaki perbaikan hubungan suami-istri yang sedang mengalami keretakan tersebut. Dan mereka, para perempuan, mempunyai hak seimbang yang mereka peroleh dari suaminya dengan kewajibannya yang harus mereka tunaikan menurut cara yang patut sesuai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. yaitu derajat kepemimpinan karena tanggung jawab terhadap keluarganya. Allah Mahaperkasa atas orang-orang yang mendurhakai aturan-aturan yang telah ditetapkan, Mahabijaksana dalam menetapkan aturan dan syariat-Nya.

 

2. Tafsir Tahlili: Dalam ayat ini dijelaskan hukum talak sebagai penyempurnaan bagi hukum-hukum yang tersebut pada ayat-ayat sebelumnya. Apabila istri yang mempunyai masa haid, dicerai oleh suaminya, maka hendaklah dia bersabar menunggu tiga kali quru', baru boleh kawin dengan laki-laki yang lain. Tiga kali quru' ialah tiga kali suci menurut pendapat jumhur ulama ). Ini dinamakan masa idah, yaitu masa harus menunggu. Selama dia masih dalam masa idah, ia tidak boleh menyembunyikan apa yang telah terjadi dalam kandungannya, apakah dia telah hamil ataukah dalam haid kembali. Setiap istri yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, dia harus jujur, mengakui terus terang apa yang telah terjadi dalam rahimnya. Pada masa jahiliyah, di kalangan istri-istri yang tidak jujur, sering tidak mengatakan bahwa dirinya telah hamil. Setelah idah-nya habis dia kawin lagi dengan laki-laki lain, maka tidak lama sesudah kawin lahir anaknya, terjadilah perselisihan dan pertengkaran antara kedua suami istri. Apabila mantan suami tidak mengakui bahwa itu anaknya, maka teraniayalah bayi yang tidak bersalah itu, disebabkan ibunya tidak jujur ketika masih dalam masa idah. Ada pula terjadi pada masa itu, istri tidak mau berterus terang bahwa idah-nya sudah habis, dia mengatakan masih dalam haid, maksud dia berbohong itu, agar suaminya tetap memberi belanja kepadanya selama dia dalam idah, maka turunlah ayat ini melarang istri yang dicerai menyembunyikan apa yang terjadi dalam rahimnya. Selama perempuan yang ditalak itu masih dalam idah, suami boleh rujuk, itulah yang lebih baik jika niat rujuknya ingin membina kembali rumah tangganya yang baik. Cukuplah waktu idah itu bagi suami untuk berpikir apakah ia akan rujuk kembali (lebih-lebih sudah ada anak) atau akan bercerai. Tetapi kalau rujuk itu bukan didorong oleh maksud yang baik, yakni hanya untuk membalas dendam, atau untuk menyusahkan dan menyakiti istri, maka perbuatan seperti ini dilarang Allah dan itu perbuatan zalim terhadap perempuan. Talak yang dijatuhkan kepada istri seperti ini, bernama talak raj'i yaitu talak yang masih boleh rujuk sebelum habis masa idah. Kemudian firman Allah yang mengatakan bahwa perempuan itu mempunyai hak yang seimbang dengan laki-laki dan laki-laki mempunyai kelebihan satu tingkat dari istrinya, adalah menjadi dalil bahwa dalam amal kebajikan mencapai kemajuan dalam segala aspek kehidupan, lebih-lebih dalam lapangan ilmu pengetahuan, perempuan dan laki-laki sama-sama mempunyai hak dan kewajiban. Meskipun demikian hak dan kewajiban itu disesuaikan dengan fitrahnya baik fisik maupun mental. Umpamanya seorang istri mempunyai kewajiban mengurus rumah tangga, mendidik anak-anak dan memelihara kesehatannya, menjaga kebersihan dan rahasia rumah tangga dan lain-lain. Sedang suami sebagai kepala keluarga bekerja dan berusaha untuk mencari nafkah yang halal guna membelanjai istri dan anak-anak. Dalam keluarga/rumah tangga, suami dan istri adalah mitra sejajar, saling tolong menolong dan bantu membantu dalam mewujudkan rumah tangga sakinah yang diridai Allah swt. Perbedaan yang ada adalah untuk saling melengkapi dan kerjasama, bukan sebagai sesuatu yang bertentangan dalam membina rumah tangga bahagia. Meskipun nafkah keluarga merupakan kewajiban suami, bukan berarti istri tidak boleh membantu nafkah keluarga, tetapi bila istri mengeluarkan biaya/nafkah rumah tangga, itu hanya sebagai tabarru' bukan sebagai kewajiban. Bila suami jatuh miskin, karena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau sakit yang menjadikan ia tidak bisa memberi nafkah, maka istri berkewajiban membantu biaya rumah tangga, tetapi bila suami sudah berkemampuan memberi nafkah, maka ia wajib mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh istri, kecuali istri tersebut rela tidak diganti, maka nafkah yang telah dikeluarkannya menjadi bantuan suka rela kepada rumah tangga. Dalam masyarakat, perempuan boleh berlomba dengan laki-laki untuk mencari kemajuan dan berbuat amal kebajikan. Kalau ada orang menuduh, bahwa Islam tidak memberi kemerdekaan asasi kepada perempuan, itu adalah tuduhan yang tidak benar. Islamlah yang mula-mula mengangkat derajat perempuan setinggi-tingginya, sebelum dunia yang maju sekarang ini sanggup berbuat demikian. Sudah sejak 14 abad yang lalu Islam memberikan hak dan kewajiban kepada perempuan dan laki-laki, sedangkan dunia lain pada waktu itu masih dalam gelap gulita. Seorang suami sebagai kepala rumah tangga bertanggung jawab atas kesejahteraan dan keselamatan rumah tangga dengan memberikan biaya rumah tangga yang diperoleh dengan jalan yang halal. Demikian Allah mengatur hubungan suami istri dengan cara-cara yang harmonis untuk mencapai kebahagiaan hidup dalam berumah tangga.

 

3. Ibnu Katsir

هَذَا الأَمْرُ مِنَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لِلْمُطَلَّقَاتِ الْمَدْخُولِ بِهِنَّ مِنْ ذَوَاتِ الأَقْرَاءِ، بِأَنْ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ، أَيْ: بِأَنْ تَمْكُثَ إِحْدَاهُنَّ بَعْدَ طَلاَقِ زَوْجِهَا لَهَا ثَلاثَةَ قُرُوءٍ؛ ثُمَّ تَتَزَوَّجَ إِنْ شَاءَتْ،

 

Ini merupakan perintah Allah bagi para wanita yang diceraikan, yang sudah dicampuri oleh suami mereka, dan masih haid. Mereka diperintahkan untuk menunggu selama tiga kali quru’. Artinya, mereka harus berdiam diri selama tiga quru’ (masa suci atau haid) setelah diceraikan oleh suaminya; setelah itu jika menghendaki mereka boleh menikah dengan laki-laki lain.

 

 

 

وَقَدْ أَخْرَجَ الأَئِمَّةُ الأَرْبَعَةُ مِنْ هَذَا الْعُمُومِ الأَمَةَ إِذَا طُلِّقَتْ، فَإِنَّهَا تَعْتَدُّ عِنْدَهُمْ بِقُرْءَيْنِ، لِأَنَّهَا عَلَى النِّصْفِ مِنَ الْحُرَّةِ، وَالْقُرْءُ لاَ يَتَبَعَّضُ فَكَمُلَ لَهَا قُرْآنِ.

 

Empat Imam (Maliki, Hanafi, Hambali, dan Syafi’i) telah mengecualikan hamba sahaya dari keumuman ayat tersebut. Menurut mereka, jika hamba sahaya itu diceraikan, maka ia hanya perlu menunggu dua guru’ saja, karena mereka berkedudukan setengah dari wanita merdeka, sedangkan quru’ itu sendiri tidak dapat dibagi menjadi dua. Sehingga cukup bagi para hamba sahaya untuk menunggu dua quru’ saja.

 

 

 

وَلِمَا رَوَاهُ ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ مَظَاهِرِ بْنِ أَسْلَمَ الْمَخْزُومِيِّ الْمَدَنِيِّ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "طَلاَقُ الأَمَةِ تَطْلِيقَتَانِ وَعِدَّتُهَا حَيْضَتَانِ".

 

"Dan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dari Mazahir bin Aslam al-Makhzumi al-Madani, dari al-Qasim, dari Aisyah: bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: 'Talak bagi budak perempuan adalah dua kali talak dan masa iddahnya adalah dua kali haid.'"