Kamis, 01 Agustus 2024

FAIDAH KE DELAPAN || DAUROH AYYUHAL WALAD || RUTINAN MALEM JEMAH LEGI

 

 

 

Faidah kedelapan:

 

وَالفَائِدَةُ الثَّامِنَةُ :

"Aku melihat setiap orang I'timad (mengandalkan) dengan sesuatu selain Alloh;

1.      Sebagian dari mereka mengandalkan dirham dan dinar.

2.      Sebagian yang lain mengandalkan harta dan kekuasaan.

3.      Sebagian lagi mengandalkan pada pekerjaan dan keahlian.

4.      Sebagian yang lain mengandalkan makhluq sesamanya.

 

أَنِّي رَأَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مُعْتَمِدًا عَلَى شَيْءٍ مَخْلُوقٍ :

بَعْضُهُمْ إِلَى الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ .

وَبَعْضُهُمْ إِلَى المَالِ وَالمُلْكِ

وَبَعْضُهُمْ إِلَى الحِرْفَةِ وَالصِّنَاعَةِ

وَبَعْضُهُمْ إِلَى مَخْلُوقٍ مِثْلِهِ .

 

 

 

Note: Panjabaran

 

المناقشة

 

 

 

يُفَسِّرُ الإمام الغزالي في هذه الحكمة مُشَاهَدَتَهُ لِنَزْعَةِ الناسِ إلى الاعتماد على غيرِ اللهِ. وَقَدْ قَسَّمَ الناسَ إلى عدَّةِ فِئَاتٍ بناءً على ما يعتمدون عليه:

 

 

 

Imam Al-Ghozali dalam hikmah ini mengungkapkan pengamatannya terhadap kecenderungan manusia dalam mengandalkan selain Allah. Beliau membagi manusia ke dalam beberapa golongan berdasarkan objek ketergantungannya:

 

 

 

الاعتمادُ على الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ:

- يَعْتَمِدُ بَعْضُ الناسِ على المالِ كَمَصْدَرٍ أَسَاسِيٍّ في حياتِهِم. وَيَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مَعَ كَثْرَةِ المَالِ سَتَتَحَقَّقُ جَمِيعُ احْتِيَاجَاتِهِمْ وَرَغَبَاتِهِمْ. هَذَا الاعْتِمَادُ يَجْعَلُهُمْ يَسْعَوْنَ جَاهِدِينَ لِجَمْعِ الثَّرْوَةِ، غَالِبًا بِدُونِ الاكْتِرَاثِ إِذَا كَانَتْ حَلَالًا أَوْ حَرَامًا.

 

 

 

Mengandalkan Dirham dan Dinar:

Sebagian orang menjadikan uang sebagai sandaran utama dalam hidupnya. Mereka berpikir bahwa dengan memiliki banyak uang, semua kebutuhan dan keinginan mereka akan terpenuhi. Ketergantungan ini membuat mereka berusaha keras untuk mengumpulkan harta, seringkali tanpa memperhatikan halal dan haramnya.

 

 

 

الاعتمادُ على المالِ وَالمُلْكِ:

- وَيَعْتَمِدُ آخَرُونَ على الثَّرْوَةِ وَالقُدْرَةِ كَمَصْدَرٍ لِلقُوَّةِ وَالأَمَانِ. وَيَعْتَقِدُونَ أَنَّهُمْ مَعَ كَثْرَةِ المالِ وَالسُّلْطَةِ سَيَسْتَطِيعُونَ التَّحَكُّمَ في الأُمُورِ وَيَحْصُلُونَ عَلَى احْتِرَامِ الآخَرِينَ. هَذَا الاعْتِمَادُ يَجْعَلُهُمْ يَنْسَوْنَ أَنَّ كُلَّ شَيْءٍ لَدَيْهِمْ هُوَ أَمَانَةٌ مِنَ اللهِ.

 

 

 

Mengandalkan Harta dan Kekuasaan:

Ada pula yang mengandalkan harta kekayaan dan kekuasaan sebagai sumber kekuatan dan keamanan. Mereka meyakini bahwa dengan memiliki banyak harta dan kekuasaan, mereka dapat mengendalikan banyak hal dan mendapatkan kehormatan dari orang lain. Ketergantungan ini seringkali membuat mereka lupa bahwa segala sesuatu yang dimiliki hanyalah titipan dari Allah.

 

 

 

الاعتمادُ على الحِرْفَةِ وَالصِّنَاعَةِ:

- وَيَعْتَمِدُ آخَرُونَ على الأَعْمَالِ وَالمَهَارَاتِ كَمَصْدَرٍ لِلنَّجَاحِ وَالاسْتِقْرَارِ في الحَيَاةِ. وَيَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مَعَ العَمَلِ الجَادِّ وَتَحْسِينِ المَهَارَاتِ سَيَصِلُونَ إلى النَّجَاحِ. وَلَكِنْ، يَنْسَوْنَ أَنَّ كُلَّ القُدُرَاتِ وَالفُرَصِ تَأْتِي مِنَ اللهِ.

 

 

 

Mengandalkan Pekerjaan dan Keahlian:

Sebagian lainnya menggantungkan hidupnya pada pekerjaan dan keahliannya. Mereka merasa bahwa dengan bekerja keras dan mengasah keterampilan, mereka bisa mencapai kesuksesan dan stabilitas hidup. Namun, mereka lupa bahwa semua kemampuan dan peluang datangnya dari Allah.

 

 

 

الاعتمادُ على المَخْلُوقِ مِثْلِهِ:

- وَيَعْتَمِدُ آخَرُونَ على النَّاسِ، سَوَاءً كَانُوا أَهْلًا أَوْ أَصْدِقَاءَ أَوْ رُؤَسَاءَ. وَيَأْمُلُونَ أَنَّهُمْ مَعَ دَعْمِ وَمُسَاعَدَةِ الآخَرِينَ سَيَتَغَلَّبُونَ عَلَى المَشَاكِلِ وَالتَّحَدِّيَاتِ في الحَيَاةِ. هَذَا الاعْتِمَادُ يَجْعَلُهُمْ يَنْسَوْنَ أَنَّ المَخْلُوقِينَ مِثْلَهُمْ لَهُمْ حُدُودٌ وَضَعْفٌ.

 

 

 

Mengandalkan Makhluk Sesamanya:

Ada juga yang mengandalkan orang lain, baik itu keluarga, teman, atau atasan. Mereka berharap bahwa dengan dukungan dan bantuan dari sesama manusia, mereka dapat mengatasi berbagai masalah dan tantangan dalam hidup. Ketergantungan ini membuat mereka lupa bahwa sesama makhluk pun memiliki keterbatasan dan kelemahan.

 

 

 

في نَظَرِ الغَزَالِي، كُلُّ هَذِهِ الاعْتِمَادَاتِ غَيْرُ صَحِيحَةٍ لأنَّ الإنسانَ يَجِبُ أَنْ يَعْتَمِدَ فَقَطْ عَلَى اللهِ. الاعْتِمَادُ على غَيْرِ اللهِ يُظْهِرُ ضَعْفَ الإِيمَانِ وَاليَقِينِ، وَيُبْعِدُ الإِنْسَانَ عن حَقِيقَةِ التَّوَكُّلِ الصَّحِيحِ. التَّوَكُّلُ هوَ تَسْلِيمُ جَمِيعِ الأُمُورِ إلى اللهِ بِيَقِينِ أَنَّهُ هُوَ الوَاحِدُ الَّذِي يُدَبِّرُ وَيُعْطِي الرِّزْقَ. لِذَلِكَ، تَدْعُو هَذِهِ الحِكْمَةُ إلى تَقْوِيَةِ الإِيمَانِ وَاعْتِمَادِنا على اللهِ وَحْدَهُ، وَالتَّذَكُّرِ أَنَّ كُلَّ شَيْءٍ في هَذِهِ الدُّنْيَا زَائِلٌ وَفَانٍ.

 

 

 

Dalam pandangan Al-Ghozali, semua ketergantungan ini pada akhirnya adalah keliru karena manusia seharusnya hanya bergantung kepada Allah. Ketergantungan pada selain Allah menunjukkan kelemahan iman dan keyakinan, serta menjauhkan manusia dari hakikat tawakkal yang sejati. Tawakkal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah dengan keyakinan bahwa hanya Dia yang Maha Mengatur dan Maha Memberi rezeki. Dengan demikian, hikmah ini mengajak kita untuk memperkuat keimanan dan kebergantungan kita hanya kepada Allah semata, serta menyadari bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah sementara dan fana.

 

 

 

Lalu aku merenungkan dawuhnya Alloh: "Barang siapa yang tawakkal (berserah diri) pada Alloh, maka Alloh akan mencukupinya, sesungguhnya Alloh yang membuat sampai perkaranya, dan Alloh telah menjadikan atas qodho' (ketentuan) setiap perkara". Maka aku berserah diri pada Alloh dzat yang mencukupiku, dan sebaik-baiknya dzat yang dipasrahi.

 

فَتَأَمَّلْتُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى : ﴿ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا ﴾ فَتَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ ، فَهُوَ حَسْبِي وَنِعْمَ الوَكِيلُ .

 

 

 

المناقشة:

قَالَ الإِمَامُ الغَزَالِيُّ فِي هَذِهِ الحِكْمَةِ:"ثُمَّ تَأَمَّلْتُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا ﴾. فَتَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، فَهُوَ حَسْبِي وَنِعْمَ الوَكِيلُ".

 

 

 

Pembahasan:

Imam Al-Ghozali dalam hikmah ini mengajak kita untuk merenungkan firman Allah yang terdapat dalam Surah At-Talaq ayat 3:

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

"Barang siapa yang tawakkal (berserah diri) pada Allah, maka Allah akan mencukupinya, sesungguhnya Allah yang membuat sampai perkaranya, dan Allah telah menjadikan atas qodho' (ketentuan) setiap perkara." Maka aku berserah diri pada Alloh dzat yang mencukupiku, dan sebaik-baiknya dzat yang dipasrahi.

 

 

 

 

النقاط الرئيسية:

التَّوَكُّلُ عَلَى اللَّهِ:

- التَّوَكُّلُ هُوَ الاِعْتِمَادُ التَّامُّ عَلَى اللَّهِ فِي كُلِّ الأُمُورِ. لا يَعْنِي التَّوَكُّلُ التَّوَكُّلَ دُونَ عَمَلٍ، بَلْ هُوَ بَذْلُ الجُهْدِ الأَقْصَى مَعَ تَسْلِيمِ النَّتِيجَةِ لِلَّهِ. يُعَلِّمُنَا التَّوَكُّلُ أَنْ نَكُونَ عَلَى يَقِينٍ أَنَّ كُلَّ مَا يَحْدُثُ هُوَ الأَفْضَلُ مِمَّا يَمْنَحُهُ اللَّهُ.

 

Poin-poin Utama:

Tawakkal (Berserah Diri) pada Allah:

Tawakkal adalah sikap berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam segala urusan. Tawakkal tidak berarti pasrah tanpa usaha, melainkan usaha yang maksimal disertai dengan penyerahan hasil akhirnya kepada Allah. Tawakkal mengajarkan kita untuk selalu yakin bahwa apapun hasilnya, itu adalah yang terbaik yang Allah berikan.

 

 

 

اللَّهُ هُوَ الكَافِي:

- فِي هَذِهِ الآيَةِ يَعْطِينَا اللَّهُ ضَمَانًا أَنَّ مَنْ يَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ فَهُوَ يَكْفِيهِ. هَذَا يَعْنِي أَنَّ اللَّهَ سَيَحْفَظُ وَيَحْمِي وَيُعْطِي كُلَّ مَا يَحْتَاجُهُ العَبْدُ المُتَوَكِّلُ عَلَيْهِ. هَذَا اليَقِينُ يُحْدِثُ طُمَأْنِينَةً فِي القَلْبِ لِأَنَّنَا نَعْلَمُ أَنَّنَا تَحْتَ حِمَايَةِ اللَّهِ القَادِرِ.

 

 

 

Allah yang Mencukupi:

Firman Allah ini memberikan jaminan bahwa siapa saja yang tawakkal kepada-Nya, Allah akan mencukupinya. Artinya, Allah akan memelihara, melindungi, dan memberikan segala yang diperlukan oleh hamba yang bertawakkal kepada-Nya. Keyakinan ini menumbuhkan ketenangan hati karena kita tahu bahwa kita berada di bawah perlindungan Allah yang Maha Kuasa.

 

 

 

اليَقِينُ فِي القَدَرِ:

- تُؤَكِّدُ هَذِهِ الآيَةُ أَيْضًا أَنَّ اللَّهَ يَبْلُغُ أَمْرَهُ. هَذَا يَعْنِي أَنَّ كُلَّ حَادِثَةٍ فِي الدُّنْيَا لَا تَخْرُجُ عَنْ إِرَادَةِ اللَّهِ. قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا، فَلَا يَحْدُثُ شَيْءٌ إِلَّا بِقَدَرِهِ.

 

 

 

Kepastian dalam Ketentuan Allah:

Ayat ini juga menegaskan bahwa Allah pasti menyelesaikan segala urusan yang Dia kehendaki. Ini mengandung makna bahwa setiap kejadian di dunia ini tidak lepas dari ketentuan dan takdir Allah. Allah telah menetapkan qadar (ukuran) untuk setiap perkara, sehingga tidak ada sesuatu pun yang terjadi di luar kehendak-Nya.

 

 

 

التَّسْلِيمُ لِلَّهِ:

- يُشِيرُ الإِمَامُ الغَزَالِيُّ أَنَّهُ بَعْدَ تَأَمُّلِ هَذِهِ الآيَةِ، اخْتَارَ أَنْ يَتَوَكَّلَ عَلَى اللَّهِ. هَذِهِ خُطْوَةٌ وَاضِحَةٌ فِي تَعَامُلِنَا مَعَ كُلِّ مَشَاكِلِ الحَيَاةِ. بِالتَّوَكُّلِ عَلَى اللَّهِ، نَتَخَلَّصُ مِنَ الاِعْتِمَادِ عَلَى غَيْرِهِ وَنَسْتَوْدِعُ كُلَّ أُمُورِنَا إِلَى اللَّهِ.

 

Pasrah pada Allah:

Imam Al-Ghozali menyatakan bahwa setelah merenungkan ayat ini, beliau memilih untuk bertawakkal kepada Allah. Ini adalah langkah nyata dalam menyikapi segala permasalahan hidup. Dengan berserah diri kepada Allah, kita melepaskan diri dari ketergantungan pada selain-Nya dan mempercayakan segala urusan kepada-Nya.

 

 

 

الخلاصة:

الرِّسَالَةُ الرَّئِيسِيَّةُ مِنْ هَذِهِ الحِكْمَةِ هِيَ أَهَمِّيَّةُ التَّوَكُّلِ عَلَى اللَّهِ. التَّوَكُّلُ يُحْدِثُ الطُّمَأْنِينَةَ وَالثِّقَةَ بِأَنَّ اللَّهَ سَيَكْفِينَا وَيَمْنَحُ الأَفْضَلَ لِعِبَادِهِ. يَدْعُونَا الإِمَامُ الغَزَالِيُّ لِلتَّسْلِيمِ الدَّائِمِ لِلَّهِ فِي كُلِّ مَجَالٍ مِنْ مَجَالاَتِ حَيَاتِنَا، لأَنَّهُ فَقَطْ بِذَلِكَ نَصِلُ إِلَى سَكِينَةِ النَّفْسِ وَرِضَا اللَّهِ.

 

 

 

Kesimpulan:

Pesan utama dari hikmah ini adalah pentingnya tawakkal kepada Allah. Tawakkal memberikan ketenangan dan keyakinan bahwa Allah yang Maha Pengasih dan Maha Mengetahui akan mencukupi segala kebutuhan kita dan memberikan yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya. Imam Al-Ghozali mengajak kita untuk selalu berserah diri kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan kita, karena hanya dengan demikian kita dapat mencapai ketenangan jiwa dan ridha Allah.

 

 

 

Kemudian wali Alloh Syaqiq Al Balkhi berkata kepada muridnya Hatim Al Ashom: "Semoga Alloh memberimu taufiq, aku telah melihat seluruh isi kitab Taurot, Zabur, Injil dan Al Qur'an, dan aku menemukan keempat kitab tersebut isi pokoknya adalah delapan faidah tadi, barang siapa yang telah mengamalkan delapan faidah tersebut maka ia telah mengamalkan empat kitab itu".

 

فَقَالَ شَقِيقٌ : وَفَّقَكَ اللَّهُ تَعَالَى يَا حَاتِمُ ؛ إِنِّي قَدْ نَظَرْتُ التَّوْرَاةَ وَالإِنْجِيلَ وَالزَّبُورَ وَالفُرْقَانَ ، فَوَجَدْتُ الكُتُبَ الأَرْبَعَةَ تَدُورُ عَلَى هَذِهِ الفَوَائِدِ الثَّمَانِيَةِ ، فَمَنْ عَمِلَ بِهَا .. كَانَ عَامِلًا بِهَذِهِ الكُتُبِ الأَرْبَعَةِ

 

 

 

المناقشة

معنى الفوائد الثمانية

يُشِيرُ النَّصُّ إلى أَهميةِ العملِ بالفوائدِ الثمانيةِ التي يُزْعَمُ أنها جوهرُ تعاليمِ الكتبِ السماويةِ الأربعةِ. على الرَّغمِ من أنَّ هذهِ الفوائدَ لم تُذْكَرْ صراحةً في الاقتباسِ، فإنَّ فَهْمَ أنَّ هذهِ الفوائدَ هي جوهرُ التعاليمِ الدينيةِ يُبْرِزُ المبادئَ العالميةَ التي تجمعُ بينَ الوحيِ الإلهيِّ. قد تَشْمَلُ الفوائدَ قيَمًا أساسيةً مثلَ الإيمانِ باللهِ، وفعلِ الخيرِ، والصدقِ، والعدالةِ، وغيرها، التي تشكِّلُ أساسًا أخلاقيًّا وروحيًّا.

 

 

 

Pembahasan

1. Makna Delapan Faidah

Teks tersebut menekankan pentingnya mengamalkan delapan faidah yang diklaim sebagai inti ajaran dari empat kitab suci. (Yakni delapan Faidah telah di bahas sebelumnya), pemahaman bahwa faidah-faidah ini adalah esensi dari ajaran agama menyoroti prinsip-prinsip universal yang menyatukan berbagai wahyu Ilahi. Faidah-faidah ini mencakup nilai-nilai dasar seperti keimanan kepada Tuhan, amal kebaikan, kejujuran, keadilan, dan lain-lain, yang membentuk landasan etika dan spiritual.

 

 

 

تشابه تعاليم الأديان

يُظْهِرُ شَقِيقٌ الْبَلْخِيُّ أنهُ رَغْمَ أنَّ الكتبَ السماويةَ تحتوي على العديدِ من الاختلافاتِ في التفاصيلِ والسياقِ التاريخيِّ، إلا أنَّ هناكَ تشابهًا أساسيًّا في تعاليمِها. وهذا يُؤَكِّدُ وجهةَ النظرِ القائلةَ بأنَّ جوهرَ تعاليمِ الأديانِ السماويةِ لا يتناقضُ، بل يُكَمِّلُ بعضُهُ بعضًا ويظلُّ متسقًا في تعليمِ المبادئِ الأخلاقيةِ والروحيةِ الأساسيةِ.

 

 

 

2. Persamaan Ajaran Agama

Syaqiq Al-Balkhi menunjukkan bahwa meskipun kitab-kitab suci memiliki banyak perbedaan dalam detail dan konteks historisnya, ada kesamaan mendasar dalam ajaran mereka. Hal ini menegaskan pandangan bahwa esensi ajaran agama-agama samawi tidak saling bertentangan, melainkan saling melengkapi dan konsisten dalam mengajarkan prinsip-prinsip moral dan spiritual yang mendasar.

 

 

 

التطبيق العملي

يُوضِحُ القولُ بأنَّ من يعملُ بهذهِ الفوائدِ الثمانيةِ يكونُ قد عملَ بتعاليمِ الكتبِ الأربعةِ، أنَّ العملَ في الحياةِ اليوميةِ هو الأكثرُ أهميةً من المعرفةِ النظريةِ فقط. وهذا يُبْرِزُ أهميةَ الأفعالِ في الحياةِ اليوميةِ كوسيلةٍ لتنفيذِ التعاليمِ الدينيةِ.

 

 

 

3. Implementasi Praktis

Pernyataan bahwa barang siapa yang mengamalkan delapan faidah tersebut telah mengamalkan ajaran dari keempat kitab suci, menunjukkan bahwa amalan praktis dari ajaran agama lebih penting daripada sekadar pengetahuan teoritis. Ini menekankan pentingnya tindakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk implementasi dari ajaran agama.

 

 

 

الملاءمة والعالمية

من خلالِ العملِ بالمبادئِ التي تُشَكِّلُ جوهرَ جميعِ الكتبِ السماويةِ، يُعتَبَرُ الشخصُ قد استوفى المتطلباتِ الروحيةَ للأديانِ المختلفةِ. وهذا يُشِيرُ إلى الملاءمةِ والعالميةِ لتعاليمِ الأديانِ في سياقِ الأخلاقِ والمبادئِ التي تُوَحِّدُ البشريةَ، بغضِّ النظرِ عن اختلافِ الطقوسِ أو العقائدِ.

 

 

 

4. Relevansi dan Universalitas

Dengan mengamalkan prinsip-prinsip yang menjadi inti dari semua kitab suci, seseorang dianggap telah memenuhi tuntutan spiritual dari berbagai agama. Ini menunjukkan relevansi dan universalitas ajaran agama dalam konteks etika dan moral yang menyatukan umat manusia, terlepas dari perbedaan ritual atau doktrin.

 

 

 

الختام

يُعَلِّمُنَا هذا الكَلِمُ الحكمةُ أنَّ جوهرَ تعاليمِ الأديانِ السماويةِ يمكنُ العثورُ عليهِ في المبادئِ العالميةِ نفسها. من خلالِ تحديدِ والعملِ بالفوائدِ الثمانيةِ، لا يُعْتَبَرُ الشخصُ فقط مُحْتَرِمًا لتعاليمِ كتابٍ سماويٍّ واحدٍ، بل أيضًا بشكلٍ ضمنيٍّ مُحْتَرِمًا لتعاليمِ الكتبِ الأخرىِ. وهذا يُبْرِزُ أهميةَ الفهمِ العميقِ للتعاليمِ الدينيةِ وتطبيقِها في الحياةِ الواقعيةِ لتحقيقِ أهدافٍ روحيةٍ أكبرَ.

Kesimpulan

Kalam Hikmah ini mengajarkan bahwa esensi ajaran agama-agama samawi dapat ditemukan dalam prinsip-prinsip universal yang sama. Dengan mengidentifikasi dan mengamalkan delapan faidah tersebut, seseorang tidak hanya menghormati ajaran dari satu kitab suci tetapi juga secara implisit menghormati ajaran dari kitab-kitab lain. Ini menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama dan penerapannya dalam kehidupan nyata untuk mencapai tujuan spiritual yang lebih besar.

 

في هذا السياقِ، يدْعُونا شَقِيقٌ الْبَلْخِيُّ إلى البحثِ عن جوهرِ تعاليمِ الأديانِ وتطبيقِ القيمِ العالميةِ في الحياةِ اليوميةِ، كوسيلةٍ لاحترامِ وتعليمِ الوحيِ الإلهيِّ.

 

Dalam konteks ini, Syaqiq Al-Balkhi mengajak kita untuk mencari esensi dari ajaran agama dan mengimplementasikan nilai-nilai universal tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sebagai bentuk penghormatan dan pengamalan terhadap ajaran Ilahi.