Senin, 21 September 2015

Risalah Aswaja Syeikh Hasyim Asy’ari Bagian-4

Risalah Aswaja Syeikh Hasyim Asy’ari Bagian-4 ini memuat 2 (dua) pasal, masing-masing Pasal Wajibnya Taqlid bagi seseorang yang tidak memiliki keahlian untuk berijtihad dan Pasal Sikap Ekstra Hati-hati Di Dalam Mengambil Agama dan Keilmuan juga Sikap Antisipatif terhadap Fitnah yang dimunculkan oleh Para Ahli Bid’ah, Orang-Orang Munafiq dan Para Pemimpin Yang Menjerumuskan. Dua pasal ini sangat relevan untuk dijadikan referensi terkait kenyataan di lapangan di mana saat sekarang ini telah terjadi gesekan pemahaman terhadap masalah-masalah keagamaan sampai pada tingkat yang menghawatirkan. Munculnya Klaim Kebenaran dan Fitnah-fitnah dalam bentuk Takfir (pengkafiran), baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Terhadap hal tersebut, Syeikh Hasyim Asy’ari sudah menuliskan dan menunjukkannya kepada kita semua.

PASAL WAJIBNYA TAQLID BAGI SESEORANGYANG TIDAK MEMILIKI KEAHLIAN UNTUK BERIJTIHAD

Menurut pandangan Jumhuril Ulama, setiap orang yang tidak memiliki keahlian untuk sampai pada tingkat kemampuan sebagai mujtahid mutlak, sekalipun ia telah mampu menguasai beberapa cabang keilmuan yang dipersyaratkan di dalam melakukan ijtihad, maka wajib baginya untuk mengikuti (taklid) pada satu qaul dari para Imam Mujtahid dan mengambil fatwa mereka agar ia dapat keluar dan terbebaskan dari ikatan beban (Taklif) yang mewajibkannya untuk mengikuti siapa saja yang ia kehendaki dari salah satu Imam Mujtahid, sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt :

فاسئلوا اهل الذكر ان كنتم لا تعلمون

Maka bertanyalah kalian semua kepada ahli ilmu jika kalian semua tidak mengetahui

Dengan berdasar pada ayat ini, seseorang yang tidak mengetahui, diwajibkan oleh Allah Swt. untuk bertanya, Nah bertanya itu merupakan perwujudan sikap taqlid seseorang kepada orang yang ‘Alim. Firman Allah ini berlaku secara umum untuk semua golongan yang dikhitobi. Secara umum pula firman Allah ini, mewajibkan kita untuk bertanya dan mempertanyakan segala sesuatu yang tidak kita ketahui, sesuai dengan kesepakatan / konsensus Jumhur al Ulama. Karena sesungguhnya orang yang beridentitas awam itu pasti ada sejak zaman generasi sahabat, tabiin dan hingga zaman setelahnya, mereka wajib meminta fatwa kepada para mujtahid dan mengikuti fatwa-fatwa mereka dalam hukum-hukum syari ah dan mengimplementasikannya sesuai dengan petunjuk Ulama.

Pertanyaan esensial yang kemudian muncul adalah, mengapa harus mempertanyakan suatu hukum dan tuntutan syari at yang tidak diketahui?. Karena sesungguhnya para Ulamapun ketika menerima pertanyaan, mereka seringkali segera menjawab pertanyaan tersebut to the point tanpa memberi isyaroh untuk menuturkan dalil, di satu sisi ketika seorang Ulama melarang untuk melakukan sesuatu kepada orang yang awam, merekapun (awam) langsung menerimanya tanpa mengingkarinya.

Kondisi yang sedemikianlah yang lantas disepakati adanya kewajiban bagi orang awam untuk mengikuti pendapat seorang mujtahid, disadari pula bahwa sama sekali orang awam itu tidak memiliki kemampuan dan otoritas untuk memahami Al Kitab dan Al Sunnah dan tentunya pemahamannya tidaklah dapat diterima jika tidak cocok dengan pemahaman Ulama ahli Al Haq yang agung dan terpilih. Sesungguhnya orang yang ahli bid’ah dan berperilaku menyimpang, mereka memahami hukum-hukum secara bathil dari Al Kitab dan Al Sunnah, pada kenyataannya apapun yang diambil oleh ahli bid’ah tidaklah dapat dipegangi sebagai kebenaran.

Bagi orang awam tidak diwajibkan untuk tetap eksis / konsisten mengikuti satu madzhab saja dalam menyikapi setiap masalah baru yang muncul. Walaupun ia telah menetapkan untuk mengikuti satu madzhab tertentu seperti madzhabnya Imam Al – Syafi’i ra., tidaklah selamanya ia harus mengikuti madzhab ini, bahkan diperkenankan baginya untuk pindah pada madzhab yang lain selain Al – Syafi’i. Seorang awam yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pengkajian masalah dan istidlal (melakukan pelacakan / pencarian sumber dalil) atau ia juga tidak memiliki kemampuan membaca sebuah kitabpun yang ada sebagai reverensi dalam sebuah madzhab, lantas ia mengatakan bahwa saya adalah bermadzhab Al-Syafi’i, maka pernyataan yang sedemikian itu tidaklah absah sebagai pengakuan bilamana hanya sekedar ucapan belaka.

Tetapi menurut sebuah pendapat yang lain menyatakan bahwa; ketika seorang awam itu konsisten mengikuti satu madzhab tertentu maka wajiblah baginya untuk menetapkan madzhab pilihanya. Karena jelas seorang Awam itu meyakini bahwa madzhab yang ia pilih adalah madzhab yang benar. Maka konsekwensi yang harus ia terima adalah wajib menjalankan apa yang menjadi ketentuan madzhab yang ia yakini.

Bagi seseorang yang taqlid ( مقلّد ) boleh mengikuti selain imamnya dalam sebuah masalah yang timbul padanya. Misalnya saja ia taqlid pada satu imam dalam melaksanakan shalat dhuhur, dan ia taqlid dan mengikuti imam lain dalam melaksanakan shalat ashar. Jadi taqlid setelah selesainya melakukan sebuah amal/ ibadah adalah boleh.

Untuk memahami hal ini dapatlah digambarkan sebuah masalah: Bila seorang yang bermadzhab Syafi’i melakukan shalat dan ia menyangka ( ظن ) atas keabsahan shalatnya menurut pandangan madzhabnya, ternyata kemudian menjadi jelas bahwa shalatnya adalah batal menurut madzhab yang dianutnya, dan sah bila menurut pendapat yang lain, maka baginya boleh langsung taqlid pada madzhab lain yang mengesahkan shalatnya. Dengan demikian cukup terpenuhilah kewajiban shalatnya.

PASAL SIKAP EKSTRA HATI-HATI DI DALAM MENGAMBIL AGAMA DAN KEILMUAN, JUGA SIKAP ANTISIPATIF TERHADAP FITNAH YANG DIMUNCULKAN OLEH PARA AHLI BID’AH, ORANG-ORANG MUNAFIQ DAN PARA PEMIMPIN YANG MENJERUMUSKAN.

Wajib bersikap ekstra hati-hati didalam mencari dan menghasilkan keilmuan, maka janganlah anda mencari dan mendapatkannya dari selain ahli ilmu.

روي ابن عساكر وعن الامام مالك رضي الله عنه: لا تحمل العلم عن اهل البدع ولا تحمله عمن لا يعرف بالطلب, ولاعمن يكذب فى حديث الناس وان كان لايكذب فى حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم

Diriwayatkan dari Imam Ibnu Asakir dari Imam Malik Ra : Janganlah engkau menerima ilmu dari ahli bidah, jangan pula anda mencari dan menerima keilmuan (agama) dari seseorang yang tidak diketahui kepada siapa ia belajar, dan tidaklah pula diperkenankan menerimanya dari seseorang yang melakukan kebohongan publik didalam menceritakan manusia, walaupun ia diyakini tidak akan melakukan kebohongan terhadap hadits Rasulullah SAW.

وروي ابن سيرين رحمه الله: هذا العلم دين, فانظروا عمن تأخذون دينكم

Diriwayatkan lagi dari Imam Ibnu Sirrin Ra: Ilmu ini adalah agama; maka selektiflah kalian semua dari siapa kalian mengambil agama.

وروي الديلمى عن ابى عمر رضي الله عنهما مرفوعا: العلم دين, والصلاةدين, فانظروا عمن تاخذون هذا العلم, وكيف تصلون هذه فانكم تسألون يوم القيامة, فلا ترووه الا عمن تحققت أهليته بأن يكون من العدول الثقات المتقين

Diriwayatkan oleh Imam Al-Dailami dari Ibnu Umar ra. dalam sebuah periwayatan yang marfu : “Ilmu adalah agama dan shalat adalah agama. Maka bersikap telitilah kalian semua didalam mengambil/menerima ilmu itu. Bagaimana anda melakukan shalat seperti ini Sesungguhnya kalian semua akan ditanya nanti dihari kiamat, maka janganlah anda meriwayatkan keilmuan itu kecuali dari seseorang yang benar-benar anda meyakini keahliannya yakni ia yang memiliki sifat-sifat keadilan, dapat dipercaya dan muttaqien”.

وروى مسلم فى صحيحه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: سيكون فى اخر أمتي أنس يحدثوكم مالم تسمعوا انتم ولاابأكم فاياكم واياهم

Imam Muslim meriwayatkan didalam kitab shahih-nya bahwa Rasulullah SAW bersabda: Akan ditemukan dizaman akhir dari umatku sekelompok manusia yang senantiasa menceritakan kepada kalian segala sesuatu yang mereka tidak pernah mendengarkannya, kamu dan juga orang-orang tua kalian, maka jagalah diri kalian semua, dan waspadailah mereka.

وفى صحيح مسلم أيضا أن أبا هريرة رضي الله عنه يقول: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يكون فى أحر الزمان دجالون كذابونيأتونكم من الاحاديث بمالم تسمعوا انتم ولااباؤكم فاياكم واياهم لايضلونكم ولايفتنونكم

Di dalam kitab Shahih Muslim juga disebutkan, sesungguhnya Abu Hurairah RA berkata : Rasulillah Saw bersabda : “Akan didapati diakhir zaman nanti Dajjal-dajjal yang menebar kebohongan-kebohongan, mereka datang membawa berita-berita yang kalian dan orang tua kalian semua tidak pernah mendengarkannya, jagalah diri kalian dan waspadailah mereka, jangan sampai mereka menjerumuskan kalian semua, dan jangan pula kalian terfitnah”.

وفى صحيح مسلم أيضا عن عمر ابن العاص رضي الله عنه قال: ان فى البحر شياطين مسجونة اوثقها سليمامن ابن داود, يوشك ان تخرج فتقراء على الناس قرانا

Juga di dalam kitab Shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadits dari Umar bin al Ash Ra. beliau berkata : Sungguh di dalam lautan terdapat syetan-syetan yang terpenjarakan dan yang membelenggunya adalah NabiSulaiman bin Dawud, hampir saja mereka dapat keluar, dan mereka hendak membacakan Al-Qur’an kepada seluruh manusia . Imam Al Nawawi mengomentari hadits ini dengan pernyataannya; bahwa makna (syetan-syetan) yang dikehendaki oleh hadist diatas adalah mereka yang membacakan sesuatu yang sebenarnya bukanlah Al-Qur’an, tetapi ia mengatakannya bahwa ini adalah Al-Qur’an, mereka mengecohkan manusia pada umumnya agar mereka menganggap aneh terhadap Al-Qur’an.

وروي الطبرانى عن ابن عمر رضي الله عنه: ان أخوف مااخاف على أمتي الأئمة المضلون. وروى الامام أحمد عن عمر رضي الله عنه: ان اخوف ماخاف على اأمتي كل منافق عليم اللسان

Diriwayatkan oleh Imam Thabrani dari Abi Darda i RA, Sesungguhnya yang paling menghawatirkan atas umatku adalah prilaku para pemimpin yang sesat , Imam Ahmad dalam riwayatnya dari sahabat Umar Ra. Menyatakan : Sesungguhnya kekhawatiran terbesarku atas umat ku adalah orang munafik yang kepandaiannya hanya di lisan saja .

Imam Al Munawwir Ra. menginterpretasikan/ menafsiri hadits ini dengan pernyataannya: Banyak sekali orang yang pandai beretorika tetapi bodoh hati dan perbuatannya, ia mencari ilmu dengan orientasi mencari kerja dari sanalah ia akan mencari makan, dan mengorbankan kesombongan demi meraih kemulyaan. Ia mengajak manusia semesta alam menuju Tuhannya, tetapi ia sendiri lari dari pada-Nya.

وعن زياد بن حدير رحمه الله تعالى: قال لي عمر ابن الخطاب رضي الله عنه: هل تعرف مايهدم الاسلام؟ قلت لا, قال يهدمه زلة العالم, وجدل المنافق بالكتاب, وحكم الأئمة الضلين

Dari Ziyad bin Jabir RA ia berkata; telah berkata kepadaku Sayyidina Umar bin Khattab RA: “Tahukah kamu apakah yang dapat merobohkan Islam”. Aku berkata tidak Ya Amirul Mukminin; Berkatalah beliau: “Yang akan merobohkan Islam adalah tergelincirnya orang awam (sebab mereka tidak bersikap hati-hati), orang munafiq yang menperdebatkan Al Kitab, dan supermasi hukum yang dikendalikan oleh para pemimpin yang menyimpang”.
Sumber: http://pcnucilacap.com/risalah-aswaja-syeikh-hasyim-asyari-bagian-4