Fashol Tentang Talqin Mayit

فَصْلٌ

 

 

 

Ini menunjukkan bahwa hal itu juga dilakukan orang-orang terdahulu hingga sekarang, seperti menalkin jenazah di makamnya. Sekiranya orang yang ada di alam kubur tidak bisa mendengar dan mengambil manfaat darinya, tentu perbuatan itu tidak bermanfaat dan hanyalah sia-sia belaka. Ketika Imam Ahmad ditanya tentang perkara ini, ia menganggap sebagai perbuatan yang baik dan menjadikan sandaran atau dalil untuk beramal.

 

وَيَدُلُّ عَلَى هَذَا أَيْضًا مَا جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ قَدِيمًا وَإِلَى الْآنِ مِنْ تَلْقِينِ الْمَيِّتِ فِي قَبْرِهِ ، وَلَوْلَا أَنَّهُ يَسْمَعُ ذَلِكَ وَيَنْتَفِعُ بِهِ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَائِدَةٌ وَكَانَ عَبَثًا ، وَقَدْ سُئِلَ عَنْهُ الإِمَامُ أَحْمَدُ رَحِمَهُ اللَّهُ فَاسْتَحْسَنَهُ ، وَاحْتَجَّ عَلَيْهِ بِالْعَمَلِ .

 

 

 

Dalam perkara ini ada riwayat hadis dha'if (lemah) yang disebutkan oleh ath-Thabrani di dalam Mu'jam-nya dari hadis Abu Umamah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Jika salah seorang di antara kalian meninggal dunia dan kalian sudah meratakan makamnya dengan tanah, hendaknya salah seorang dari kalian berdiri di sisi makam searah dengan kepalanya sambil mengucapkan: 'Hai fulan bin fulanah,' karena sesungguhnya jenazah yang ada dalam itu bisa mendengar, tetapi tidak bisa menjawab. Selanjutnya, hendaklah ia mengucapkan lagi: 'Hai fulan bin fulanah,' untuk kedua kalinya. Lalu hendaknya ia duduk dan mengucapkan lagi: 'Hai fulan bin fulanah.' Karena sesungguhnya jenazah yang ada dalam makam itu berkata: 'Berilah kami tuntunan, niscaya Allah akan merahmatimu, tetapi kalian tidak mendengar lalu hendaklah ia berkata: Ingatlah apa yang engkau bawa saat meninggalkan dunia, yaitu persaksian là Ilaha illallah wa anna Muhammadarasûlullah, wa annaka radhita billâhi rabban, wa bil Islâmi dînan, wa bi muhammadin nabiyyan, wa bil qur'âni imâman (kesaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah bahwa engkau ridha Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Muhammad sebagai nabimu, dan al-Qur'an sebagai imammu).

Sesungguhnya, Malaikat Munkar dan Nakir saling menjauh sambil berkata: "Men- jauhlah dariku! Tidak ada gunanya kami dekat dengan orang ini karena hujah telah dibacakan kepadanya sehingga Allah dan rasul-Nya menjadi pembela di hadapan kedua malaikat itu'."

 

وَيُرْوَى فِيهِ : حَدِيثٌ ضَعِيفٌ ذَكَرَهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي مُعْجَمِهِ مِنْ حَدِيثِ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَسَوَّيْتُمْ عَلَيْهِ التُّرَابَ فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ، ثُمَّ يَقُولُ : يَا فُلَانُ ابْنَ فُلَانَةَ ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُ وَلَا يُجِيبُ ، ثُمَّ لِيَقُلْ : يَا فُلَانُ ابْنَ فُلَانَةَ الثَّانِيَةَ ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا ، ثُمَّ لِيَقُلْ : يَا فُلَانُ ابْنَ فُلَانَةَ يَقُولُ : أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللَّهُ، وَلَكِنَّكُمْ لَا تَسْمَعُونَ ، فَيَقُولُ : اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللَّهِ رَبًّا ، وَبِالإِسْلَامِ دِينًا ، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا ، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا . فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَتَأَخَّرُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا وَيَقُولُ : انْطَلِقْ بِنَا ، مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَ هَذَا وَقَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ ؟ وَيَكُونُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ حَجِيجَهُ دُونَهُمَا

 

 

 

Ada seseorang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana jika ibu dari orang yang meninggal itu tidak diketahui?" Beliau menjawab, "la dinasabkan kepada ibunya, Hawa."

 

 

فَقَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُولَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ ؟ قَالَ : « يُنْسِبُهُ إِلَى أُمِّهِ حَوَّاء»

 

 

 

Meskipun hadis ini derajat kesahihannya tidak kuat, tetapi karena perbuatan ini terus dilakukan di mana pun dan kapan pun, juga tidak adanya pengingkaran maka ini menunjukkan bahwa perbuatan itu bisa diamalkan.

Allah tidak menganggap amal ini hanya sekadar tradisi di tengah umat Islam yang menyebar di dunia barat dan timur. Umat yang paling sempurna akalnya dari segala umat yang ada dan yang paling banyak pengetahuannya, yang tidak mungkin berseru kepada orang yang tidak bisa mendengar dan mengetahui. Hal ini dianggap perbuatan baik yang tidak diingkari oleh siapa pun, bahkan disunnahkan orang terdahulu untuk orang di kemudian hari.

Sekiranya orang yang diseru tidak bisa mendengar, tentunya seruan itu seperti ucapan yang ditujukan pada tanah, batu, pohon, atau sesuatu yang tidak ada sama sekali. Jika ada seorang ulama yang menganggap baik suatu perkara, ulama lain tidak boleh ada yang mencela atau meremehkannya.

 

فَهَذَا الْحَدِيثُ وَإِنْ لَمْ يَثْبُتْ ، فَاتِّصَالُ الْعَمَلِ بِهِ فِي سَائِرِ الأَمْصَارِ وَالأَعْصَارِ مِنْ غَيْرِ إِنْكَارٍ كَافٍ فِي الْعَمَلِ بِهِ ،

وَمَا أَجْرَى اللَّهُ سُبْحَانَهُ الْعَادَةَ قَطُّ بِأَنَّ أُمَّةً طَبَقَتْ مَشَارِقَ الأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا وَهِيَ أَكْمَلُ الأُمَمِ عُقُولًا وَأَوْفَرُهَا مَعَارِفَ تُطْبِقُ عَلَى مُخَاطَبَةِ مَنْ لَا يَسْمَعُ وَلَا يَعْقِلُ وَتَسْتَحْسِنُ ذَلِكَ لَا يُنْكِرُهَا مِنْهَا مُنْكِرٌ ، بَلْ سَنَّهُ الأَوَّلُ لِلآخِرِ ،

وَيَقْتَدِي فِيهِ الآخِرُ بِالأَوَّلِ ، فَلَوْلَا أَنَّ الْمُخَاطَبَ يَسْمَعُ لَكَانَ ذَلِكَ بِمَنْزِلَةِ الْخِطَابِ لِلتُّرَابِ وَالْخَشَبِ وَالْحَجَرِ وَالْمَعْدُومِ ، وَهَذَا وَإِنْ اسْتَحْسَنَهُ وَاحِدٌ ، فَالْعُلَمَاءُ قَاطِبَةٌ عَلَى اسْتِقْبَاحِهِ وَاسْتِهْجَانِهِ .

 

 

 

Abu Dawud meriwayatkan dalam Sunan-nya dengan sanad yang tidak ada masalah padanya bahwa Nabi pernah menghadiri pemakaman jenazah seseorang. Setelah dimakamkan, beliau bersabda, "Mohonkanlah keteguhan untuk saudara kalian karena saat ini ia sedang ditanya."

Rasulullah mengabarkan bahwa pada saat itu jenazah tersebut sedang ditanya. Jika sedang ditanya, berarti jenazah tersebut bisa mendengar apa yang diucapkan kepadanya.

 

وَقَدْ رَوَى أَبُو دَاوُدَ فِي سُنَنِهِ بِإِسْنَادٍ لَا بَأْسَ بِهِ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ حَضَرَ جنَازَةَ رَجُلٍ ، فَلَمَّا دُفِنَ قَالَ : سَلُوا لِأَخِيكُمْ التَّثْبِيتَ فَإِنَّهُ الآنَ يُسْأَلُ. فَأَخْبَرَ أَنَّهُ يُسْأَلُ حِينِئِذٍ ، وَإِذَا كَانَ يُسْأَلُ فَإِنَّهُ يَسْمَعُ التَّلْقِينِ

 

 

 

Disebutkan pula dari Nabi dengan riwayat yang sahih bahwa jenazah bisa mendengar suara sandal orang-orang yang mengiring jenazahnya juga saat mereka pergi meninggalkan makam.

Abdulhaq meriwayatkan dari seseorang orang saleh, ia berkata, "Saudaraku meninggal dunia lalu aku mimpi bertemu dengannya. Aku bertanya kepadanya: 'Wahai saudaraku, bagaimana keadaanmu ketika engkau diletakkan di dalam liang lahat?' Ia menjawab: 'Seseorang datang dengan membawa bara api, sekiranya bukan karena seseorang yang berdoa untukku, tentu aku sudah binasa'."

 

وَقَدْ صَحَّ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ : أَنَّ الْمَيِّتَ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ إِذَا وَلَّوْا مُنْصَرِفِينَ وَذَكَرَ عَبْدُ الْحَقِّ عَنْ بَعْضِ الصَّالِحِينَ قَالَ : مَاتَ أَخٌ لِي ، فَرَأَيْتُهُ فِي النَّوْم.

فقلتَ: يَا أَخِي مَا كَانَ حَالُكَ حِينَ وُضِعْتَ فِي قَبْرِكَ؟ قَالَ: أَتَانِي آتٍ بِشِهَابٍ مِنْ نَارٍ، فَلَوْلَا أَنَّ دَاعِيًا دَعَا لِي لَهَلَكْتُ.

 

 

 

Syabib bin Syaibah berkata, "Ibuku berwasiat kepadaku saat menjelang wafat:

'Wahai anakku, jika engkau sudah memakamkan jasadku, berdirilah di sisi pusaraku lalu ucapkan: 'Wahai Ummu Syabib, ucapkanlah la llaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah)'.' Karena itu, setelah aku memakamkan jenazahnya, aku berdiri di sisi makamnya seraya berkata: 'Wahai Ummu Syabib, ucapkanlah la llâha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah).'Setelah itu, aku pun pulang. Pada malam hari aku mimpi bertemu ibu, ia berkata: 'Wahai anakku, aku hampir saja binasa sekiranya engkau tidak mengatakan kepadaku:

'La Ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah)',' engkau telah menjaga wasiatku, wahai anakku.

 

وَقَالَ شَبِيبُ بْنُ شَيْبَةَ: أَوْصَتْنِي أُمِّي عِنْدَ مَوْتِهَا، فَقَالَتْ: يَا بُنَيَّ إِذَا دَفَنْتَنِي فَقُمْ عِنْدَ قَبْرِي، وَقُلْ: يَا أُمَّ شَبِيبٍ قُولِي: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَلَمَّا دَفَنْتُهَا قُمْتُ عِنْدَ قَبْرِهَا فَقُلْتُ: يَا أُمَّ شَبِيبٍ قُولِي لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، ثُمَّ انْصَرَفْتُ، فَلَمَّا كَانَ مِنَ اللَّيْلِ رَأَيْتُهَا فِي النَّوْمِ فَقَالَتْ: يَا بُنَيَّ كِدْت أَنْ تَهْلِكَ لَوْلَا أَنْ تَدَارَكْتَنِي بِلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَقَدْ حَفِظْتَ وَصِيَّتِي يَا بُنَيَّ.،

 

 

 

"Ibnu Abid Dunya menyebutkkan dari Tumadhir binti Sahl, istri Ayyub bin Uyainah berkata, "Aku mimpi bertemu Sufyan bin Uyainah dan ia berkata: 'Semoga Allah memberikan pahala kebaikan kepada saudaraku, Ayyub, karena ia sering menziarahi makamku. Pada hari ini pun ia ada di dekat makamku." Ayyub berkata, "Benar, pada hari ini aku datang menziarahi kuburnya."

 

وَذَكَرَ ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا عَنْ تَمَاضِرَ بِنْتِ سَهْلٍ امْرَأَةِ أَيُّوبَ بْنِ عُيَيْنَةَ قَالَتْ: رَأَيْتُ سُفْيَانَ بْنَ عُيَيْنَةَ فِي النَّوْمِ فَقَالَ: جَزَى اللَّهُ أَخِي أَيُّوبَ عَنِّي خَيْرًا فَإِنَّهُ يَزُورُنِي كَثِيرًا وَقَدْ كَانَ عِنْدِي الْيَوْمَ، فَقَالَ أَيُّوبُ: نَعَمْ حَضَرْتُ الْجَبَّانَ الْيَوْمَ فَذَهَبْتُ إِلَى قَبْرِهِ.

 

 

 

Disebutkan dengan riwayat sahih dari Hammad bin Salamah, dari Tsabit, dari Syahr bin Hausyab bahwa Sha'b bin Jatstsamah dan Auf bin Malik, keduanya adalah bersaudara, bahwa Sha'b berkata kepada Auf, "Wahai saudaraku, siapa pun di antara kita yang lebih dulu meninggal, ia harus datang kepada saudaranya (dalam mimpi)."

Auf bertanya, "Apakah yang seperti ini bisa terjadi?" Sha'b menjawab, "Ya, bisa."

Ternyata Sha'b yang lebih dulu meninggal dunia. Setelah itu, Auf mimpi-seperti halnya yang dialami orang yang sedang tidur, seakan-akan Sha'b datang menemuinya. Auf menceritakan bahwa ketika itu ia berkata, "Wahai saudaraku." 'Awf berkata: 'Wahai saudaraku.' Al-Sha'b menjawab: 'Ya.' 'Awf bertanya: 'Apa yang terjadi pada kalian?' Al-Sha'b berkata: 'Kami diampuni setelah berbagai cobaan. Sha'b menjawab, "Ya."

Auf bertanya, "Apa yang terjadi pada dirimu?"

Sha'b menjawab, "Allah telah mengampuni dosa-dosa kami setelah ada musibah itu."

Auf berkata, "Aku melihat ada cahaya hitam di leher Sha'b. Karena itu, aku pun bertanya kepadanya: 'Wahai saudaraku, apa cahaya hitam itu?'

Sha'b menjawab: 'Aku pernah meminjam 10 dinar kepada seorang Yahudi. Di dalam sarung anak panahku, terdapat 10 dinar. Maka, berikanlah uang itu kepada orang Yahudi tersebut. Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa tidak ada kejadian di tengah keluargaku sepeninggalku, melainkan kabarnya sampai kepadaku, termasuk kabar tentang seekor kucing kecil milikku yang mati beberapa waktu lalu. Ketahuilah, bahwa putriku akan meninggal dunia enam hari lagi. Karena itu, berbuat baiklah kepadanya.'

Ketika terbangun pada pagi harinya, aku berkata kepada diriku sendiri: 'Ini adalah kabar yang benar. Selanjutnya, aku menemui keluarganya yang menyambutku dengan ucapan: 'Selamat datang wahai Auf. Beginikah yang engkau lakukan terhadap harta peninggalan saudaramu? Engkau tidak pernah menemui kami sejak sepeninggalnya?" Aku memberi alasan seperti yang biasa dilakukan orang-orang. Pandanganku langsung tertuju pada sarung anak panah milik Sha'b lalu aku menurunkannya dan mengeluarkan isinya. Di dalamnya ada sebuah kantong yang berisi beberapa dinar. Lalu, aku pergi dengan membawa dinar itu kepada orang Yahudi tersebut. Aku bertanya: 'Apakah engkau mempunyai hak yang masih ada pada Sha'b?'

Orang Yahudi itu menjawab: 'Semoga Allah merahmati Sha'b. Ia adalah sahabat Rasulullah yang paling baik. Sebenarnya dinar-dinar itu pun miliknya.'Maka aku berkata: 'Ceritakanlah kepadaku (perkara yang sebenarnya).'

Ia menjawab: 'Ya, aku pernah meminjamkan 10 dinar kepadanya, tetapi aku sudah merelakan uang itu. Demi Allah, memang segitu jumlahnya. 'Aku berkata: 'Ini adalah kejadian yang pertama (sebagaimana yang dikabarkan dalam mimpi, pen)'."

Auf kembali menuturkan-setelah kembali kepada keluarga Sha'b, ia berkata, "Apakah ada kejadian di tengah kalian sepeninggal Sha'b?" Mereka menjawab, "Benar, ada kejadian ini dan itu. "Auf kembali bertanya, "Cobalah kalian ingat!" Mereka menjawab, "Benar, seekor kucing kami mati beberapa hari yang lalu." Auf berkata, "Ini adalah kejadian kedua (sebagaimana yang dikabarkan dalam mimpi, pen)." Ia pun kembali bertanya, "Di mana putri saudaraku?" Mereka menjawab, "la sedang bermain." Selanjutnya, Auf mendekatinya dan menyentuh tubuhnya. Ternyata suhu tubuhnya sangat tinggi maka ia pun berkata kepada mereka, "Berbuatlah yang baik kepadanya."

Tepat pada hari keenam, putri Sha'b itu meninggal dunia.

 

وَصَحَّ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ أَنَّ الصَّعْبَ بْنَ جَثَّامَةَ وَعَوْفَ بْنَ مَالِكٍ كَانَا مُتَآخِيَيْنِ، قَالَ صَعْبٌ لِعَوْفٍ: أَيُّ أَخِي، أَيُّنَا مَاتَ قَبْلَ صَاحِبِهِ فَلْيَتَرَاءَ لَهُ، قَالَ: أَوْ يَكُونُ ذَلِكَ؟ قَالَ: نَعَمْ، فَمَاتَ صَعْبٌ فَرَآهُ عَوْفٌ فِيمَا يَرَى النَّائِمُ كَأَنَّهُ قَدْ أَتَاهُ، قَالَ: قُلْتُ: أَيُّ أَخِي، قَالَ: نَعَمْ، قُلْتُ: مَا فُعِلَ بِكُمْ؟

قَالَ: غُفِرَ لَنَا بَعْدَ الْمَصَائِبِ، قَالَ: وَرَأَيْتُ لَمْعَةً سَوْدَاءَ فِي عُنُقِهِ، قُلْتُ: أَيُّ أَخِي مَا هَذِهِ؟ قَالَ: عَشَرَةُ دَنَانِيرَ اسْتَسْلَفْتُهَا مِنْ فُلَانٍ الْيَهُودِيِّ فَهُنَّ فِي قَرْنِي فَأَعْطُوهُ إِيَّاهَا،

وَاعْلَمْ أَيُّ أَخِي إِنَّهُ لَمْ يُحْدِثْ فِي أَهْلِي بَعْدَ مَوْتِي إِلَّا قَدْ لَحِقَ بِي خَبَرُهُ، حَتَّى هِرَّةٌ لَنَا مَاتَتْ مُنْذُ أَيَّامٍ،

وَاعْلَمْ أَنَّ ابْنَتِي تَمُوتُ إِلَى سِتَّةِ أَيَّامٍ، فَاسْتَوْصُوا بِهَا مَعْرُوفًا،

فَلَمَّا أَصْبَحْتُ قُلْتُ: إِنَّ فِي هَذَا لَمَعْلَمًا، فَأَتَيْتُ أَهْلَهُ فَقَالُوا: مَرْحَبًا بِعَوْفٍ أَهَكَذَا تَصْنَعُونَ بِتَرِكَةِ إِخْوَانِكُمْ لَمْ تَقْرُبْنَا مُنْذُ مَاتَ صَعْبٌ،

قَالَ: فَاعْتَلَلْتُ بِمَا يَعْتَلُّ بِهِ النَّاسُ، فَنَظَرْتُ إِلَى الْقَرْنِ فَأَنْزَلْتُهُ، فَانْتَشَلْتُ مَا فِيهِ، فَوَجَدْتُ الصُّرَّةَ الَّتِي فِيهَا الدَّنَانِيرُ، فَبَعَثْتُ بِهَا إِلَى الْيَهُودِيِّ فَقُلْتُ: هَلْ كَانَ لَكَ عَلَى صَعْبٍ شَيْءٌ؟ قَالَ: رَحِمَ اللَّهُ صَعْبًا كَانَ مِنْ خِيَارِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، هِيَ لَهُ، قُلْتُ: لِتُخْبِرَنِي، قَالَ: نَعَمْ أَسْلَفْتُهُ عَشَرَةَ دَنَانِيرَ فَنَبَذْتُهَا إِلَيْهِ، قَالَ: هِيَ وَاللَّهِ بِأَعْيَانِهَا، قَالَ: قُلْتُ: هَذِهِ وَاحِدَةٌ. قَالَ: فَقُلْتُ: هَلْ حَدَثَ فِيكُمْ حَدَثٌ بَعْدَ مَوْتِ صَعْبٍ؟ قَالُوا: نَعَمْ، حَدَثَ فِينَا كَذَا، حَدَثَ فِينَا كَذَا، قَالَ: قُلْتُ: اذْكُرُوا، قَالُوا: نَعَمْ، هِرَّةٌ مَاتَتْ مُنْذُ أَيَّامٍ، فَقُلْتُ: هَاتَانِ اثْنَتَانِ. قُلْتُ: أَيْنَ ابْنَةُ أَخِي؟ قَالُوا: تَلْعَبُ، فَأَتَيْتُ بِهَا فَمَسَسْتُهَا فَإِذا هِيَ مَحمُومَةٌ، فَقُلْتُ: اسْتَوْصُوا بِهَا مَعْرُوفًا فَمَاتَتْ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ.

 

 

 

Ini semua merupakan tanda kefakihan pemahaman Auf bin Malik. Ia termasuk generasi sahabat. Ia melaksanakan wasiat Sha'b bin Jatstsamah sepeninggalnya dan ia menyadari kebenaran perkataan Sha'ab dengan adanya petunjuk yang berkaitan dengan apa yang dikatakan Sha'b kepadanya lewat mimpi bahwa jumlah dinar itu sepuluh keping di dalam kantong anak panah. Namun, ia harus memastikan terlebih dahulu kepada orang Yahudi. Dengan begitu, Auf bisa memastikan permasalahannya, dan barulah ia memberikan dinar itu kepada orang Yahudi tersebut.

 

وَهَذَا مِنْ فِقْهِ عَوْفٍ رَحِمَهُ اللَّهُ، وَكَانَ مِنَ الصَّحَابَةِ حَيْثُ نَفَّذَ وَصِيَّةَ الصَّعْبِ ابْنِ جَثَّامَةَ بَعْدَ مَوْتِهِ، وَعَلِمَ صِحَّةَ قَوْلِهِ بِالْقَرَائِنِ الَّتِي أَخْبَرَهُ بِهَا، مِنْ أَنَّ الدَّنَانِيرَ عَشَرَةٌ وَهِيَ فِي الْقَرْنِ، ثُمَّ سَأَلَ الْيَهُودِيَّ فَطَابَقَ قَوْلُهُ لِمَا فِي الرُّؤْيَا، فَجَزَمَ عَوْفٌ بِصِحَّةِ الْأَمْرِ فَأَعْطَى الْيَهُودِيَّ الدَّنَانِيرَ،

 

 

 

Hal demikian itu hanya akan dilakukan oleh orang-orang yang pintar dan cerdas. Mereka itulah para sahabat Rasulullah. Bisa jadi, generasi mendatang akan mengingkari tindakan Auf itu dengan mengatakan, "Bagaimana mungkin diperbolehkan bagi Auf untuk mengambil dinar-dinar milik Sha'b-padahal harta itu menjadi milik anak-anaknya yang yatim sebagai ahli warisnya lalu memberikannya kepada orang yahudi hanya berdasarkan mimpi?

 

وَهَذَا فِقْهٌ إِنَّمَا يَلِيقُ بِأَفْقَهِ النَّاسِ وَأَعْلَمِهِمْ، وَهُمْ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، وَلَعَلَّ أَكْثَرَ الْمُتَأَخِّرِينَ يُنْكِرُونَ ذَلِكَ وَيَقُولُونَ: كَيْفَ جَازَ لِعَوْفٍ أَنْ يَنْقُلَ الدَّنَانِيرَ مِنْ تَرِكَةِ صَعْبٍ وَهِيَ لِأَيْتَامِهِ وَوَرَثَتِهِ إِلَى يَهُودِيٍّ بِمَنَامٍ.

 

 

 

Contoh pemahaman cerdas seperti ini hanya Allah anugerahkan kepada seseorang bukan yang lain, yakni kisah Tsabit bin Qais bin Syammas. Kisah ini diceritakan oleh Abu Umar bin Abdul Bar dan yang lainnya. Abu Umar berkata, "Abdul Waris bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, Qasim bin Ashbagh telah menceritakan kepada kami, dari Tsabit bin Qais bin Syammas bahwa Rasulullah bersabda kepadanya: 'Wahai Tsabit, apakah engkau ridha hidup dalam keadaan terpuji, mati dalam keadaan syahid, dan kelak engkau pun masuk surga'?" Malik bin Anas berkata, "Tsabit bin Qais pun terbunuh sebagai syahid pada perang Yamamah."

 

وَنَظِيرُ هَذَا الْفِقْهِ الَّذِي خَصَّهُمُ اللَّهُ بِهِ دُونَ النَّاسِ قِصَّةُ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ، وَقَدْ ذَكَرَهَا أَبُو عُمَرَ بْنُ عَبْدِ الْبَرِّ وَغَيْرُهُ. قَالَ أَبُو عُمَرَ: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ بْنُ سُفْيَانَ، حَدَّثَنَا قَاسِمُ بْنُ أَصْبَغَ، حَدَّثَنَا أَبُو الزَّنْبَاعِ رُوحُ بْنُ الْفَرَجِ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُفَيْرٍ وَعَبْدُ الْعَزِيزِ يَحْيَى الْمَدَنِيُّ، حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ ثَابِتٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ: «يَا ثَابِتُ أَمَا تَرْضَى أَنْ تَعِيشَ حَمِيدًا وَتُقْتَلَ شَهِيدًا وَتَدْخُلَ الْجَنَّةَ». قَالَ مَالِكٌ: فَقُتِلَ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ يَوْمَ الْيَمَامَةِ شَهِيدًا.

 

 

 

Abu Amr berkata, "Hisyam bin Ammar meriwayatkan dari Shadaqah bin Khalid, Abdurrahman bin Yazid bin Jabir telah memberitahukan kepada kami, ia berkata: 'Atha' al-Khurasani telah menceritakan kepadaku, ia berkata: 'Putri Tsabit bin Qais bin Syammas telah menceritakan kepadaku, ia berkata bahwa ketika turun ayat 'Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi,' (QS. Al-Hujurât: 2) ayahnya (Tsabit bin Qais) masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rapat-rapat hingga tidak mau menemui Rasulullah. Maka Rasulullah mencarinya, bahkan mengutus orang untuk mencarinya dan menanyakan kabarnya. Tatkala ditanyakan kepada Tsabit bin Qais mengenai sikapnya itu, Qais menjawab, "Aku orang yang bersuara keras dan aku takut amalku menjadi sia-sia." Rasulullah pun bersabda, "Engkau bukan termasuk orang-orang yang disebutkan dalam ayat itu. Bahkan, engkau akan hidup secara baik dan mati secara baik pula."

 

(قَالَ) أَبُو عُمَرَ: رَوَى هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ عَنْ صَدَقَةَ بْنِ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ قَالَ: حَدَّثَنِي عَطَاءُ الْخُرَاسَانِيُّ قَالَ: حَدَّثَتْنِي ابْنَةُ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ قَالَتْ، لَمَّا نَزَلَتْ: ﴿يَـٰۤأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَرۡفَعُوۤاْ أَصۡوَ ٰتَكُمۡ فَوۡقَ صَوۡتِ ٱلنَّبِیِّ﴾ [الحجرات: ٢] دَخَلَ أَبُو هَابِيَةَ وَأَغْلَقَ عَلَيْهِ بَابَهُ، فَفَقَدَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَأَرْسَلَ إِلَيْهِ يَسْأَلُهُ مَا خَبَرُهُ؟ قَالَ: أَنَا رَجُلٌ شَدِيدُ الصَّوْتِ أَخَافُ أَنْ يَكُونَ قَدْ حَبِطَ عَمَلِي، قَالَ: لَسْتَ مِنْهُمْ بَلْ تَعِيشُ بِخَيْرٍ وَتَمُوتُ بِخَيْرٍ،

 

 

 

Ketika turun ayat: "Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri," (QS. Luqman: 18) Qais menutup pintu rumahnya dan terus menangis. Ia tidak mau menemui Rasulullah. Karena itu, beliau mencarinya, bahkan mengutus seseorang untuk mencarinya dan mendapatkan kabarnya. Qais pun berkata, "Wahai Rasulullah, aku adalah orang yang menyukai keindahan. dan aku juga suka menjadi pemimpin kaumku." Beliau bersabda, "Engkau bukan termauk golongan mereka. Bahkan, engkau hidup dalam keadaan terpuji, meninggal dunia dalam keadaan syahid, dan engkau akan masuk surga."

 

قَالَ: ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ ﴿إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتالٍ فَخُورٍ﴾ [لقمان:18] فَأَغْلَقَ عَلَيْهِ بَابَهُ وَطَفِقَ يَبْكِي، فَفَقَّهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ فَأَخْبَرَهُ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُحَبُّ الْجَمَالَ وَأُحَبُّ أَنْ أَسْوَدَ قَوْمِي. فَقَالَ: «لَسْتَ مِنْهُمْ بَلْ تَعِيشُ حَمِيدًا وَتَقْتُلُ شَهِيدًا وَتَدْخُلُ الْجَنَّةَ».

 

 

 

Pada waktu Perang Yamamah, Tsabit bin Qais pergi dengan Khalid bin Walid untuk menghadapi Musailamah. Ketika dua pasukan sudah saling berhadapan dan siap tempur. Tsabit dan Salim, pembantu Abu Hudzaifah berkata, "Tidak seperti yang kami lakukan saat bertempur bersama Rasulullah." Keduanya pun membuat lubang sendiri-sendiri lalu melompat ke arah musuh dan menyerbu mereka hingga keduanya terbunuh. Pada waktu itu, Tsabit membawa baju besi yang bagus dan mahal harganya.

 

قَالَتْ: فَلَمَّا كَانَ [يَوْمٌ] الْيَمَامَةِ خَرَجَ مَعَ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ إِلَى مُسَيْلِمَةَ، فَلَمَّا التَّقَوْا وَانْكَشَفُوا قَالَ ثَابِتٌ وَسَالِمٌ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ: مَا هَكَذَا كُنَّا نُقَاتِلُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ حَفَرَ كُلٌّ وَاحِدٌ لَهُ حَفْرَةً فَثَبَتَا وَقَاتِلَا حَتَّى قَتِلَا، وَعَلَى ثَابِتٍ يَوْمَئِذٍ دِرْعٌ لَهُ نَفِيسَةٌ،

 

 

 

Ketika ada seseorang dari kaum Muslimin melewati jenazahnya, orang tersebut mengambil baju besi itu. Setelah kejadian itu, ada seorang muslim lainnya bermimpi bertemu Tsabit yang mendatanginya seraya berkata, "Aku menyampaikan wasiat kepadamu. Janganlah engkau mengatakan bahwa ini hanyalah sekadar mimpi lalu engkau melalaikannya begitu saja. Waktu aku terbunuh, ada seorang muslim yang lewat di dekatku dan mengambil baju besiku. Posisi orang itu ada di bagian ujung pasukan. Di dalam kemah orang itu ada seekor kuda yang digembalakan dan diikat dengan tali. Orang itu menyimpan baju di dalam periuk dari batu dan periuk itu diduduki oleh seseorang.

Temuilah Khalid dan suruhlah ia untuk mengambil baju perangku itu! Jika engkau sudah kembali ke Madinah dan menghadap kepada Khalifah Rasulullah, Abu Bakar ash-Shiddiq, katakanlah kepadanya bahwa aku masih mempunyai utang sekian dan sekian. Fulan yang sebelumnya sebagai budakku statusnya menjadi merdeka, begitu juga dengan si fulan."

Orang itu pun menemui Khalid bin Walid dan menyampaikan pesan Tsabit bin Qais yang dikatakan lewat mimpinya itu. Maka, ia mengambil baju besi milik Tsabit dan menyerahkannya kepada Abu Bakar setelah menceritakan mimpi orang itu.

Abu Bakar melaksanakan wasiat Tsabit seraya berkata, "Kami tidak mengenal seorang pun yang wasiatnya dilaksanakan setelah ia meninggal dunia selain Tsabit bin Qais." Begitulah yang disebutkan Abu Amr.

 

فَمَرَّ بِهِ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَأَخَذَهَا فَبَيَّنَمَا رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ نَائِمٌ إِذْ أَتَاهُ فِي مَنَامِهِ فَقَالَ لَهُ:أَوْصِيكَ بِوَصِيَّةٍ فَإِيَّاكَ أَنْ تَقُولَ هَذَا حُلْمٌ فَتَضيعَهُ إِنِّي لَمَّا قَتَلْتُ مَرَّ بِي رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ فَأَخَذَ دِرْعِي وَمَنْزِلَهُ فِي أَقْصَى النَّاسِ، وَعِنْدَ خَبَائِهِ فَرَسٌ يَسْتَنِّي فِي طُولِهِ، وَقَدْ كَفَأَ عَلَى الدِّرْعِ بَرْمَةً وَفَوْقَ الْبَرْمَةِ رَجُلٌ، فَأَتَ خَالِدًا فَمَرَّهُ أَنْ يُبَعِّثَ إِلَى دِرْعِي فَيَأْخُذَهَا، وَإِذَا قَدِمْتَ الْمَدِينَةَ عَلَى خَلِيفَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَ سَلَّمَ (يَعْنِي أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيقِ) فَقُلْ لَهُ: إِنَّ عَلِيًّا مِنَ الدِّينِ كَذَا وَكَذَا، وَفُلَانٌ مِنْ رَقِيقِي عَتِيقٍ. وَفُلَانٌ، فَأَتَى الرَّجُلُ خَالِدًا فَأَخْبَرَهُ، فَبَعَثَ إِلَيَّ الدِّرْعَ فَأَتَى بِهَا، وَحَدَّثَ أَبَا بَكْرٍ بِرُؤْيَاهُ فَأَجَازَ وَصِيَّتَهُ، قَالَ: وَلَا نَعْلَمُ أَحَدًا أُجِيزَتْ وَصِيَّتُهُ بَعْدَ مَوْتِهِ غَيْرَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ رَحِمَهُ. انتهى ما ذكره أبو عمرو.

 

 

 

Khalid bin Walid, Abu Bakar, dan para sahabat lainnya sepakat untuk melaksanakan wasiat yang disampaikan lewat mimpi itu dan mengambil baju besi dari orang yang mengambilnya. Semua ini menunjukkan kedalaman pemahaman mereka.

 

فَقَدْ اتَّفَقَ خَالِدٌ وَأَبُو بَكْرِ الصِّدِّيقِ وَالصَّحَابَةُ مَعَهُ عَلَى الْعَمَلِ بِهَذِهِ الرُّؤْيَا وَتَنْفِيذِ الْوَصِيَّةِ بِهَا وَانْتِزَاعِ الدَّرْعِ مِمَّنْ هُوَ فِي يَدِهِ بِهَا وَهَذَا مُحَضُّ الْفِقْهِ.

 

 

 

Jika Abu Hanifah, Ahmad, dan Malik menerima pernyataan salah satu pasangan dalam sebuah pernikahan yang memiliki bukti kebenarannya dibandingkan yang lain, maka ini lebih utama. Begitu juga Abu Hanifah menerima pernyataan pemilik tembok yang memiliki tanda-tanda bukti di sebelahnya. Allah telah menetapkan hukuman bagi seorang wanita dengan sumpah suaminya dan bukti yang mendukungnya, karena itu adalah salah satu bukti yang paling jelas untuk membuktikan kebenaran suami.

 

وَإِذَا كَانَ أَبُو حَنِيفَةَ وَأَحْمَدُ وَمَالِكٌ يَقْبَلُونَ قَوْلَ الْمُدَّعِي مِنَ الزَّوْجَيْنِ مَا يَصْلُحُ لَهُ دُونَ الْآخَرِ بِقَرِينَةِ صِدْقِهِ، فَهَذَا أَوْلَى (1). وَكَذَلِكَ أَبُو حَنِيفَةَ يَقْبَلُ قَوْلَ الدَّعِيِّ لِلْحَائِطِ بِوُجُودِ الْآخَرِ إِلَى جَانِبِهِ وَبِمَعَاقِدِ الْقَمْطِ. وَقَدْ شَرَعَ اللَّهُ حَدَّ الْمَرْأَةِ بِأَيْمَانِ الزَّوْجِ وَقَرِينَةٍ تَكُونُ لَهَا، فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ أَظْهَرِ الْأَدِلَّةِ عَلَى صِدْقِ الزَّوْجِ (2.(

 

 

 

Lebih dari itu adalah hukuman mati bagi orang yang bersumpah dalam kasus pembunuhan dengan sumpah dari para penggugat disertai dengan bukti yang jelas.

 

Catatan:

 

وَأَبْلَغُ مِنْ ذَلِكَ قَتْلُ الْمُقْسَمِ عَلَيْهِ فِي الْقَسَامَةِ بِأَيْمَانِ الْمُدَّعِينَ مَعَ الْقَرِينَةِ الظَّاهِرَةِ مِنَ اللَّوْثِ (3.(

1)       Jika pasangan suami istri berbeda pendapat tentang kepemilikan sesuatu dalam rumah, maka diputuskan untuk masing-masing berdasarkan kebiasaan penggunaannya, seperti yang dikatakan oleh mayoritas ulama. Diputuskan bahwa barang-barang wanita menjadi milik wanita dan barang-barang pria menjadi milik pria, meskipun secara fisik barang-barang tersebut dipegang oleh keduanya; karena berdasarkan kebiasaan diketahui bahwa masing-masing menggunakan barang-barang sesuai dengan jenis kelaminnya.

 

1)        إِذَا اخْتَلَفَ الزَّوْجَانِ فِي مِلْكِيَّةِ شَيْءٍ مِنَ الْبَيْتِ فَإِنَّهُ يُحْكَمُ لِكُلٍّ مِنْهُمَا بِمَا جَرَتِ الْعَادَةُ بِاسْتِعْمَالِهِ إِيَّاهُ، كَمَا قَالَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ، فَيُحْكَمُ لِلْمَرْأَةِ بِمَتَاعِ النِّسَاءِ وَلِلرَّجُلِ بِمَتَاعِ الرِّجَالِ، وَإِنْ كَانَتِ الْيَدُ الْحِسِّيَّةُ مِنْهَا ثَابِتَةً عَلَى هَذَا وَهَذَا؛ لِأَنَّهُ يُعْلَمُ بِالْعَادَةِ أَنَّ كُلًّا مِنْهُمَا يَتَصَرَّفُ فِي مَتَاعِ جِنْسِهِ.

 

 

 

2)      Artinya jika seorang suami menuduh istrinya melakukan perbuatan zina dan tidak memiliki bukti, maka dia diminta untuk melakukan sumpah li'an. Dia bersumpah dengan nama Allah empat kali bahwa dia termasuk orang yang benar dalam tuduhannya terhadap istrinya, kemudian dia berkata pada sumpah kelima: 'Laknat Allah atas dirinya jika dia termasuk orang yang berdusta.' Jika dia melakukan itu, maka istrinya diminta untuk melakukan sumpah li'an atau menjalani hukuman. Jika istrinya tidak melakukan sumpah li'an dan bersumpah empat kali bahwa suaminya berbohong dalam tuduhannya, dan sumpah kelima bahwa kemurkaan Allah akan menimpanya jika suaminya benar, jika dia tidak melakukan itu maka dia berhak menerima hukuman rajam. Namun, jika istrinya melakukan sumpah li'an, maka hakim memisahkan mereka dan mereka tidak boleh menikah lagi, kecuali jika suami mencabut tuduhannya, hanya Abu Hanifah yang membolehkan mereka menikah lagi, sementara tiga imam lainnya tidak setuju.

 

2)        يَقْصِدُ أَنَّ الزَّوْجَ إِذَا اتَّهَمَ زَوْجَتَهُ بِالْفَاحِشَةِ وَلَيْسَتْ لَهُ بَيِّنَةٌ، فَيُطَالَبُ بِاللِّعَانِ، فَيَشْهَدُ بِاللَّهِ أَرْبَعَ مَرَّاتٍ: إِنَّهُ مِنَ الصَّادِقِينَ فِيمَا رَمَى بِهِ زَوْجَتَهُ مِنَ الْفَاحِشَةِ، ثُمَّ يَقُولُ فِي الْخَامِسَةِ: لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَيَّ إِنْ كُنْتُ مِنَ الْكَاذِبِينَ. فَإِذَا قَالَ ذَلِكَ، فَإِنَّ زَوْجَتَهُ مُطَالَبَةٌ بِاللِّعَانِ، أَوْ إِقَامَةِ الْحَدِّ عَلَيْهَا، فَإِذَا لَمْ تُلَاعِنْ زَوْجَهَا وَتَشْهَدْ أَرْبَعَ مَرَّاتٍ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ فِيمَا رَمَاهَا بِهِ، وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ؛ إِذَا لَمْ تَفْعَلْ ذَلِكَ فَإِنَّهَا تَسْتَحِقُّ إِقَامَةَ حَدِّ الرَّجْمِ عَلَيْهَا. أَمَّا إِذَا لَاعَنَتْهُ فَإِنَّ الْقَاضِيَ يُفَرِّقُ بَيْنَهُمَا، وَلَا يَجُوزُ لَهُمَا الزَّوَاجُ مَرَّةً أُخْرَى، إِلَّا إِذَا كَذَّبَ الزَّوْجُ نَفْسَهُ، فَعِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ فَقَطْ يَجُوزُ لَهُ الزَّوَاجُ مِنْهَا، وَخَالَفَهُ فِي ذَلِكَ الْأَئِمَّةُ الثَّلَاثَةُ.

 

 

 

3)      Al-Qasamah secara bahasa berarti sumpah dan secara syara' adalah sumpah yang diulang-ulang dalam kasus pembunuhan. Lima puluh sumpah dari lima puluh pria: dipilih oleh wali darah dari penduduk tempat kejadian pembunuhan; untuk menghilangkan tuduhan terhadap tersangka, mereka bersumpah bahwa mereka tidak membunuh dan tidak mengetahui pembunuhnya."

Menurut mayoritas ulama: para wali dari korban yang terbunuh akan disumpah untuk membuktikan tuduhan pembunuhan terhadap pelaku, dengan masing-masing dari mereka mengatakan: "Demi Allah yang tiada tuhan selain Dia, sungguh si fulan telah memukulnya, hingga ia mati, atau sungguh si fulan telah membunuhnya." Jika sebagian dari mereka (para wali korban) menolak sumpah, maka yang lain akan bersumpah semua sumpah yang diperlukan, dan mengambil bagiannya dari diyat (tebusan). Jika semuanya menolak atau tidak ada bukti kuat (al-lawth) – yaitu bukti dugaan pembunuhan atau adanya permusuhan yang jelas antara korban dan orang yang dituduh membunuhnya – maka sumpah dikembalikan kepada terdakwa untuk diucapkan oleh para walinya sebanyak lima puluh sumpah, dan ia akan bebas dari tuduhan. Lihat buku 'Tasyri’ Islamiy Jenayah' karya Asy-Syahid Abdul Qadir Audah (2/322), dan 'Fiqh Islami wa Adillatuhu' karya Dr. Wahbah Az-Zuhaili (6/393), (493)."

 

3)          الْقَسَامَةُ: لُغَةً: مَصْدَرٌ، بِمَعْنَى الْقَسَمِ أَيْ: الْيَمِينِ، وَشَرْعًا: هِيَ الْأَيْمَانُ الْمُكَرَّرَةُ فِي دَعْوَى الْقَتْلِ، وَهِيَ خَمْسُونَ يَمِينًا مِنْ خَمْسِينَ رَجُلًا: يُقْسِمُهَا. عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ - أَهْلُ الْمَحَلَّةِ الَّتِي وُجِدَ فِيهَا الْقَتِيلُ، وَيَتَخَيَّرُهُمْ وَلِيُّ الدَّمِ؛ لِنَفْيِ تُهْمَةِ الْقَتْلِ عَنِ الْمُتَّهَمِ، فَيَحْلِفُ الْوَاحِدُ مِنْهُمْ: بِاللَّهِ مَا قَتَلْتُهُ وَلَا عَلِمْتُ لَهُ قَاتِلًا.

وَعِنْدَ الْجُمْهُورِ: يُحَلِّفُهَا أَوْلِيَاءُ الْقَتِيلِ - لِإِثْبَاتِ تُهْمَةِ الْقَتْلِ عَلَى الْجَانِي، بِأَنْ يَقُولَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ: بِاللهِ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ، لَقَدْ ضَرَبَهُ فُلَانٌ، فَمَاتَ، أَوْ لَقَدْ قَتَلَهُ فُلَانٌ، فَإِنْ نَكَلَ بَعْضُهُمْ - أَيْ وُرَثَةُ الْقَتِيلِ - عَنِ الْيَمِينِ، حَلَفَ الْبَاقِي جَمِيعَ الْأَيْمَانِ، وَأَخَذَ حِصَّتَهُ مِنَ الدِّيَةِ. وَإِنْ نَكَلَ الْكُلُّ، أَوْ لَمْ يَكُنْ هُنَاكَ لَوْثٌ - وَهِيَ قَرِينَةُ الْقَتْلِ أَوْ وُجُودُ عَدَاوَةٍ ظَاهِرَةٍ بَيْنَ الْقَتِيلِ وَالْمُتَّهَمِينَ بِقَتْلِهِ: تُرَدُّ الْيَمِينُ عَلَى الْمُدَّعَى عَلَيْهِ لِيَحْلِفَ أَوْلِيَاؤُهُ خَمْسِينَ يَمِينًا، وَيَرَأُ. اُنْظُرْ التَّشْرِيعَ الْإِسْلَامِيَّ الْجِنَائِيَّ لِلشَّهِيدِ عَبْدِ الْقَادِرِ عَوْدَةَ (۳۲۲/۲)، الْفِقْهَ الْإِسْلَامِيَّ وَأَدِلَّتَهُ د. وَهْبَةَ الزُّحَيْلِيِّ (٣٩٣/٦)، (٤٩٣(

 

 

 

"Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mensyariatkan penerimaan perkataan orang-orang yang mengklaim warisan dari orang yang telah meninggal jika ia meninggal dalam perjalanan, dan ia berwasiat kepada dua orang dari selain kaum Muslimin. Kemudian para ahli waris mengetahui adanya pengkhianatan dari kedua orang yang diwasiati dengan sumpah bahwa mereka bersumpah atas nama Allah dan mereka berhak untuk melakukannya, sehingga sumpah mereka lebih diutamakan daripada sumpah dari kedua orang yang diwasiati tersebut. Hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala turunkan pada akhir masa di dalam Surah Al-Ma'idah, yang merupakan salah satu dari ayat terakhir yang diturunkan dalam Al-Quran. Tidak ada yang menasakhkannya dan para sahabat mengamalkannya setelahnya.

 

وَقَدْ شَرَعَ اللهُ سُبْحَانَهُ قَبُولَ قَوْلِ الْمُدَّعِينَ لِتَرِكَةِ مَيِّتِهِمْ إِذَا مَاتَ فِي السَّفَرِ، وَأَوْصَى إِلَى رَجُلَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْمُسْلِمِينَ، فَاطَّلَعَ الْوَرَثَةُ عَلَى خِيَانَةِ الْوَصِيَّيْنِ بِأَنَّهُمَا يَحْلِفَانِ بِاللهِ وَيَسْتَحِقَّانِهِ، وَتَكُونَ أَيْمَانُهُمَا أَوْلَى مِنْ أَيْمَانِ الْوَصِيَّيْنِ، وَهَذَا أَنْزَلَهُ اللهُ سُبْحَانَهُ فِي آخِرِ الْأَمْرِ فِي سُورَةِ الْمَائِدَةِ، وَهِيَ مِنْ آخِرِ الْقُرْآنِ نُزُولًا، وَلَمْ يَنْسَخْهَا شَيْءٌ وَعَمِلَ بِهَا الصَّحَابَةُ بَعْدَهُ.

 

 

 

Ini adalah dalil bahwa harta benda diputuskan dengan menggunakan bukti tak langsung (al-lawth), dan jika darah dapat dihalalkan dengan al-lawth dalam kasus sumpah qasam, maka memutuskan perkara harta dengan al-lawth yang berupa bukti yang jelas dalam harta benda lebih utama dan lebih tepat. Atas dasar ini, para penguasa yang adil beramal dalam mengungkap pencurian dari para pencuri, sampai-sampai banyak dari mereka yang menolak hal tersebut namun meminta bantuan mereka jika hartanya dicuri.

 

وَهَذَا دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ يُقْضَى فِي الْأَمْوَالِ بِاللَّوْثِ، وَإِذَا كَانَ الدَّمُ يُبَاحُ بِاللَّوْثِ فِي الْقَسَامَةِ، فَلَأَنْ يُقْضَى بِاللَّوْثِ وَهُوَ الْقَرَائِنُ الظَّاهِرَةُ فِي الْأَمْوَالِ أَوْلَى وَأَحْرَى. وَعَلَى هَذَا عَمِلَ وُلَاةُ الْعَدْلِ فِي اسْتِخْرَاجِ السَّرِقَاتِ مِنَ السُّرَّاقِ حَتَّى إِنَّ كَثِيرًا مِمَّنْ يُنْكِرُ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ يَسْتَعِينُ بِهِمْ إِذَا سُرِقَ مَالُهُ.

 

 

 

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menceritakan tentang saksi yang memberikan kesaksian antara Yusuf Ash-Shiddiq dan istri Al-Aziz, bahwa ia memutuskan dengan bukti tak langsung untuk membenarkan Yusuf dan mendustakan wanita tersebut. Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menyalahkannya atas hal tersebut, bahkan menceritakannya sebagai pengakuan atas kebenaran.

 

وَقَدْ حَكَى اللهُ سُبْحَانَهُ عَنِ الشَّاهِدِ الَّذِي شَهِدَ بَيْنَ يُوسُفَ الصِّدِّيقِ وَامْرَأَةِ الْعَزِيزِ أَنَّهُ حَكَمَ بِالْقَرِينَةِ عَلَى صِدْقِ يُوسُفَ وَكَذِبِ الْمَرْأَةِ، وَلَمْ يُنْكِرِ اللهُ سُبْحَانَهُ عَلَيْهِ ذَلِكَ، بَلْ حَكَاهُ عَنْهُ تَقْرِيرًا لَهُ.

 

 

 

Nabi telah mengabarkan tentang Nabi Allah Sulaiman bin Dawud bahwa ia memutuskan perkara antara dua wanita yang sama-sama mengklaim anak yang lebih muda dengan bukti tak langsung yang tampak baginya ketika ia berkata: "Bawalah kepadaku pisau, aku akan membelah anak ini antara kalian berdua." Wanita yang lebih tua berkata: "Ya, aku setuju, untuk menghibur diri dari kehilangan anak wanita lain." Sedangkan wanita yang lainnya berkata: "Jangan lakukan, dia adalah anaknya." Maka ia memutuskan anak itu untuk wanita yang kedua karena kasih sayang dan rahmat yang memenuhi hatinya sampai ia rela menyerahkan anak itu kepada wanita lainnya agar anak itu tetap hidup dan bisa ia lihat.

 

وَأَخْبَرَ النَّبِيُّ ﷺ عَنْ نَبِيِّ اللهِ سُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ أَنَّهُ حَكَمَ بَيْنَ الْمَرْأَتَيْنِ اللَّتَيْنِ ادَّعَتَا الْوَلَدَ لِلصُّغْرَى بِالْقَرِينَةِ الَّتِي ظَهَرَتْ لَهُ لَمَّا قَالَ: ائْتُونِي بِالسِّكِّينِ أَشُقُّ الْوَلَدَ بَيْنَكُمَا، فَقَالَتِ الْكُبْرَى: نَعَمْ، رَضِيتُ بِذَلِكَ لِلتَّسَلِّي بِفَقْدِ ابْنِ صَاحِبَتِهَا، وَقَالَتِ الْأُخْرَى: لَا تَفْعَلْ هُوَ ابْنُهَا. فَقَضَى بِهِ لَهَا لِلشَّفَقَةِ وَالرَّحْمَةِ الَّتِي قَامَتْ بِقَلْبِهَا حَتَّى سَمَحَتْ بِهِ لِلْأُخْرَى، وَيَبْقَى حَيًّا، وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ.

 

 

 

Ini adalah salah satu keputusan yang paling baik dan paling adil. Syariat Islam menetapkan hal seperti ini dan menegaskan kebenarannya. Apakah keputusan berdasarkan ciri-ciri fisik (al-qiyafah) dan penetapan nasab dengannya bukanlah bentuk ketergantungan pada bukti-bukti tak langsung yang seringkali serupa dan sulit dipahami?

 

وَهَذَا مِنْ أَحْسَنِ الْأَحْكَامِ وَأَعْدَلِهَا، وَشَرِيعَةُ الْإِسْلَامِ تُقَرِّرُ مِثْلَ هَذَا وَتَشْهَدُ بِصِحَّتِهِ. وَهَلِ الْحُكْمُ بِالْقِيَافَةِ وَإِلْحَاقُ النَّسَبِ بِهَا إِلَّا اعْتِمَادٌ عَلَى قَرَائِنِ الشَّبَهِ مَعَ اشْتِبَاهِهَا وَخَفَائِهَا غَالِبًا؟

 

 

 

Yang dimaksud adalah bahwa bukti-bukti yang tampak dalam mimpi ‘Auf bin Malik dan kisah Tsabit bin Qais tidak kurang dari banyak bukti tak langsung ini, bahkan lebih kuat daripada sekadar adanya pihak lain, simpul kain, dan kelayakan barang untuk yang diklaim daripada yang lain dalam masalah suami istri dan dua orang pengrajin. Ini jelas dan tidak ada yang meragukannya, dan fitrah manusia serta akal mereka menyaksikan kebenarannya. Dan hanya Allah yang memberikan taufik.

 

وَالْمَقْصُودُ أَنَّ الْقَرَائِنَ الَّتِي قَامَتْ فِي رُؤْيَا عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ، وَقِصَّةِ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ لَا تَقْصُرُ عَنْ كَثِيرٍ مِنْ هَذِهِ الْقَرَائِنِ، بَلْ هِيَ أَقْوَى مِنْ مُجَرَّدِ وُجُودِ الْآخَرِ وَمَعَاقِدِ الْقَمْطِ وَصَلَاحِيَّةِ الْمَتَاعِ لِلْمُدَّعِي دُونَ الْآخَرِ فِي مَسْأَلَةِ الزَّوْجَيْنِ وَالصَّانِعَيْنِ. وَهَذَا ظَاهِرٌ لَا خَفَاءَ بِهِ، وَفِطَرُ النَّاسِ وَعُقُولُهُمْ تَشْهَدُ بِصِحَّتِهِ، وَبِاللهِ التَّوْفِيقُ.

 

 

 

Yang dimaksud adalah jawaban bagi penanya, bahwa jika orang yang telah meninggal mengetahui hal-hal kecil dan rinciannya seperti mengenali kunjungan orang yang hidup kepadanya, salam yang diberikan kepadanya, dan doa yang dipanjatkan untuknya, maka itu lebih utama dan lebih pantas untuk diketahuinya.

 

وَالْمَقْصُودُ جَوَابُ السَّائِلِ، وَأَنَّ الْمَيِّتَ إِذَا عَرَفَ مِثْلَ هَذِهِ الْجُزْئِيَّاتِ وَتَفَاصِيلَهَا، مَعْرِفَتَهُ بِزِيَارَةِ الْحَيِّ لَهُ وَسَلَامِهِ عَلَيْهِ وَدُعَائِهِ لَهُ أَوْلَى وَأَحْرَى.