Bab Tsuna’i
Tentang Hal-Hal yang Berpasangan |
|
بَابُ
الثُّنَائِيِّ |
|
|
|
Dalam bab ini terdapat
tiga puluh nasihat, empat hadis, dan sisanya adalah atsar (perkataan sahabat dan tabi'in). Yang dimaksud dengan hadis adalah perkataan Nabi Muhammad ﷺ, dan yang dimaksud dengan atsar adalah perkataan para sahabat dan tabi'in. |
|
وَفِيهِ
ثَلَاثُونَ
مَوْعِظَةً،
أَرْبَعَةُ
أَخْبَارٍ
وَالْبَاقِي
آثَارٌ
وَنَعْنِي
بِالْأَخْبَارِ
أَقْوَالَ
النَّبِيِّ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ،
وَبِالْآثَارِ
أَقْوَالَ
الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِينَ. |
|
|
|
(Salah satunya) yaitu nasihat pertama dari hal-hal yang berpasangan, (adalah) sebagaimana diriwayatkan dari Nabi Muhammad
ﷺ
bahwa beliau bersabda: "Ada dua hal
yang tidak ada yang lebih baik dari
keduanya: iman kepada Allah dan memberikan manfaat kepada kaum Muslimin," baik dengan perkataan, pengaruh, harta, atau tenaga. Rasulullah ﷺ bersabda "Barangsiapa yang
memulai harinya tanpa berniat untuk menzalimi siapapun, maka akan diampuni baginya dosa-dosa yang telah diperbuat, dan barangsiapa yang
memulai harinya dengan niat untuk
menolong orang yang terzalimi
dan memenuhi kebutuhan seorang Muslim, maka baginya pahala seperti pahala haji mabrur."
|
|
(فَمِنْهُ)
أَي
فَالْمَقَالَةُ
الْأُولَى مِنَ
الْمُنَبِّهَاتِ
الثُّنَائِيَّةِ
(مَا رُوِيَ
عَنِ
النَّبِيِّ
صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
أَنَّهُ
قَالَ:
خَصْلَتَانِ
لَا شَيْءَ
أَفْضَلُ
مِنْهُمَا:
الْإِيمَانُ
بِاللَّهِ
وَالنَّفْعُ
لِلْمُسْلِمِينَ)
بِالْمَقَالِ
أَوْ
بِالْجَاهِ
أَوْ
بِالْمَالِ
أَوْ
بِالْبَدَنِ.
قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ:
"مَنْ
أَصْبَحَ
لَا يَنْوِي
الظُّلْمَ
عَلَى
أَحَدٍ
غُفِرَ لَهُ
مَا جَنَى،
وَمَنْ
أَصْبَحَ
يَنْوِي
نُصْرَةَ
المَظْلُومِ
وَقَضَاءِ
حَاجَةِ
المُسْلِمِ
كَانَتْ
لَهُ
كَأَجْرِ
حَجَّةٍ
مَبْرُورَةٍ". |
|
|
|
Pembahasan |
|
|
|
|
|
Dalam Islam, nasihat yang diajarkan oleh
Nabi Muhammad ﷺ memiliki kedalaman yang luar biasa dalam membimbing
manusia menuju kehidupan yang lebih baik. Salah satu nasihat tersebut adalah sabda Nabi yang menyebutkan dua hal utama yang tidak ada yang lebih baik dari keduanya,
yaitu iman kepada Allah dan memberikan manfaat kepada kaum Muslimin. Hadis ini tidak hanya menekankan
pentingnya hubungan vertikal (iman kepada Allah), tetapi juga hubungan horizontal (bermanfaat
bagi sesama manusia). |
|
في
الإِسْلَامِ،
إِنَّ
النَّصِيحَةَ
الَّتِي
عَلَّمَهَا
النَّبِيُّ
مُحَمَّدٌ ﷺ
تَحْمِلُ
عُمقًا
عَظِيمًا
فِي
تَوجِيهِ
الإِنسَانِ
نَحْوَ
حَيَاةٍ
أَفْضَلَ.
وَمِنْ تِلْكَ
النَّصَائِحِ
قَوْلُهُ ﷺ
الَّذِي ذَكَرَ
فِيهِ
أَمْرَيْنِ
أَسَاسِيَّيْنِ
لَا يُوجَدُ
مَا هُوَ
أَفْضَلُ
مِنْهُمَا،
وَهُمَا
الإِيمَانُ
بِاللَّهِ
وَالنَّفْعُ
لِلْمُسْلِمِينَ.
هَذَا
الحَدِيثُ
لَا يُؤَكِّدُ
فَقَطْ
عَلَى
أَهَمِّيَةِ
العَلَاقَةِ
العَمُودِيَّةِ
(الإِيمَانِ
بِاللَّهِ)،
بَلْ
أَيْضًا
عَلَى
العَلَاقَةِ
الأُفُقِيَّةِ
(النَّفْعِ
لِلنَّاسِ). |
|
|
|
1. Iman
kepada Allah Iman kepada Allah merupakan pondasi utama dalam ajaran Islam. Al-Qur'an menegaskan pentingnya iman dalam berbagai
ayat. Salah satunya adalah dalam Surah Al-Baqarah: "Orang-orang yang beriman
kepada yang gaib, yang mendirikan shalat, dan yang menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka." (QS.
Al-Baqarah: 3) Iman adalah keyakinan yang kokoh bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Tanpa iman, amal
perbuatan manusia kehilangan nilai spiritual.
Oleh karena itu, iman adalah kunci
pembuka pintu surga dan dasar bagi segala bentuk
kebajikan. Al-Ghazali
dalam karyanya *Ihya’ Ulumuddin* menyebutkan bahwa iman adalah pilar pertama yang harus dibangun dalam diri manusia. Iman melahirkan keyakinan yang kemudian memandu seseorang untuk menjalani hidup sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya. |
|
١.
الإِيمَانُ
بِاللَّهِ الإِيمَانُ
بِاللَّهِ
هُوَ
الأَسَاسُ
الأَوَّلُ
فِي
تَعَالِيمِ
الإِسْلَامِ.
وَقَدْ
أَكَّدَ
القُرْآنُ
الكَرِيمُ
أَهَمِّيَةَ
الإِيمَانِ
فِي آيَاتٍ
عَدِيدَةٍ،
وَمِنْهَا
قَوْلُهُ
تَعَالَى:"الَّذِينَ
يُؤْمِنُونَ
بِالْغَيْبِ
وَيُقِيمُونَ
الصَّلَاةَ
وَمِمَّا
رَزَقْنَاهُمْ
يُنفِقُونَ )البقرة:
٣( الإِيمَانُ
هُوَ
اليَقِينُ
الرَّاسِخُ
بِأَنَّ
اللَّهَ
هُوَ
الإِلَهُ
الوَحِيدُ
الَّذِي
يَسْتَحِقُّ
العِبَادَةَ.
وَبِدُونِ
الإِيمَانِ،
فَإِنَّ
أَعْمَالَ
الإِنسَانِ
تَفْتَقِرُ
إِلَى
القِيمَةِ
الرُّوحِيَّةِ.
لِذَلِكَ،
فَإِنَّ
الإِيمَانَ
هُوَ مِفْتَاحُ
أَبْوَابِ
الجَنَّةِ
وَأَسَاسٌ
لِكُلِّ
أَنْوَاعِ
الخَيْرِ. الغَزَالِيُّ
فِي
كِتَابِهِ
إِحْيَاءُ
عُلُومِ
الدِّينِ
ذَكَرَ
أَنَّ
الإِيمَانَ
هُوَ
الرُّكْنُ
الأَوَّلُ
الَّذِي
يَجِبُ أَنْ
تُبْنَى فِي
الإِنسَانِ.
فَالإِيمَانُ
يُولِّدُ
اليَقِينَ
الَّذِي
يَقُودُ
الإِنسَانَ
إِلَى
العَيْشِ
وَفْقَ
تَعَالِيمِ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ |
|
|
|
2. Memberikan
Manfaat kepada Kaum Muslimin Manfaat yang dimaksud dalam hadis ini mencakup
berbagai bentuk, baik dengan perkataan,
pengaruh, harta, atau tenaga. Dalam Islam, nilai seorang Muslim diukur dari seberapa
besar manfaat yang ia berikan kepada
orang lain. Dalam sebuah hadis,
Nabi Muhammad ﷺ
bersabda: "Sebaik-baik
manusia adalah yang
paling bermanfaat bagi manusia lain." > (HR. Ahmad) Memberikan manfaat kepada sesama bukan hanya dalam
hal-hal besar, tetapi juga bisa melalui hal-hal sederhana, seperti senyuman atau membantu orang lain dalam kesulitan. Islam sangat menekankan
pentingnya kepedulian sosial dan semangat untuk menolong sesama, sebagaimana dalam hadis lain: "Barangsiapa
yang memudahkan kesulitan
seorang mukmin di dunia, maka Allah akan memudahkan baginya kesulitan di akhirat." (HR. Muslim) Al-Junaid Al-Baghdadi, salah satu ulama sufi terkemuka, pernah berkata bahwa hakikat dari iman yang benar adalah cinta kepada Allah yang diwujudkan dengan cinta dan kasih sayang kepada makhluk-Nya. Baginya, iman tanpa manfaat kepada sesama adalah iman yang tidak sempurna. |
|
٢.
النَّفْعُ
لِلْمُسْلِمِينَ النَّفْعُ
المَقْصُودُ
فِي هَذَا
الحَدِيثِ
يَشْمَلُ
أَشْكَالًا
مُتَعَدِّدَةً،
سَوَاءً
بِالكَلَامِ،
أَوْ
التَّأْثِيرِ،
أَوْ
المَالِ،
أَوْ
الجُهْدِ.
فِي
الإِسْلَامِ،
تُقَاسُ
قِيمَةُ
المُسْلِمِ
بِمَدَى نَفْعِهِ
لِلآخَرِينَ.
فَفِي
حَدِيثٍ
آخَرَ قَالَ
النَّبِيُّ
مُحَمَّدٌ ﷺ: "خَيْرُ
النَّاسِ
أَنْفَعُهُمْ
لِلنَّاسِ)
رواه أحمد( إِنَّ
النَّفْعَ
لِلنَّاسِ
لَيْسَ
مُقْتَصِرًا
عَلَى
الأُمُورِ
الكَبِيرَةِ
فَقَطْ، بَلْ
يُمْكِنُ
أَنْ
يَكُونَ
مِنْ
خِلَالِ
أَشْيَاءَ
بَسِيطَةٍ،
مِثْلَ
الابْتِسَامَةِ
أَوْ
مُسَاعَدَةِ
الآخَرِينَ
فِي أَوْقَاتِ
الشِّدَّةِ.
يُشَدِّدُ
الإِسْلَامُ
عَلَى
أَهَمِّيَةِ
الرِّعَايَةِ
الاجْتِمَاعِيَّةِ
وَرُوحِ
التَّعَاوُنِ
مَعَ
الآخَرِينَ،
كَمَا فِي
حَدِيثٍ
آخَرَ: "مَنْ
نَفَّسَ
عَنْ
مُؤْمِنٍ
كُرْبَةً
مِنْ كُرَبِ
الدُّنْيَا
نَفَّسَ
اللَّهُ
عَنْهُ
كُرْبَةً
مِنْ كُرَبِ
يَوْمِ
القِيَامَةِ" )رواه مسلم( الجُنَيْدُ
البَغْدَادِيُّ،
وَهُوَ
أَحَدُ
أَبْرَزِ عُلَمَاءِ
التَّصَوُّفِ،
قَالَ إِنَّ
حَقِيقَةَ
الإِيمَانِ
الصَّحِيحِ
هِيَ المَحَبَّةُ
لِلَّهِ
الَّتِي
تَتَجَلَّى
فِي المَحَبَّةِ
وَالرَّحْمَةِ
لِمَخْلُوقَاتِهِ.
فَبِالنِّسْبَةِ
لَهُ،
الإِيمَانُ
بِدُونِ
نَفْعٍ
لِلآخَرِينَ
هُوَ
إِيمَانٌ
نَاقِصٌ |
|
|
|
3. Niat
yang Benar dalam Memulai Hari Rasulullah ﷺ
juga mengajarkan pentingnya
memulai hari dengan niat yang baik. Hadis tersebut menyebutkan bahwa seseorang yang memulai harinya tanpa niat untuk menzalimi
siapa pun akan diampuni dosanya, sementara orang yang berniat untuk menolong orang yang terzalimi atau memenuhi kebutuhan seorang Muslim, pahalanya seperti pahala haji mabrur. Ini menunjukkan bahwa niat yang tulus dan kebaikan hati merupakan amalan yang sangat mulia di sisi Allah. Dalam ajaran
tasawuf, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Qusyairi
dalam *Risalah Qusyairiyah*, niat adalah kunci dari segala amal.
Jika niat seseorang ikhlas karena Allah, maka amal yang dilakukan, sekecil apapun, akan bernilai besar di sisi-Nya. Al-Qusyairi juga menjelaskan bahwa keikhlasan dalam menolong sesama adalah bentuk dari pengabdian yang hakiki kepada Allah. |
|
٣. النِّيَّةُ
الصَّادِقَةُ
فِي بَدْءِ
اليَوْمِ عَلَّمَنَا
رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ
أَيْضًا أَهَمِّيَّةَ
بَدْءِ
اليَوْمِ
بِنِيَّةٍ
حَسَنَةٍ.
فَقَدْ
ذَكَرَ
الحَدِيثُ
أَنَّ مَنْ بَدَأَ
يَوْمَهُ
دُونَ
نِيَّةِ
ظُلْمٍ أَحَدٍ،
غَفَرَ
اللَّهُ
لَهُ
ذُنُوبَهُ،
وَمَنْ
بَدَأَ
يَوْمَهُ
بِنِيَّةِ
نُصْرَةِ المَظْلُومِ
أَوْ
قَضَاءِ
حَاجَةِ
مُسْلِمٍ،
كَانَ لَهُ
أَجْرٌ
كَأَجْرِ
حَجٍّ
مَبْرُورٍ.
وَهَذَا
يُظْهِرُ
أَنَّ
النِّيَّةَ
الخَالِصَةَ
وَصِدْقَ
القَلْبِ
هُمَا مِنْ الأَعْمَالِ
العَظِيمَةِ
عِنْدَ
اللَّهِ. فِي
تَعَالِيمِ
التَّصَوُّفِ،
كَمَا شَرَحَهَا
الإِمَامُ
القُشَيْرِيُّ
فِي الرِّسَالَةِ
القُشَيْرِيَّةِ،
النِّيَّةُ
هِيَ
مِفْتَاحُ
كُلِّ
عَمَلٍ.
فَإِذَا
كَانَتْ
نِيَّةُ
الشَّخْصِ
خَالِصَةً
لِلَّهِ، فَإِنَّ
العَمَلَ
الَّذِي
يَقُومُ
بِهِ، مَهْمَا
كَانَ
صَغِيرًا،
سَيَكُونُ
لَهُ قِيمَةٌ
عَظِيمَةٌ
عِنْدَ
اللَّهِ.
وَأَوْضَحَ
القُشَيْرِيُّ
أَيْضًا
أَنَّ
الإِخْلَاصَ
فِي
مُسَاعَدَةِ
الآخَرِينَ
هُوَ شَكْلٌ
مِنْ
أَشْكَالِ
العِبَادَةِ
الحَقِيقِيَّةِ
لِلَّهِ. |
|
|
|
4. Kesimpulan Dari keterangan hadis, Al-Qur'an, dan pandangan para ulama seperti Al-Ghazali, Al-Junaid, dan Al-Qusyairi, kita dapat menyimpulkan bahwa iman kepada Allah dan memberikan manfaat kepada sesama manusia adalah dua pilar utama dalam kehidupan seorang Muslim. Keduanya saling melengkapi, di mana iman kepada Allah menjadi landasan spiritual, sementara memberikan manfaat kepada sesama menjadi manifestasi nyata dari iman tersebut. Islam mengajarkan bahwa kebaikan kepada sesama, yang dimulai dengan niat yang tulus, tidak hanya membawa kebaikan di dunia, tetapi juga di akhirat. |
|
٤. الخَاتِمَةُ مِنْ
خِلَالِ
الحَدِيثِ،
وَالقُرْآنِ
الكَرِيمِ،
وَآرَاءِ
العُلَمَاءِ
مِثْلَ الغَزَالِيِّ،
وَالجُنَيْدِ،
وَالقُشَيْرِيِّ،
نَسْتَنْتِجُ
أَنَّ
الإِيمَانَ
بِاللَّهِ
وَالنَّفْعَ
لِلنَّاسِ
هُمَا
الرُّكِيزَتَانِ
الأَسَاسِيَّتَانِ
فِي حَيَاةِ
المُسْلِمِ.
فَكِلَاهُمَا
يُكَمِّلُ
الآخَرَ،
حَيْثُ
إِنَّ
الإِيمَانَ
بِاللَّهِ هُوَ
الأَسَاسُ
الرُّوحِيُّ،
بَيْنَمَا النَّفْعُ
لِلنَّاسِ
هُوَ
التَّجَسِيدُ
العَمَلِيُّ
لِذَلِكَ
الإِيمَانِ.
الإِسْلَامُ
يُعَلِّمُ
أَنَّ
الإِحْسَانَ
لِلآخَرِينَ،
عِنْدَمَا
يَبْدَأُ
بِنِيَّةٍ
صَادِقَةٍ،
لَا
يَجْلِبُ
الخَيْرَ
فِي
الدُّنْيَا
فَقَطْ،
بَلْ فِي
الآخِرَةِ
أَيْضًا. |
|
|
|
*Di sampaikan pada kajian
rutin malem sabtu kliwon, MT Baiturrohim Batang Margomulyo. 30 Agustus
2024.